SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Wednesday 31 July 2019

Kumpulkan Caleg Terpilih, PKS Berikan Training Orientasi Partai


thumbnailKetua DPW PKS NTB, Abdul Hadi
Mataram (26/07) -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengumpulkan seluruh calon anggota legislatifnya yang dinyatakan terpilih masuk parlemen. Tak berselang lama setelah penetapan KPU, Presiden PKS Mohammad Sohibul Iman dijadwalkan berada di Mataram Jumat siang ini (26/7).
"Ini kan sebagian (caleg terpilih-red) adalah orang orang baru. Jadi perlu kita berikan arahan orientasi partai kedepan" terang Ketua DPW PKS NTB Abdul Hadi dikantornya.
Sohibul diagendakan memberikan arahan kepada seluruh caleg terpilih dari seluruh daerah pemilihan di NTB .
Untuk diketahui, PKS menempatkan 37 wakilnya di DPRD kabupaten/kota, bertambah 7 kursi dari pemilu sebelumnya. Di DPRD provinsi bertambah 1 kursi menjadi total 7 kursi.

Sumber : pks.id




Thursday 9 February 2017

FPKS Advokasi Kasus PHK Sepihak PT Smelting Gresik


Anggota Komisi IX DPR RI Adang Sudrajat
Jakarta (7/2) – Fraksi PKS DPR RI menerima aduan dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di Ruang Pimpinan Fraksi PKS DPR RI, Selasa (7/2). Aduan yang berlangsung dalam rangka Hari Aspirasi setiap Selasa tersebut diterima langsung oleh Anggota Komisi IX DPR RI Adang Sudrajat bersama dengan beberapa Tenaga Ahli Fraksi PKS DPR RI.
Dalam keterangannya, Wakil Sekretaris IV Serikat Pekerja Logam FSPMI PT Smelting Gresik, Ibnu Shobir menjelaskan bahwa terdapat 309 pekerja yang mendapatkan PHK sepihak. Hal itu karena para pekerja tersebut melakukan mogok kerja, sejak 19 Januari 2017 silam dalam rangka menuntut keadilan atas diskriminasi yang dilakukan perusahaan.
“Kami melakukan mogok karena pihak manajemen telah melakukan pelanggaran, yang mengakibatkan terciptanya hubungan industrial yang tidak harmonis,” jelas Ibnu Shobir kepada Fraksi PKS.
Pelanggaran pertama, jelas Ibnu Shobir, berupa tindakan diskriminasi kenaikan gaji pekerja di Seksi ISFB sebesar Rp 2 juta. Padahal, kenaikan gaji tersebut tidak diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) VI. Sehingga, adanya diskriminasi ini melahirkan konflik di antara sesama pekerja yang diakhiri dengan adanya PKB yang muncul pada 12 Februari 2014.
Pelanggaran kedua terjadi saat perusahaan melakukan pelanggaran terhadap PKB VII pada tahun 2014 yang berkaitan dengan tambahan gaji kepada pekerja level I di seksi GA dan FB dan berakhir 29 Juni 2016.
Pelanggaran ketiga terjadi pada tahun 2016, dimana PT Smelting tidak menaikkan gaji pekerja berdasarkan ketentuan pada PKB VII, yaitu menyamaratakan kenaikan gaji sebesar Rp 350.000 kepada pekerja dari level I sampai dengan IV. Padahal, sesuai formula, kenaikan gaji seharusnya dihitung dari inflasi ditambah dengan performa penilaian setiap karyawan. Sehingga, setiap karyawan, tambah Shobri, bisa mendapatkan tambahan kenaikan gaji lebih dari Rp 350.000. Persoalan ini berakhir pada 29 Juni 2016.
Pelanggaran keempat, perusahaan menaikkan sepihak kesepakatan pada 29 Juni 2016 tersebut dengan menaikkan gaji pekerja level V sampai VI (manajerial) di semua seksi hingga mencapai besar Rp 10.000.000. Kenaikan gaji sepihak ini, membuat diskriminasi para pekerja di level bawah, sehingga Serikat Pekerja melakukan perundingan hingga tanggal 6 Januari 2017 dan belum mencapai kesepakatan.
Sehingga pada 8 Januari 2017, Serikat Pekerja yang diwakili PUK SPL FSPMI PT. Smelting mengirimkan surat pemberitahuan mogok kerja, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu sudah mengirimkan surat permohonan mogok lebih dari tujuh hari dan sudah di bicarakan dengan instansi terkait. Namun, perusahaan melakukan intimidasi dengan cara memberikan PHK dan mencabut fasilitas kesehatan pekerja dan keluarganya kepada pekerja yang mogok,” jelas Shobir.
Menanggapi itu, Adang Sudrajat akan tindak lanjuti persoalan ini kepada Kementerian Tenaga Kerja untuk segera merumuskan dalam forum tripartit, yaitu antara pihak Serikat Pekerja, Pemerintah, dan Perusahaan.
Adang juga berharap persoalan ini dapat segera diselesaikan secara kekeluargaan di internal perusahaan. Sebab, semakin lama, persoalan ini akan memicu hilangnya kesejahteraan ribuan orang yang terlibat dalam proses industrialisasi bisnis peleburan (smelting) ini.
“Memang PT Smelting Gresik ini jumlah pekerjanya hanya 500. Tapi, ada industri penyuplai dan penampung limbah atau produk sampingan dari smelting, yang juga memiliki pekerja hingga puluhan ribu,” jelas wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Jawa Barat II ini.
Jika persoalan mogok ini terus berlanjut, maka akan menjadi persoalan besar karena akan menambah jumlah angka kemiskinan di Indonesia.
“Diakibatkan karena kemampuan daya beli menurun, karena kita adalah negara yang sebagian besar kemajuan negaranya ditunjang dari segi kemampuan domestik,” tutup Adang.⁠⁠⁠⁠
Sumber : pks.id

