SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Friday 6 January 2017

Tolak Penggunaan Dana Setoran Haji untuk Infrastruktur

thumbnailIlustrasi Jamaah Haji
Jakarta (5/1) – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba lubis menolak penggunaan dana setoran haji untuk membiayai pembangunan infrastruktur oleh Kementerian agama.
Menurut Iskan, penggunaan dana setoran haji yang telah ditempatkan pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau instrumen sukuk itu harus sesuai peruntukannya dan harus melalui pembahasan dengan komisi VIII DPR RI.
"Selama ini Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang telah direview oleh dewan syariah nasional (DSN) adalah sukuk ritel, dengan masyarakat memodali pembangunan infrastruktur. Namun terkait penggunaan dana setoran haji oleh kementerian agama  untuk itu, saya tidak tahu jangan-jangan Dewan Syariah Nasional (DSN) belum tahu,"kata Iskan di Jakarta, Kamis (5/1).
Selain itu menurut Politisi PKS dari Dapil Sumatera Utara I ini, penggunaan dana setoran haji yang tak sesuai peruntukannya itu dilakukan tanpa sepengetahuan komisi VIII DPR RI.
"Sampai saat ini, belum ada pembahasan antara kementerian agama dengan komisi VIII, apalagi persetujuan," papar Iskan..
Padahal, Iskan menambahkan bahwa penggunaan dana setoran haji yang tidak sesuai peruntukannya itu bisa menimbulkan masalah, di antaranya seperti kesulitan dalam menghitung ujroh (imbalan hasil) infrastruktur yang merupakan kewajiban Negara.
"Jadi bagaimana sistem bagi hasilnya? Jangan Sampai  secara Syar'i menjadi kabur sangat tidak layak kalau sesuai fatwa MUI," kata Iskan.

Sumber : pks.id

Pemerintah Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab Soal Kenaikan Biaya STNK

thumbnailKader melayani pemudik dengan berbagi makanan buka Ramadhan lalu (ilustrasi)
Jakarta (6/1) – Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan Ecky Awal Mucharam menyesalkan kenaikan biaya pengurusan STNK yang baru saja ditetapkan oleh pemerintah. Ecky juga meminta untuk berhenti saling lempar tanggung jawab atas soal tersebut.
“Kenaikan biaya pengurusan STNK sebesar 2 hingga hampir 3 kali lipat itu tidak masuk akal dan membebani rakyat. Sebab kepemilikan kendaraan bermotor khususnya roda dua didominasi oleh kelas menengah ke bawah. Terlebih pemerintah terkesan saling lempar tanggung jawab atas kebijakan ini” ujar Ecky di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (6/1).
Sebagaimana diketahui, pemerintah lewat PP 60/ 2016 menaikan biaya pelayanan STNK maupun BPKB baru dan perpanjangan bervariasi dari 2 kali hingga hampir 3 kali lipat. Kebijakan ini berlaku efektif per 6 Januari 2016. Sementara data dari GAIKINDO kepemilikan motor di Indonesia mencapai 260 buah per 1000 penduduk. Banyak di antaranya dimiliki oleh penduduk kelas menengah ke bawah.
Ecky menjelaskan Pemerintah tidak punya alasan kuat untuk kenaikan harga hingga fantastis itu. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) ini pada dasarnya untuk menutup biaya barang atau jasa yang digunakan dalam pelayanan. Pemerintah mengatakan dalam enam tahun belum melakukan penyesuaian tarif sehingga perlu disesuaikan terhadap inflasi.
“Jika ini alasannya, bisa kita hitung dan semestinya hanya 25-30 persen. Kenaikan hingga 2-3 kali lipat tidak bisa dijustifikasi,” tegas Anggota Komisi XI DPR RI ini.
Sementara itu, Ecky menilai jika tujuannya adalah menggenjot penerimaan negara mestinya pemerintah mengambil langkah-langkah yang lebih kreatif dan mencerminkan rasa keadilan.
“Sementara masyarakat menengah ke atas diberikan fasilitas pengampunan pajak, masyarakat menengah ke bawah malah dibebani tambahan pungutan seperti ini. Kesannya dengan kenaikan ini pemerintah sudah kehabisan akal untuk menaikan penerimaan negara yang dua tahun ke belakang selalu defisi,” ujar wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur ini.
Oleh karena itu, Ecky menilai wajar masyarakat menengah ke bawah merasa kecewa, sebab secara bersamaan juga ada kenaikan BBM dan TDL karena kebijakan pembatasan subsidi, sementara harga-harga seperti cabai mulai merangkak naik.
“Di saat seperti ini ironisnya pemerintah malah saling lempar tanggung jawab di media. Antara Presiden yang mempertanyakan kenaikan tarif padahal beliau sudah menandatangani PP-nya, serta Menteri Keuangan dan Kapolri yang satu sama lain mengelak bahwa kenaikan ini karena usulan mereka. Pemerintah harus bisa menjelaskan dan mempertanggungjawabkan kenaikan ini,” tutup Ecky.

Sumber : pks.id

PKS Desak Pemerintah Batalkan Kenaikan Tarif Listrik dan BBM

Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini.
Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini.
JAKARTA -- Pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan harga BBM dan  TDL pada awal tahun 2017 ini. Penaikan harga BBM mulai berlaku 5 Januari 2017 untuk semua jenis BBM dengan nilai kenaikan Rp 300 per liter di semua daerah. Sementara penaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) telah berlaku lebih dulu mulai 1 Januari 2017 lalu. Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini menyayangkan keputusan pemerintah tersebut. PKS meminta pemerintah membatalkan kenaikan tersebut
"Fraksi PKS menilai dari berbagai indikator ekonomi dan kesejahteraan, rakyat masih sulit secara ekonomi, angka pengangguran masih tinggi, sementara daya beli masyarakat masih rendah," kata Jazuli Juwaini, melalui siaran persnya, Kamis (5/1).
Dengan realitas tersebut, lanjut Jazuli Juwaini, tidak bijak jika pemerintah menambah beban ekonomi rakyat dengan menaikkan harga BBM dan TDL. Maka dari itu  itu, Fraksi PKS meminta kepada Presiden untuk membatalkan atau menunda kenaikan harga BBM dan TDL karena hal ini akan menambah kesulitan dan penderitaan rakyat khususnya rakyat kecil.
Anggota Komisi I ini menyarankan agar Pemerintah fokus terlebih dahulu pada upaya peningkatan fundamental kesejahteraan rakyat sebelum mengambil kebijakan penaikan harga-harga.  Menurut pemerintah harus aktif menciptakan lapangan kerja dulu agar pengangguran bisa dikurangi drastis dan daya beli masyarakat meningkat signifikan. Setelah itu baru kalau mau menaikan BBM dan TDL pun rakyat tidak akan terlalu terpukul dan terbebani," kata Anggota DPR Dapil Banten ini.
“Kalau diterapkan dalam kondisi ekonomi rakyat yang sulit saat ini, lanjut Jazuli, jelas ini akan menjadi "kado pahit" tahun baru 2017,” ucap Jazuli
Terkait TDL, terdapat penambahan satu golongan tarif baru, yaitu rumah tangga mampu dengan daya 900 VA. Golongan tarif ini dahulu merupakan golongan tarif R-1/900 VA. Akibatnya, sebanyak 18,9 juta pelanggan listrik 900 VA yang masuk dalam kategori Rumah Tangga Mampu (RTM) akan mengalami ‎pencabutan subsidi secara bertahap mulai 1 Januari 2017.

Sumber : republika.co.id