SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Thursday, 11 December 2014

HNW: Pak Anies harus Hati-hati dalam Bicara



"Mulutmu Harimaumu" istilah ini harus senantiasa kita ingat karena apa yang kita ucapkan itu yang harus kita pertanggungjawabkan.
Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Anies Baswedan diminta berhati-hati dalam memberikan pernyataan. Hal itu menyusul adanya polemik terkait larangan berdoa bagi para siswa sebelum dimulai proses belajar di sekolah.
Anggota Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mengatakan, para menteri kabinet pemerintahan Jokowi khususnya Anies harus berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan kepada publik.
"Jadi sangat menyayangkan jika Pak Anis benar-benar melarang. Jadi Pak Anies harus hati-hati dalam mengeluarkan pernyataan," kata Hidayat di Jakarta, Rabu (10/12/2014) malam.
Wakil Ketua MPR itu meminta agar para menteri fokus bekerja dalam rangka membenahi kebijakan untuk kesejahteraan rakyat.
"Jadi menurut saya jangan bikin masalah yang tidak perlu dilakukan. Para menteri nanti hanya sibuk urus polemik, sehingga menghambat kerja," tegasnya.
Sebelumnya, Anies mengkritisi fenomena sekolah negeri di Indonesia yang sering menjalankan praktik agama sesuai agama mayoritas saja. Menurutnya hal itu tidak boleh terjadi.
"Sekolah negeri harus mempromosikan sikap Ketuhanan Yang Maha Esa bukan satu agama," ujar mantan Rektor Universitas Paramadina itu dalam konferensi pers usai pelaksanaan silatuhrami dengan seluruh kepala dinas pendidikan seluruh Indonesia di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Senin (1/12/2014).
Namun Anies kemudian membantah pernyataannya itu dianggap sebagai usaha menghilangkan kebiasaan berdoa di sekolah. Dia justru mengaku ingin mendorong kebiasaan berdoa sebelum dan sesudah belajar di sekolah.
"Adapun isi doa tengah dikonsultasikan dengan Kementerian Agama. Saya pernah bicara ini dengan Menteri Agama. Namun belum ada tindaklanjutnya," kata Anies.
Terkait hal ini pun KH Yusuf Mansyur telah mengklarifikasi kepada Anies Baswedan yang diperoleh informasi bahwa tidak benar kebiasaan doa para siswa saat masuk kelas dan mau belajar akan dihilangkan. Kita senantiasa berharap semoga bangsa dan negara kita senantiasa dalam lindunganNya. (islamedia/ini/js)

Kritisi Kasus Perbudakan, DPRD Sumut Sorot Regulasi Rumah Tertutup


MEDAN (11/12) - Anggota Komisi E DPRD Sumatera Utara (Sumut), Syamsul Qodri Marpaung, menyoroti kondisi rumah yang tertutup secara akses berinteraksi dengan orang luar. Hal ini dikhawatirkan jika asisten rumah tangga yang dipekerjakan di rumah tersebut tidak berasal dari perusahaan penyalur, akan sulit dilakukan pemantauan.

Oleh karena itu, Syamsul menyarankan pemerintah kabupaten/kota membuat kebijakan terkait model rumah. Menurutnya, model rumah tertutup dengan pagar tinggi lebih baik ditiadakan. Karena pada umumnya rumah-rumah seperti itu kemungkinan menjadi tempat melakukan tindak pidana.

“Kejadian-kejadian terkait tindak kriminal seperti kejahatan, perbudakan, dan penyiksaan biasanya dilakukan di rumah yang model berpagar tinggi dan tertutup. Kalau semua tertutup, jika melakukan penyiksaan maka tidak terdengar, dan asisten rumah tangga tidak bisa menjerit minta tolong,” kata Syamsul kepada pewarta di Gedung DPRD Sumut, Kota Medan pada Senin (8/12).

Syamsul menambahkan pemerintah pun perlu dilakukan penertiban dan razia terhadap rumah-rumah yang kondisinya tertutup. “Dari peristiwa di Jalan Beo Kecamatan Medan Timur, faktanya kondisi rumah tertutup. Sehingga, kemungkinan-kemungkinan kejadian di dalamnya tidak diketahui. Seharusnya, Pemkot Medan menertibkan rumah berpagar tinggi ini sebagai upaya pencegahan,” katanya.