Pers Harus Jadi Garda Terdepan Berantas Hoax

thumbnailPagelaran wayang di gedung PKS (ilustrasi)
Semarang (9/2) -  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah menilai dunia pers dan media massa di era saat ini memiliki arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Media massa tak hanya menjadi pengawal demokrasi, tapi juga menjaga keutuhan bangsa.
Wakil Ketua DPRD Jateng, Ahmadi mengatakan bahwa media di era saat ini pers memiliki peranan strategis dalam menjadi pengawal demokrasi dan juga menjaga keutuhan bangsa.
“Fungi pers untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui informasi yang ada, namun demikian, seiring dengan munculnya social media yang semakin mempermudah produksi berita palsu atau hoax, disini peran pers harus menjadi garda terdepan dalam pemberantasan hoax, caranya bagaimana? Salah satunya yakni dengan terus memproduksi konten-konten jurnalistik yang informatif, mendidik, inspiratif dan mencerahkan,” jelasnya saat momentum peringatan Hari Pers Nasionnal (HPN) pada Kamis (9/2/2017) di Semarang.
Pers, kata Ahmadi, wajib menjaga keutuhan dan kestabilan dalam negeri dengan memberitakan hal-hal yang baik dan positif untuk menimbulkan kesejukan di masyarakat saat ini.
“Media menjadi bagian dari pemerintah untuk membuat Indonesia tetap kompak. Pers dengan dinamikanya tentu selalu mengingatkan pemerintah, memainkan peran sebagai kontrol sosial, ini yang harus dikedepankan,” ungkapnya.
Selain itu, Ahmadi berharap dunia pers bisa menghadapi tantangan perkembangan teknologi dan informasi secara global. "Kami berharap dunia pers siap menerima perkembangan informasi dan teknologi dunia yang terus menerus berkembang, mudah-mudahan, Hari Pers Nasional membawa suasana dan konsep baru agar dapat menghadapi tantangan ke depan," imbuh Ahmadi.
Senada dengan Ahmadi, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Jateng Karsono mengungkapkan bahwa pers harus selalu berpegang teguh terhadap kaidah dan fungsi pers sebagai salah satu media pendidikan.
Menurut anggota Komisi E DPRD Jateng ini, pers sebagai media pendidikan berfungsi untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan masyarakat.
“Kami atas nama keluarga besar F-PKS Jateng mengucapkan selamat hari pers nasional, kami berharap bahwa pers harus tetap berpegang teguh pada idealisme sebagai media kontrol berfungsi untuk melakukan kontrol oleh rakyat terhadap pemerintah. Kontrol yang dimaksud adalah kontrol sosial, kontrol tanggung jawab, kontrol support dan kontrol partisipasi,” kata Karsono.
Sumber : pks.id

Cuti Habis, Fraksi PKS desak Kemendagri Non-aktifkan Basuki

Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, Abdurrahman Suhaimi
Jakarta (9/2) - Akan habisnya masa cuti kampanye Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok menjadi sorotan DPRD DKI Jakarta. Pasalnya, walau sudah berstatus terdakwa namun hingga kini pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum juga membuat keputusan terkait non-aktifnya Ahok sebagai Gubernur. Demikian disampaikan Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2017).
 
Suhaimi melanjutkan, sejatinya Kemendagri harus segera memberhentikan sementara Ahok karena berstatus terdakwa sesuai pasal 86 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah.

"Kan sudah jelas di Undang-Undang, begitu masa cutinya habis maka harus segera di non-aktifkan," jelas pria yang juga Ketua Dewan Syariah Wilayah PKS DKI Jakarta ini.
 
Suhaimi juga mengajak para pakar hukum baik praktisi maupun akademisi untuk ikut mengawasi penegakan hukum terhadap Ahok ini, agar dapat berjalan dengan semestinya.

"Jika hukum benar-benar dijadikan panglima maka pemerintah harus menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat," tandas politikus PKS dari daerah pemilihan Jakarta Timur ini.
 
Diketahui, berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014, dalam pasal 86 ayat 1 dijelaskan, Kepala daerah dan/wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sumber : pks.id

Wednesday 8 February 2017

Keluarga Besar Fraksi PKS Belasungkawa atas Wafatnya Taufik Ridlo


Sholat jenazah Taufik Ridlo di Masjid Al-Amin Kalibata Jakarta Selatan
Jakarta (6/2) – Segenap keluarga besar Pimpinan, Anggota, Tenaga Ahli, Staf Administrasi Fraksi PKS DPR RI turut berbela sungkawa atas wafatnya Taufik Ridlo, pada Senin (6/2) dini hari.
Dalam amanahnya di Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Taufik Ridlo terakhir menjabat sebagai Sekjen PKS pada tahun 2013 hingga 2015 menggantikan Anis Matta yang menjadi Presiden PKS. Lalu, pada Musyawarah Nasional ke-4 PKS di Bulan September 2015 silam, Pakar Ekonomi Syariah ini kembali ditunjuk sebagai Sekjend PKS hingga Bulan Februari 2016.
“Atas nama pimpinan dan seluruh keluarga besar Fraksi PKS, kami turut berbela sungkawa yang sedalam-dalamnya atas wafatnya Almarhum Saudara Taufik Ridlo,” jelas Jazuli di sela-sela proses pemakaman almarhum.
Ditambahkan Jazuli, sosok Taufik Ridlo adalah seorang pejuang dakwah, juga pemberi teladan yang bagus dalam perjuangan. “Almarhum juga selalu semangat dan amanah dalam melaksanakan setiap tugas-tugasnya,” tutur Anggota Majelis Pertimbangan Partai (MPP) PKS ini.
Almarhum Taufik Ridlo sendiri wafat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada usia 52 tahun, dan meninggalkan seorang istri bersama tujuh orang anak.
“Karena itu, semoga amalan Beliau selama di dunia diterima oleh Allah SWT, dan kita yang masih hidup dapat meneladani dan meneruskan perjuangan Beliau. Kepada keluarga almarhum, semoga dapat diberikan ketabahan, ketenangan, serta kesabaran dalam menjalani setiap ujian dari Allah,” jelas Jazuli.
Selain di ranah politik, lulusan Universitas Yordania bidang Perbankan dan Ilmu Keuangan Syariah ini juga pernah menjabat sebagai anggota dewan pengawas syariah di beberapa bank dan perusahaan swasta.
Sumber : pks.id

