SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Thursday, 26 January 2017

FPKS Berharap Pemilu 2019 Lebih Berkualitas dan Demokratis

thumbnailKetua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini
Jakarta (26/1) – Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini berharap agar Pemilu 2019 dapat terselenggara secara lebih demokratis dan berkualitas. Oleh karena, hal itu berkaitan untuk menghasilkan kepemimpinan nasional, baik di tingkat legislatif maupun eksekutif.
“Kita di PKS ingin pemilu yang semakin demokratis dan menghasilkan kepemimpinan nasional yang lebih berkualitas,” jelas Jazuli saat memberikan sambutan dalam FGD Fraksi PKS “Pemilu dan Pengokohan Demokrasi di Indonesia”, di Ruang Pleno Fraksi, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/1).
Untuk memastikan lebih berkualitas dan demokratis tersebut, maka regulasi pemilu harus benar-benar cermat dalam mengatur dan memastikan prinsip demokrasi dan kualitas hasil pemilu.
“Dan hal itu harus tercermin dalam sejumlah isu krusial, mulai dari sistem pemilu, ambang batas, alokasi kursi per dapil, metode konversi suara,metode kampanye, hingga jaminan ketegasan sanksi dan penegakan hukum atas pelanggaran pemilu,” tegas Anggota Majelis Pertimbangan Partai (MPP) PKS ini.
Oleh karena itu, Fraksi PKS, tegas Jazuli, memberikan usulan atas beberapa isu krusial di RUU Pemilu.
“Pertama, Pemilu adalah manifestasi dari kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin secara demokratis. Untuk itu, rakyat berhak menentukan calon terpilih secara luber dan jurdil. Sementara peran parpol menyiapkan calon-calon terbaik untuk dipilih rakyat. Dengan jalan pikiran tersebut, maka sistem proporsional terbuka (suara terbuka) menjadi pilihan yang lebih demokratis,” jelas Anggota Komisi I DPR RI ini.
Kedua, ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold (PT) tetap diperlukan tapi tidak terlalu tinggi agar semaksimal mungkin suara rakyat tidak ada yang hilang. Tapi, di satu sisi, penyederhanaan parpol tetap bisa dilakukan.
“Fraksi PKS mengusulkan PT tetap, yaitu 3,5 persen. Parpol di DPR yang saat ini berjumlah 10 fraksi dirasa cukup ideal dalam konteks perpolitikan dan latar belakanga aspirasi rakyat Indonesia yang majemuk. Jika pun naik, semestinya bertahap sebesar 4 hingga 4,5 persen. Sementara itu untuk Pilpres, Presidential Threshold sebesar 20 atau 25 persen, dalam rangka penyederhanaan parpol dan penguatan sistem presidensial,” jelas Jazuli.
Ketiga, metode alih suara menjadi kursi harus menjamin keadilan dan proporsionalitas suara yang diberikan oleh rakyat dengan kursi yang diperoleh oleh parpol.
“Metode yang paling proporsional adalah Kuota Hare”, jelas wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Banten Raya ini.
Keempat, alokasi kursi per dapil harus menjamin derajat representasi yang kuat antara wakil dengan rakyat pemilih. Sehingga, tidak boleh terlalu kecil.
“Usul Fraksi PKS 3-10 dapil,” papar Jazuli.
Kelima, pelaksanaan kampanye perlu diatur standarisasinya dengan prinsip keadilan bagi setiap kontestan, terutama kampanye di media cetak dan elektronik. Hal ini untuk menghindari kampanye yang padat modal dan dimonopoli parpol atau elit parpol penguasa media.
“Untuk itu, media kampanye hanya dibolehkan melalui Lembaga Penyiaran Publik yang difasilitasi oleh penyelenggara pemilu,” tutur Jazuli.
Keenam, untuk menjamin kontrol pengawasan atas kecurangan pemilu peran saksi parpol sangat penting. “Untuk itu, setiap parpol wajib menghadirkan saksi dan dibiayai oleh negara,” tegas Jazuli.
Ketujuh, selain saksi peran dan kewenangan pengawasan oleh Bawaslu, juga harus diperkuat. Optimalisasi peran pengawasan ini sangat penting sehingga manipulasi dan kesalahan perhitungan suara dapat dicegah.
“Serta, meminimalisir terjadinya money politics yang dapat mencederai hasil pemilu,” saran Jazuli.
Hadir pula dalam kesempatan ini sebagai narasumber Bahtiar (Kemendagri), Sutriyono (Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS), Muhammad (Ketua Bawaslu RI), dan Hanta Yudha (Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia).
Sumber : pks.id

Tugas Terpenting Partai: Pendidikan Politik Rakyat

thumbnailIlustrasi
Jakarta (26/1) – Anggota Komisi II DPR RI Sutriyono menilai peran terpenting dari partai politik adalah pendidikan politik bagi rakyat. Dikarenakan, nilai Sutriyono, setiap persoalan kehidupan rakyat sangat berkaitan dengan kebijakan-kebijakan politik.
“Yang paling pokok adalah pendidikan politik bagi rakyat. Saya pikir semua partai melalukan hal itu. Karena jika rakyat tahu persoalan politik pasti akan terjadi konsolidasi politik. Karena semua hal dari kita itu ditentukan oleh kebijakan-kebijakan politik,” jelas Sutriyono dalam FGD ‘Pemilu dan Pengokohan Demokrasi di Indonesia’ di Ruang Pleno Fraksi PKS, Rabu (25/1).
Jika rakyat memiliki pendidikan politik yang baik, maka dapat menjadi alat kontrol, khususnya dalam kebijakan yang dilahirkan oleh partai penguasa. Termasuk, untuk menentukan apakah benar klaim pro rakyat partai penguasa dalam setiap program-program yang dikeluarkan.
“Setiap mereka yang berkompetisi, dan dia menang, tentu akan mewujudkan setiap programnya. Apakah dia pro rakyat atau tidak, tentu akan ditentukan pada penguasa yang memiliki legitimasi. Di sinilah peran rakyat untuk mengawasi persoalan abuse of power yang dilakukan penguasa tersebut,” jelas wakil rakyat PKS dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah III ini.
Oleh karena itu, Sutriyono mencontohkan di internal PKS, pendidikan politik untuk rakyat, terlebih bagi para kader, telah berjalan dengan baik. Hal itu selaras dengan platform PKS sebagai Partai Dakwah. Sehingga, apapun perjuangan yang dilakukan oleh PKS, adalah bagian dari ibadah.
“Bagi PKS ada pemahaman, bahwa ada agama dan negara adalah konteks perjuangan untuk  ibadah. Jadi kalau ada yang jadi caleg PKS, lalu berkorban adalah untuk ibadah. Kalau kita menang, berarti itu perjuangan. Kalau kalah, berarti takdir,” jelas Sutriyono.
Selain Sutriyono, hadir pula dalam FGD ini Bahtiar (Dirjen Politik Dalam Negeri Kemendagri RI), Muhammad (Ketua Bawaslu RI), dan Hanta Yudha (Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia).
Sumber : pks.id