Peristiwa penyiksaan asisten rumah tangga, ujar Syamsul, harus diusut hulu hingga hilir. Ia meyakini bahwa kemungkinan pelaku tidak seorang diri, melainkan ada jaringan. “Seperti mendapat asisten rumah tangga dari Jakarta, maka TKP di sana (lokasi kantor penyaluran-red) juga harus diusut,” jelasnya.
Apabila ternyata ditemukan bukti bahwa yang bersangkutan tidak berasal dari Jakarta, lanjut Syamsul, maka harus diusut proses penyaluran dari daerah lain tersebut. “Misalnya dari daerah Jawa atau NTT, maka harus diusut bagaimana mereka mendapat pekerja dari NTT ini? Apakah dibuka pendaftaran atau diculik di tengah jalan? Kok bisa pula diputus kontak dengan keluarganya. Bagaimana tanggung jawab penyalur? Padahal dia mendapat fee dari jasanya,” tanya Syamsul.

Anggota DPRD dari Dapil Sumut V ini juga meminta aparat kepolisian untuk melakukan pemantauan terhadap rumah yang dicurigai dan terkesan tertutup aksesnya bagi masyarakat luas.
Foto: Antara/Arif Pribadi
Sumber: PKS Sumatera Utara/http://pks.or.id

Pemerintah Diminta Jaga Momentum Pemberantasan Illegal Fishing


Jakarta (11/12) - Anggota Komisi IV DPR RI, Hermanto menilai, Pemerintah berhasil membuat momentum pemberantasan illegal fishing. Momentum itu disimbolkan dengan penenggelaman 3 kapal nelayan Vietnam di laut Anambas, Kepulauan Riau pekan lalu. Demikian disampaikan Hermanto, Kamis (11/12).
“Saya berharap pemerintah bisa menjaga momentum pemberantasan illegal fishing ini dalam jangka panjang. Bila momentum ini bisa dijaga, kita bisa mengoptimalkan potensi maritim yang kita miliki. Saya yakin kita akan mendapatkan lonjakan penerimaan negara dari laut,” kata Hermanto.
Ia mengingatkan bahwa menjaga momentum ini tidak mudah. “Para pencuri ikan sekarang ini sedang tiarap karena semua pihak saat ini sedang bahu membahu memeranginya. Tetapi mereka tentu tidak akan tinggal diam. Saat gaung pemberantasan illegal fishing melemah, tergilas oleh isu lain, mereka bisa bangkit lagi dan kembali beroperasi mencuri ikan,” kata Hermanto.
Selain itu, Hermanto juga meminta Pemerintah agar tidak ‘masuk angin’ dalam masalah ini. “Jangan cuma di awal saja bersemangatnya, tapi kemudian tidak berlanjut karena tak mampu mengatasi berbagai tantangan yang muncul," ujar legislator PKS dari dapil Sumatera Barat I yang meliputi Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang, Kota Padang Panjang, Kota Sawah Lunto, dan Kota Solok ini.
Pasca penenggelaman 3 kapal nelayan Vietnam, Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap 22 kapal Cina di Laut Arafura. Kapal-kapal ini diduga mencuri ikan karena melewati batas izin tangkap (fishing ground). Bea Cukai dalam sebulan terakhir menangkap 2 kapal pencuri ikan berbendera Filipina. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) telah bertekad mengerahkan seluruh armada kapal perangnya untuk menjaga kedaulatan NKRI, termasuk didalamnya menangkap kapal asing pencuri ikan.
Disamping itu, Menteri KKP Susi Pudjiastuti telah menandatangani surat keputusan pembentukan Satuan Tugas Pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing. Satgas ini beranggotakan orang-orang dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Direktorat Jenderal Bea Cukai, hingga Kepolisian. Satgas bertugas memverifikasi kebenaran data di lapangan dengan data yang diterima dan menginvestigasi pelanggaran undang-undang yang terjadi.

Sumber : http://pks.or.id