Friday 3 February 2017

Masyarakat Jadikan Pendapat Ormas Sebagai Rujukan

thumbnailWakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid
Jakarta (2/2) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai kehadiran ormas di Indonesia sering menjadi rujukan oleh masyarakat. Bahkan, tambah Hidayat, seringkali orang lebih memilih merujuk pendapat atau fatwa ormas dibandingkan organisasi politik (orpol), seperti partai politik.

“Dalam konteks saat ini, Indonesia telah memilih jalan demokrasi itu. Dalam konkretnya, peran serta ormas itu seringkali tidak kalah penting dibandingkan peran orpol. Bahkan seringkali orang merujuk pada ormas daripada orpol. Bahkan saat pilkada, masyarakat lebih memilih ormas daripada orpol atas rekomendasi yang diajukan,” jelas Hidayat dalam pembicara kunci Focus Group Discussion dengan tema "Ormas, Antara Peran Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat” di Ruang Pleno Fraksi, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (2/2).
Meskipun demikian, Hidayat menilai Indonesia sebagai negara hukum yang juga menganut prinsip-prinsip demokrasi, kehadiran ormas harus selalu dikawal dan diingat agar peran sinergisitasnya bersama negara berjalan dengan baik.
“Hadirnya ormas dan hadirnya orpol adalah pengejawantahan demokrasi di ranah praksis. Tapi, juga harus tetap mengacu pada prinsip-prinsip demokrasi sesuai dengan landasan hukum. Hukum di Indonesia sesungguhnya bukanlah hukum yang abu-abu, atau pasal karet. Relatif semuanya terukur. Ketika pemerintah menegakkan hukum terkait dengan pembinaan ormas termasuk juga mengevaluasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rasanya tidak akan ada konflik antara ormas dan pemerintah,” jelas wakil rakyat PKS dari Daerah Pemilihan Jakarta Utara II ini.
Hidayat menambahkan sinergisitas antara ormas sebagai perwakilan masyarakat sipil (civil society) dengan pemerintah dapat berjalan dengan baik jika tidak ada rasa bahwa para ormas tersebut bukanlah bagian dari target, atau yang diintai oleh pemerintah.
“Oleh karena itu, pemerintah perlu memberdayakan dan membina semua ormas, termasuk juga ormas yang berbasis kedaerahan. Kalau yang lokal itu tidak diperhatikan, maka berpotensi untuk menjadi radikalisme, separatisme, dan sebagainya,” tegas Anggota Komisi I DPR RI ini.
Diketahui, acara FGD ini turut dihadiri oleh, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Alhabsyi, Koordinator Staf Ahli Kapolri Irza Fadli, Wakil Ketua Lembaga Falakiyyah PBNU Mohammad Shohibul Faroji, dan Ketua Umum DPP Persatuan Umat Islam (PUI) Nurhasan Zaidi.
Hadir pula dalam acara ini beberapa ormas sebagai peserta aktif, yaitu Persatuan Islam (Persis), Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), MUI, PUI, PBNU, dan IKADI.⁠⁠⁠⁠
Sumber : pks.id

Ormas Berperan Historis Kuat dalam Dinamika Kebangsaan

thumbnailKetua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini
Jakarta (2/2) – Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini menilai ormas memiliki peran historis yang kuat dalam dinamika kebangsaan, baik sebelum masa kemerdekaan hingga kini. Ormas , baik yang berlatar belakang agama, kedaerahan, maupun nasionalis, sudah hadir dan berperan besar dalam dinamika kebangsaan termasuk  perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Beberapa ormas yang memiliki kontribusi dalam perjuangan kemerdekaan tersebut seperti Sarekat Islam, NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Jong Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, dan sebagainya. Ormas-ormas tersebut, tambah Jazuli, memiliki andil besar dalam mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu kemerdekaannya.
“Oleh karena itu, ormas perlu terus didorong menjadi motor pergerakan bangsa dan penyelesai masalah-masalah kebangsaan sebagaimana sejarah perannya selama pra kemerdekaan,” kata Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini dalam memberikan sambutan Focused Group Discussion (FGD) bertema “Ormas, Antara Peran Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat”, di Ruang Pleno FPKS, Kamis (2/2/2017)
Menurut Jazuli, dalam konteks demokrasi untuk kesejahteraan rakyat, ormas dapat memainkan   4 (empat) peran, yaitu edukator (pembinaan atau mendidik rakyat), agregator (menyampaikan aspirasi, saran, dan masukan), akselerator (melaksanakan percepatan pembangunan), dan evaluator (mengawasi dan mengoreksi pembangunan).
“Untuk itu, eksistensi ormas tegas dijamin oleh Konstitusi Pasal 28E Ayat 3 yaitu bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Ormas juga memiliki UU sendiri yaitu UU 17/2013 yang perannya diarahkan untuk ikut serta mewujudkan bernegara yang berdasarkan Pancasila,” tandas Anggota Komisi I DPR RI ini.
Mengingat pentingnya peran ormas tersebut, Pemerintah sudah semestinya memposisikan ormas sebagai mitra pembangunan dan berkewajiban untuk membina dan memberdayakannya. 
“Dan jika terjadi persoalan diantara ormas, aparat harus bertindak sebagai wasit yang harus bersikap netral dan imparsial atau tidak memihak,” tandas wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Banten Raya ini.
Tak hanya Pemerintah yang didorong untuk menjalin hubungan baik dengan ormas, Jazuli juga berharap kemitraan ormas dengan partai politik juga terjalin baik.
“Adapun peran partai politik lebih untuk memfasilitasi kepentingan ormas sebagai bagian dari rakyat Indonesia,” ungkap Jazuli.
Sumber : pks.id

