Dengan demikian, kalau toh ada perubahan, sifatnya akan
aksentuasi saja. Ini akan terkait erat dengan karakter orangorang yang ada
dalam DPTP. Baik Ketua MS maupun Presiden PKS yang tampak lebih kalem lebih
dekat dengan gaya kepemimpinan yang disebut Herbert Feith sebagai administrator
ketimbang solidarity maker.
Banyak yang melihat “pasangan” ini cocok dengan kebutuhan
pascaturbulensi. Fokus kerja bisa jadi diarahkan pada soal-soal seperti
regenerasi kepengurusan, pembagian tugas elite untuk pemantapan kembali akar
rumput, dan hubungan lobi eksternal yang lebih kuat, ataupun pemeliharaan kemandirian
partai atas usahausaha kolektif yang independen.
Perubahan yang juga mungkin terjadi sebagai efek dari post
-Anis yakni kembalinya mereka yang selama ini menahan diri dan menjaga jarak ke
pangkuan partai. PKS saat ini mungkin akan tampak menarik (lagi) bagi mereka
karena terbebas dari bayang-bayang Anis. Hal yang mungkin juga akan bergeser
adalah justru pandangan masyarakat terhadap partai ini sendiri.
Sosok Presiden Partai baru yang tidak kontroversi dalam
makna sesuai dengan “standar persepsi dan kehendak” publik tampaknya cenderung
akan membawa persepsi yang lebih positif terhadap partai ini. Lepas dari itu,
berakhirnya era kepemimpinan Anis, yang bahkan cukup mengejutkan bagi beberapa
kader, menunjukkan bahwa pengultusan adalah sesuatu yang dihindari dari partai
ini. PKS (sekali lagi) telah membuktikan didahulukannya sistem.
Sekaligus membuktikan bahwa kekuatan Anis Matta dalam partai
ini tidaklah tak terbatas, sebagaimana yang dibayangkan orang, yang berpadu
dengan kebesaran jiwanya untuk bersedia undur diri sembari menyatakan bahwa
dirinya tak lain adalah prajurit yang siap ditempatkan di mana pun untuk
kebesaran partai.
Sumber: http://nasional.sindonews.com
http://www.kabarpks.com
0 comments:
Post a Comment