Fraksi PKS: Ormas Kritik Pemerintah Jangan Malah Dinilai Menyimpang

thumbnail
Jakarta -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) menilai organisasi masyarakat yang mengkritik pemerintah jangan langsung dinilai menyimpang dari falsafah bangsa Indonesia, namun harus diberikan pembinaan karena itu tugas pemerintah kepada ormas, kata Ketua FPKS di DPR Jazuli Juwani.
"Kami tidak ingin ketika ada ormas kritik pemerintah lalu dinilai menyimpang oleh negara," kata Jazuli dalam diskusi bertajuk "Ormas Antara Peran Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat", di Ruang Rapat FPKS, Jakarta, Kamis (2/2).
Dia mengatakan peran pembinaan ormas di pemerintah kalau dinilai ada yang tidak sesuai dengan falsafah bangsa. Dia menilai prinsip regulasi dan demokrasi dikedepankan namun aspek pembinaan tidak bisa dihilangkan.
"Kami ingin peran pemerintah bisa memberdayakan karena tidak bisa semua agenda kebangsaan dijalankan pemerintah. Karena Indonesia memiliki ribuan pulau dan jutaan penduduk sehingga kalau diserahkan kepada pemerintah belum tentu bisa dilaksanakan," ujarnya.
Jazuli juga menilai aparat penegak hukum tidak boleh terlibat dalam konflik antar-ormas karena bisa mengganggu kinerjanya. Selain itu dia menilai ormas yang berlatar belakang agama, kedaerahan, maupun nasionalis, sudah hadir dan berperan besar dalam dinamika kebangsaan termasuk perjuangan kemerdekaan Indonesia.
"Misalnya sejumlah ormas seperti Sarekat Islam, NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Jong Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, dan masih banyak lagi merupakan ormas-ormas yang memiliki andil besar dalam mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu kemerdekaannya," katanya.
Dia menilai ormas perlu terus didorong menjadi motor pergerakan bangsa dan penyelesaian masalah-masalah kebangsaan sebagaimana sejarah perannya selama pra-kemerdekaan.
Menurut Jazuli, dalam konteks demokrasi untuk kesejahteraan rakyat, ormas dapat memainkan empat peran yaitu edukator atau pembinaan dan mendidik rakyat; agregator atau menyampaikan aspirasi, saran, masukan; akselerator atau melaksanakan percepatan pembangunan; dan evaluator atau mengawasi dan mengoreksi pembangunan.
"Untuk itu eksistensi ormas tegas dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28E Ayat 3 yaitu bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Ormas juga memiliki UU sendiri yaitu UU 17/2013 yang perannya diarahkan untuk ikut serta mewujudkan bernegara yang berdasarkan Pancasila," katanya.
Dia menegaskan, pentingnya peran ormas tersebut, pemerintah sudah semestinya memposisikan ormas sebagai mitra pembangunan dan berkewajiban untuk membina dan memberdayakannya.
Sumber: Republika.co.id

Wednesday 1 February 2017

Kecam Penembakan Aktivis Hukum Pembela Rohingya

thumbnailAnggota Komisi I DPR RI Sukamta
Jakarta (31/1) – Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengecam dan sekaligus prihatin atas wafatnya Ko Ni, advokat Myanmar yang aktif membela masyarakat minoritas Rohingya, yang ditembak di Bandara Internasional Yangon, Myanmar pada Minggu 29 Januari kemarin.
Ko Ni ditembak saat baru saja mengunjungi Indonesia bersama rombongan Menteri Informasi Myanmar, Pe Myint. Mereka juga sempat mengunjungi Ambon untuk memelajari bagaimana menangani konflik komunal.
“Sebelum ada keterangan resmi dari Pemerintah Myanmar atas insiden ini, saya tidak ingin berspekulasi. Yang saya dengar pelaku penembakan mantan tentara Myanmar yang telah disersi berpangkat kapten dan berstatus sebagai narapidana. Tentu hal ini cukup aneh mengingat statusnya sebagai narapidana,” jelas Sukamta di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1) 
Sukamta berharap Pemerintah Myanmar dapat secara cepat mengungkap kasus penembakan ini.
“Saya juga berharap kasus penembakan aktivis hukum pembela minoritas Rohingya ini untuk menjadi perhatian dunia Internasional. Sudah sejak lama kita mendengar banyak tekanan dialami para aktivis kemanusiaan di negeri tersebut,” jelas Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini.
Sukamta mendorong ini didasarkan atas persoalan pelanggaran HAM dan tragedi kemanusiaan yang perlu diberikan perhatian.
“Saya kira tidak ada niatan kita mencampuri urusan dalam negeri Myanmar. Persoalan kemanusiaan bersifat universal, apalagi ini menyangkut dugaan genosida minoritas Rohingya,” tutur Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri (BPPLN) DPP PKS ini.
Atas kejadian ini, Sukamta juga berharap pihak Keduataan Besar RI di Myamar juga lebih meningkatkan perhatian dan keamanan warga negara RI di sana, khususnya para relawan kemanusiaan yang terlibat dalam upaya membantu meringankan derita etnis Rohingya di Myanmar.
Sumber : pks.id

Politikus PKS: Usut Penyadap Percakapan Ketum MUI-SBY

thumbnailAnggota Komisi III DPR Nasir Djamil. Lukisan: Nourman Hidayat
Jakarta - Klaim penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menyatakan memiliki bukti percakapan antara Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 6 Oktober 2017 disorot banyak pihak.
Jika Ahok benar-benar memiliki bukti tersebut maka hal itu sebuah pelanggaran hukum.
Menurut Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil, penegak hukum perlu melakukan pengusutan. "H‎al ini perlu diusut serius aparat penegak hukum. Ini akan sangat berbahaya kalau kemudian hukum dibawa ke kepentingan politik, apalagi melibatkan misalnya orang-orang yang memiliki otoritas penyadapan," kata Nasir di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (1/2/2017).
Pengusutan itu dinilai perlu untuk mengungkap siapa pihak yang menyadap perbincangan Ma'ruf Amin dengan SBY. Menurut dia, sepengetahuannya yang bisa melakukan penyadapan adalah aparat penegak hukum, seperti penyidik.
"Kalau penyidik yang melakukan, apa urusannya dia menyerahkan informasi itu kepada Ahok atau pengacara Ahok, ini serius harus diusut," ungkap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Dia juga mengkritik ucapan Ahok di persidangan yang akan memproses hukum Ma'ruf Amin. Tindakan tersebut dianggapnya sebagai bukti Ahok memiliki backing. "Yang back-up dia (Ahok) menurut saya orang kuat. Karenanya dia berani sesumbar itu di depan pengadilan," katanya.
Sumber: sindonews.com

Hentikan Kriminalisasi Terhadap Ulama

thumbnailIlustrasi
Serang (1/2) - Belakangan ini, kabar mengenai kriminalisasi terhadap para ulama yang tergabung dalam GNPF (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa) MUI kian berkembang dan meresahkan masyarakat. Tidak terkecuali Najib Hamas, selaku Wakil Fraksi PKS DPRD Provinsi Banten yang menyatakan protesnya terhadap pemerintah.
Najid menuturkan bahwa tindakan tersebut dinilai kurang etis dilakukan oleh negara kepada para ulama khususnya, dan umat Islam umumnya. Ia juga menyampaikan, bahwa tindakan tersebut telah mempengaruhi citra Islam sebagai agama yang toleran terhadap perdamaian dan perbedaan.
"Kriminalisasi ulama dan ormas Islam itu seolah-olah mengarahkan bahwa Umat Islam itu intoleran dan menggangu kebhinekaan. Ini adalah anggapan yang terbalik," ungkapnya.
Najib juga mejelaskan, jika menilik sejarah, Umat Islam memiliki peran besar terhadap persatuan NKRI.
"Umat Islam ini adalah pemegang saham terbesar dalam perjalanan bangsa menjaga keutuhan NKRI. Jika ada pihak yang meragukan partisipasi dan semangat umat Islam dalam hal ini, berarti yang bersangkutan harus belajar lagi mengenai sejarah bangsa ini," jelas Najib.
Berkaitan dengan penegakan hukum, Najib mendukung penegakan hukum yang adil dan tidak tebang pilih.
"Kami mendukung seutuhnya upaya penegakkan supremasi hukum, tidak tebang pilih dan sekaligus mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, serta mendukung para ulama yang sumbangsihnya sangat besar untuk bangsa ini," tutup Najib.
Sumber : pks.id

Tuesday 31 January 2017

Kebijakan Presiden Trump Meresahkan

Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Rofi Munawar
Jakarta (30/1) – Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Rofi Munawar memandang kebijakan Presiden Donald Trump tentang pelarangan warga dari negara muslim untuk berkunjung ke Amerika Serikat (AS) telah menimbulkan keresahan.
Kebijakan tersebut dinilai akan semakin menyulitkan dialog antara dunia Islam dan barat untuk membangun kondisi dunia yang lebih kondusif.
“Kebijakan Presiden AS Donald Trump didasari atas asumsi dan prasangka berlebihan terhadap Islam. Trump menganggap bahwa Islam adalah radikalisme negara dan tindakan terorisme, padahal Islam adalah beragam aspek yang tidak berdiri sendiri dan sudah terbukti memiliki kontribusi besar terhadap peradaban dan perdamaian dunia,” tegas Rofi di Jakarta, Senin (30/1).
Diketahui, pada Jumat pekan lalu (27/1), Presiden Trump telah menandatangani surat perintah untuk melarang warga dari tujuh negara Muslim memasuki AS selama 90 hari mendatang. Ketujuh negara ini adalah Suriah, Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan dan Yaman. Aturan ini juga mencakup larangan selama 120 hari bagi pengungsi dan menghentikan arus pengungsi dari Suriah.
Legislator yang baru saja menghadiri pertemuan tahunan Parliamentary Union of the OIC Member States/Parlemen Negara-negara OKI (PUIC) di Bamako Mali pada tanggal 21 – 28 Januari 2017 ini menambahkan, secara umum kebijakan Trump menunjukan bahwa proses dialog tidak menjadi prioritas utama dalam membangun diplomasi dengan negara-negara berpenduduk mayoritas muslim.
Di sisi lain, Rofi menduga bahwa kebijakan Trump ini didasari oleh kekhawatiran yang berlebihan terhadap aksi terorisme dan perubahan kebijakan yang cenderung proteksionis.
“Sesungguhnnya sejak kampanye pemilihan Presiden AS kita bisa menangkap ketidaksenangan Trump terhadap dunia Islam, namun dari kebijakan yang dikeluarkan semakin menegaskan bahwa Trump kesulitan menemukan formula terbaik menghadapi krisis yang sedang terjadi di Amerika Serikat. Trump dengan kebijakannya ini telah mempersonalisasi masalah Islam menjadi masalah seluruh Amerika. Padahal dengan sikap seperti itu, akan semakin membuat negara tersebut mengalami kerugian luar biasa dan secara tidak sadar perlahan-lahan akan terkucil dari pergaulan insternasional,” ujar Rofi.
Akibat kebijakan tersebut, protes tidak hanya terjadi dari luar, namun juga terjadi di berbagai negara bagian AS sendiri. Bahkan sejumlah perusahaan teknologi seperti Google dan Apple menyatakan kekecewaan mereka terhadap kebijakan imigrasi Presiden Trump yang melarang warga dari tujuh negara mayoritas muslim memasuki AS.
Sabtu 21 Januari 2017 waktu setempat, dalam pidato politik pertamanya sebagai presiden Amerika Serikat ke-45, Presiden Trump menjadikan perang terhadap kelompok radikal Islam sebagai salah satu prioritas utama kebijakan luar negeri pemerintahan barunya.
Trump sendiri telah lama mengkritik Barack Obama, presiden AS ke-44, karena menolak menggunakan kalimat “radikal Islam.” Ia berulang kali menegaskan penggunaan frase ini akan berdampak besar dalam perang melawan teror.
Sumber : pks.id

Khidmat Untuk Rakyat, PKS Gelar Donor Darah

thumbnailIlustrasi
Jakarta (30/1) - Partai Keadilan Sejahtera menggelar acara donor darah dan medical check up di Kantor Dewan Pengurus Pusat (DPP), Jln. TB. Simatupang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan (30/1).
Acara yang akan berlangsung hingga siang hari ini bertujuan untuk mewujudkan khidmat PKS terhadap Rakyat. Hal ini disampaikan oleh Ketua Bidang Kesejahteraan Rakyat, Fahmy Alaydroes.
"Acara ini diselenggarakan dalam rangka berkhidmat untuk rakyat," ujar Fahmi
Fahmi juga menyampaikan, bahwa kebutuhan masyarakan akan darah sangat tinggi. Sehingga, PKS merasa perlu mengambil peran terhadap permasalahan ini.
"Acara ini diperintahkan langsung oleh Ketua MS. Karena, beliau tau betul kebutuhan umat akan darah sangat tinggi, sedangkan ketersedian darah di PMI masih sangat terbatas. Kita, sebagai partai politik yang berkhidmat kepada rakyat, dirasa perlu untuk mengambil peran ini," terang Fahmi.
Selain pelaksanaan donor darah, Fahmi menuturkan bahwa acara tersebut akan menjadi ajang penyadaran para kader PKS terhadap kesehatan.
"Selain donor darah, kita juga ada medical check up. Hal ini bertujuan agar para aktivis bisa lebih memperhatikan mengenai kesehatan mereka," tutup Fahmi.
Sumber : pks.id

Friday 27 January 2017

Bangun Negara Lewat Pendidikan, PKS Canangkan Aam Tarbawi 212

thumbnailPara anak kader mengikuti lomba futsal sarung DPC PKS Kramat Jati sebagai bagian dari pendidikan karakter (ilustrasi)
Jakarta (26/1) - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mencanangkan program Aam Tarbawi 212. Ketua Bidang Kaderisasi DPP PKS Amang Syafruddin mengatakan bahwa Aam Tarbawi adalah tahun pendidikan.
"Selamanya pendidikan adalah kebutuhan. Kebutuhan ini tentu saja tidak bisa kita ambil tahun per tahun, akan tetapi Aam Tarbawi dimaksudkan dalam rangka memberikan concern atau perhatian lebih luas dan lebih dalam lagi akan pentingnya pendidikan dimanapun kita berada," kata Amang di Gedung DPP PKS Jakarta Selatan, Kamis (26/1/2017).
Adanya nomor 212, kata dia, adalah mengambil spirit Aksi Damai 212. PKS berharap mudah-mudahan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT dari spirit tersebut.
"Dua artinya dua orang, tidak boleh sendirian. Di situlah kita harus berjamaah atau berorganisasi. Karena jamaah, minimal memang diukur dua orang. Dan dua orang yang bekerja sama inilah diharapkan menghasilkan 12, yakni 12 kader atau 12 simpatisan dan 12 orang yang bisa dibina selanjutnya untuk membangun negara yang kita cintai ini," ujarnya.
Target dicanangkannya Aam ini, katanya, pertama untuk memenuhi capaian amanat Munas dua juta kader. Tahun ini PKS mencanangkan 380 ribu kader, kemudian 30 ribu murabbi (pembina atau pendidik) dan 6.000 kader yang betul-betul bisa terbina baik dan bisa dipertanggungjawabkan kontribusinya baik terhadap masyarakat ataupun bangsa yang kita cintai ini.

Pendidikan yang dimaksudkan adalah pendidikan yang bisa memberikan pola. Dalam pengertian membentuk masyarakat yang betul-betul bisa diberdayakan. Seluruh kader di Indonesia diharapkan bisa menyambut dan bersemangat baik.
"Karena kita sepakat bahwa pendidikan memang bukan segalanya, tapi segalanya tidak mungkin tanpa pendidikan. Pendidikan adalah pusat pembangunan sebuah bangsa. Lalai dalam pendidikan dalam satu kurun waktu saja, maka bangsa akan mengalami keterpurukan. Kita tidak ingin itu terjadi di Indonesia khususnya umat Islam. Oleh karena itu seluruh kader (PKS) dan anggota harus bergerak bersama untuk membangun negara dengan pendidikan," pungkasnya. (msm)
Sumber : pks.id

MENYIKAPI HOAX

thumbnailPresiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mohamad Sohibul Iman
MENYIKAPI HOAX
OLEH MOHAMAD SOHIBUL IMAN,Ph.D.
PRESIDEN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS)

Akhir-akhir ini ruang publik kita dipenuhi dengan percakapan berita bohong atau hoax. Ini tentu meresahkan kita semua. Banyak pihak bertanya-tanya, kenapa hal ini bisa terjadi?
Secara garis besar, kita bisa melihat fenomena ini sebagai cerminan dari tiga hal. 
Pertama, terbiarkannya isu-isu krusial yang terus berkembang di masyarakat namun belum mendapatkan penjelasan yang memadai dari pihak yang berwewenang. Pemerintah tampak begitu gagap dan lambat dalam menjawab isu-isu krusial tersebut sehingga meresahkan publik.
Ironisnya, bukan hanya tidak memberi kejelasan atas permasalahan yang berkembang, pemerintah justru seakan-akan ikut andil dalam menciptakan suatu kondisi yang menyebabkan tumbuh suburnya hoax di tengah-tengah masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari buruknya koordinasi antara Presiden dan para anggota kabinetnya dalam menyikapi suatu permasalahan yang muncul serta berbagai pernyataan publik yang mereka sampaikan.
Ambil contoh bagaimana Pemerintah dalam hal ini penegak hukum tampak begitu lambat dalam merespon tuntutan publik terkait dengan kasus dugaan penodaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (BTP). Penegak hukum terkesan seolah-olah pasang badan dan melindungi Saudara BTP sehingga sikap itu berhasil memantik amarah publik. Di saat yang sama, kondisi ini diperparah dengan tindakan yang cenderung represif dari pemerintah yang mana hal tersebut justru menimbulkan masalah baru di tengah-tengah masyarakat. Ketidakmampuan Pemerintah menyikapi kasus tersebut semakin menguatkan kecurigaan publik atas adanya agenda tertentu sehingga menjadikan kasus tersebut bola liar yang dapat mencipatkan instabilitas sosial dan politik nasional.
Respon pemerintah dalam isu tenaga kerja asing dan hegemoni Tiongkok di kawasan termasuk terhadap Indonesia terlihat juga kurang meyakinkan. Kegamangan pemerintah ini seolah-olah menjadi pembenaran atas keresahan publik di tengah-tengah kondisi ketidakadilan sosial-ekonomi yang semakin memburuk. Tidak heran jika publik pun menaruh rasa curiga terhadap informasi yang disuguhkan oleh pemerintah karena dianggap informasi tersebut berat sebelah, sarat keberpihakan dan diduga menjadi instrument propaganda.
Kedua, fenomena hoax bisa jadi merupakan cerminan dari kegagalan media mainstream sebagai referensi publik yang dapat dipercaya. Di saat pemerintah mengalami krisis kredibilitas, ternyata media juga kurang mampu meneguhkan dirinya sebagai referensi publik dalam mendapatkan informasi yang kredibel. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh dua hal. Pertama, kualitas produk jurnalistik yang terkadang kurang memperhatikan standar dan kode etik jurnalistik. Kedua, rapuhnya independensi media dalam bekerja.
Dalam konteks kualitas jurnalistik, terkadang media turut andil dalam menciptakan hoax dan menyulut konflik di tengah-tengah masyarakat. Sebagai pilar demokrasi, seharusnya jurnalistik mengusung jurnalisme edukatif yang mencerahkan sehingga publik memiliki kesadaran luhur menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan persaudaraan.  Bukan justru menyulut sengketa dan konflik. Prinsip “bad news is good news” sangat tidak baik bagi demokrasi dan persatuan bangsa. 
Banyak media yang tersandera oleh kepentingan pemilik modal yang juga seorang politisi atau pendukung kekuatan politik tertentu. Media sebagai salah satu pilar terpenting demokrasi telah kehilangan independensinya. Sehingga media menjadi partisan dan jurnalis pun menjadi petugas partai. Ini memprihatinkan dan tentunya tidak kita harapkan.
Yang ketiga adalah faktor media sosial. Semakin menurunnya kepercayaan publik kepada pemerintah dan media mainstream dalam memperoleh informasi, mendorong mereka berkreasi sendiri dengan mengakses atau bahkan memproduksi sendiri informasi. Media sosial akhirnya menjadi lahan yang subur untuk tumbuhnya berbagai macam informasi. Namun sayangnya, meningkatnya peran media sosial tidak diiringi dengan kecerdasan literasi publik. 
Darurat kecerdasan literasi telah membuat ruang publik digital kita tercemari dengan informasi yang memicu permusuhan. Melimpahnya informasi terkadang membuat kita terlihat seperti orang yang tidak terdidik (untuk tidak mengatakan bodoh). Dengan mudah kita share info-info sampah, bahkan dengan info-info itu kita tebarkan ujaran kebencian dan fitnah. 
Boleh jadi ini paradoks paling heboh di era media sosial: makin melimpah informasi bukan membuat kita semakin bijak dan penuh hikmah tetapi justru membuat kita semakin ceroboh dan gemar tebarkan fitnah.
Pada kasus ekstrim, ujaran kebencian dan hoax itu timbulkan irreversible damage yakni kerusakan korban yang tidak bisa dipulihkan. Itu kerugian besar. Petaka bagi semua.
Di media sosial ada orang atau kelompok yang hobinya menghasut. Ada juga orang atau kelompok yang dengan mudah dihasut. Jadilah kolaborasi antara penghasut dan terhasut sehingga semua pihak menjadi kusut. Ada orang atau kelompok yang hanya bisa eksis dengan menghasut. Hakikatnya mereka itu pengecut. Mereka sorak sorai bila kita layani. Kita tinggalkan mereka akan mati sendiri. 
Jika demikian, bagaimana kita menyikapi fenomena hoax ini? 
Pertama, Pemerintah harus mampu merespon isu-isu krusial yang berkembang di masyarakat secara cepat, tepat dan akurat. Keresahan publik harus dijawab dengan bukti dan nalar argumentasi, bukan tindakan represi. Integritas harus dikedepankan dengan satunya ucapan, tindakan dan kebijakan. Pernyataan dan sikap yang saling lempar tanggungjawab semakin menunjukkan inkompentsi pemerintah dalam mengelola negara. Inkompentensi ini akan melahirkan kegamangan kolektif di benak publik. 
Kedua, mari kita dorong bersama agar peran pers atau media kembali kepada khittahnya sebagai penyambung lidah rakyat. Kembalikan jurnalis sebagai petugas rakyat, bukan petugas partai atau petugas pemilik modal. Demokrasi membutuhkan pers yang sehat, pers yang cermat, pers yang berdiri dengan kaki sendiri yang senantiasa berjuang dengan menegakkan prinsip-prinsip kebenaran yang mereka yakini bukan didorong oleh kepentingan modal dan politik praktis. 
Ketiga, pemerintah, pers, civil society dan tentunya partai politik harus bersama-sama mengkampanyekan pentingnya membangun kecerdasan literasi publik dalam mengakses dan memproduksi informasi. Hoax adalah tindakan yang tidak dibenarkan oleh siapa pun, dan harus dijadikan musuh bersama karena merugikan semua pihak dan menceraiberaikan keutuhan bangsa. 
Di saat yang sama publik harus dibekali dua hal: kesadaran moral dan kesadaran operasional. Kesadaran moral penting ditumbuhkan karena berbohong dan menyebarkan kebohongan adalah tindakan yang tidak bermoral dan tidak dibenarkan oleh agama manapun.
Sedangkan kesadaran operasional memberikan edukasi terkait bagaimana menggunakan media sosial yang beradab.  Pastikan kita memahami, mengkonfirmasi dan memverifikasi terlebih dahulu informasi yang kita terima sebelum kita menyebarluaskan. Dan kita harus cegah dan lawan perilaku hoax di sekitar kita. Mulai dari diri sendiri dan lingkungan terdekat kita. 
Kesadaran moral dan operasional ini harus menjadi kerja kolektif bersama semua pihak. Pemerintah, pers, civil societydan partai politik bisa menjadi motor dalam mengkampanyekan ini. Kebohongan tidak akan pernah bisa bertahan selama kebenaran masih ada yang mempercayainya dan istiqomah memperjuangkannya.
Sumber : pks.id

Libatkan Masyarakat dalam Program Pembangunan

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa (Foto: Gilang/ Humas Fraksi PKS DPR RI)
Jakarta (26/1) – Anggota Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa mendorong agar pemerintah, baik di pusat maupun daerah, untuk melibatkan masyarakat dalam program pembangunan.
Oleh karena, Ledia menilai dalam berbagai kebijakan yang dikeluarkan selama ini, masyarakat cenderung hanya menjadi penerima atau objek program.
“Tak hanya jarang dilibatkan dalam proses lahirnya kebijakan, pelaksanaan program pun masih jarang mengikutkan peran serta masyarakat. Kondisi ini memberi andil atas tidak maksimalnya pencapaian satu program, kebijakan maupun beragam regulasi,” jelas Ledia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/1).
Ledia menyebut, undang-Undang atau Perda misalnya menjadi banyak yang tidak terlaksana dengan baik karena masyarakat belum terdorong untuk berperan aktif secara maksimal.
“Contohnya saja, dalam upaya menghentikan KDRT, dalam melaksanakan perlindungan anak, dalam memenuhi hak penyandang disabilitas, sebenarnya peran serta masyarakat amat sangat berpengaruh untuk melakukan tindak preventif, untuk menumbuhkan budaya menghargai dan melindungi keluarga, anak serta masyarakat disabilitas.” Jelas Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Kota Bandung dan Kota Cimahi ini.
Untuk menaungi payung hukum di atas , telah ada Undang-Undang terkait KDRT, Perlindungan Anak dan Penyandang Disabilitas. Meskipun demikian, dalam implementasinya kerjasama di tengah masyarakat antara warga, tokoh masyarakat maupun komunitas seperti perkumpulan di RT dan RW yang bisa dengan cepat mengantisipasi dan mengatasi bila muncul kasus terkait KDRT, permasalahan keluarga, kekerasan pada anak pun pengabaian hak penyandang disabilitas.
“Terkait upaya melibatkan masyarakat ini, maka kita perlu mendorong Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk lebih memberikan dorongan dan peluang pada masyarakat untuk berperan aktif dalam program pembangunan. Dimulai dari menjaring dan menimbang masukan masyarakat dalam proses lahirnya kebijakan, hingga memunculkan kebijakan atau regulasi yang dapat secara aktif mendorong masyarakat ikut berperan melaksanakan kebijakan tersebut,” papar Ketua Bidang Perempuan DPP PKS 2005-2010 ini.
Di lain sisi, Ledia juga turut mempromosikan program pelibatan masyarakat dalam pembangunan berupa “pendekatan gerakan” yang digagas cagub cawagub DKI Jakarta, Anies Sandi.
“Pendekatan gerakan ini akan mengajak setiap elemen masyarakat berperan aktif dalam setiap kebijakan dengan difasilitasi oleh pemerintah daerah. Sehingga setiap warga merasakan betul bahwa ibukota ini dimiliki bersama dan menjadi tanggungjawab bersama pula upaya menjaga dan memajukannya,” jelas Ledia yang menjadi salah satu tim sukses Paslon Anies-Sandi untuk menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017-2022
Sumber : fraksidpr.pks.id