SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Sunday 11 May 2014

Beginilah Umar bin Abdul Aziz Ditarbiyah Sejak Kecil


Di masa kecilnya Umar bin Abdul Aziz diutus orang tuanya Abdul Aziz bin Marwan untuk belajar adab di Madinah. Beliau meminta kepada Imam Shalih bin Kaisan untuk melakukan itu.

Adab pertama yang diajarkan gurunya adalah membiasakan shalat berjama'ah di mesjid.

Pada suatu kali ia terlambat untuk menghadiri shalat berjama'ah. Setelah ditanya oleh gurunya ia menjawab: "Tukang sisir rambutku kelamaan menyisirnya".

Gurunya berkata: "Segitunya menyisir rambut, sampai melambatkanmu untuk menghadiri shalat berjama'ah?"

Saat itu juga gurunya menulis surat kepada ayah Umar bin Abdul Aziz yang menjadi gubernur di Mesir, melaporkan hal itu.

Mendapatkan berita itu, ayah Umar bin Abdul Aziz segera mengirim tukang cukur dari Mesir ke Madinah. Sesampainya di Madinah ia terus saja menemui Umar bin Abdul Aziz. Tanpa ba bi bu langsung saja mencukur rambutnya sampai licin.

Di antara pelajaran yang bisa diambil:

1. Sebelum disekolahkan, anak-anak diajari adab terlebih dahulu.

2. Adab paling penting yang pertama sekali ditanamkan kepada anak adalah menghadiri shalat berjama'ah di mesjid.

3. Kepedulian tinggi dan kerjasama yang baik antara orang tua dan guru dalam mendidik anak.


*by Zulfi Akmal
*pkspiyungan

Peristiwa Langka, Hujan Deras Guyur Jamaah Umrah di Makkah

hujan deras di Ka'bah (googleusercontent)
Sebuah peristiwa langka terjadi Kamis (8/5) malam waktu Arab Saudi. Saat jama’ah umrah di sekitar Ka’bah, Makkah, sedang menunaikan shalat malam, tiba-tiba hujan mengguyur dengan deras. Peristiwa tersebut termasuk langka karena Makkah biasanya hanya mengalami hujan singkat rata-rata empat atau lima kali dalam setahun.

Worldbulletin melaporkan, hujan yang turun dengan deras itu justru membuat para jamaah bersemangat. Pasalnya, selain berada di tanah suci yang diberkahi, turunnya hujan juga merupakan berkah tersendiri. Saat itu, mereka berada di tempat mustajab untuk berdoa, waktu yang mustajab untuk berdoa, sekaligus situasi yang mustajab untuk berdoa. Seperti diketahui, Masjidil Haram adalah tempat mustajab, malam adalah waktu mustajab dan turunnya hujan juga situasi yang mustajab untuk berdoa.

Para jamaah umrah juga semakin bersemangat melakukan thawaf. Di bawah guyuran hujan, dengan semangat mereka mengelilingi ka’bah dan melantunkan takbir dengan penuh kekhusyu’an. [IK/bersamadakwah]

Bocoran Gerindra, 3 Cawapres PKS Lebih Mendulang daripada Hatta

 
Ketua DPP PKS Ansory Siregar mendapat bocoran dari Partai Gerindra seputar cawapres untuk Prabowo Subianto. Ia mengklaim kandidat cawapres dari PKS lebih diterima masyarakat ketimbang Hatta Rajasa, yang kini disebut-sebut sebagai kandidat pendamping Prabowo.

"Saya dapat bocoran dari Gerindra. Sebenarnya untuk penerimaan di masyarakat, ada yang menyebutkan berasal dari kita," ujar Ansory di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/5/2014).

Ansory mengatakan ada 3 nama kader PKS yang jika disandingkan dengan Prabowo maka elektabilitas dalam Pilpres 2014 lebih baik ketimbang duet Prabowo-Hatta. Walau begitu, Ansory menyerahkan keputusan cawapres sepenuhnya di tangan Prabowo.

"3 Kandidat kita lebih mendulang daripada Hatta. Namun, kita serahkan ke Prabowo," kata Ansory.

Menurut Ansory, PKS selalu siap dalam koalisi meskipun tidak mendapat jatah untuk menduduki kursi RI 2. Ansory mengambil contoh pada koalisi di pemerintahan SBY saat ini dan sebelumnya.

"Kita duduk dengan SBY saja nggak dapat kursi cawapres. Jadi rela tak rela, dan siap tak siap," ujar Ansory. [detiknews/pksmarpoyan/pkssiak]

Tafsir 8 Juta PKS by @Erwyn2002

Hattrick. Kata itulah yang terlintas di benak saya saat hasil suara PKS dalam pemilu legislatif diumumkan tadi malam. Dari mulut Ketua KPU Husni Kamil Manik terucap angka 8.480.204 suara yang diperoleh PKS.

Ini untuk kali ketiga PKS mendapatkan suara di kisaran 8 juta. Pada pemilu 2004 memperoleh 8.206.020 suara dan pada pemilu 2009 mendapat 8.206.955. Bagaimana kita menafsirkan ini?

Agar tidak salah tafsir, kita harus melihat --meminjam istilah Priyo Budi Santoso-- suasana kebatinan masing-masing pemilu. Mari kita lihat satu per satu.

Pemilu 2004 konflik antara Megawati dan SBY mewarnai dinamika kala itu. SBY menjadi media darling dan kian melejit namanya saat istilah "Jenderal Kok Cengeng" terlontar dari bibir mendiang Taufik Kiemas. SBY mendapat simpati publik. Citranya semakin positif. Bisa dibilang, pemilu 2004 menjadi titik awal bagi upaya pencitraan massif capres dan SBY sebagai ikonnya.

Imbasnya, Partai Demokrat yang didirikan SBY mendapat duruan runtuh. Baru ikut pemilu pertama kali, partai berlambang mercy itu memperoleh 7% suara.

PKS pun mengalami lonjakan serupa. Tidak lolos parliamentary treshold dalam pemilu 1999 sehingga harus berganti nama dari PK ke PKS, partai ini melejit.

Dalam pemilu 2009, sosok SBY begitu dominan, tak memiliki lawan setimpal. Semua partai terkena tsunami Demokrat karena suaranya turun. Hanya dua partai yang naik: PD dan PKS.

Pemilu 2014 berlangsung saat badai dahsyat masih menyisakan perih di tubuh PKS. Kurang lebih satu tahun jelang pemilu, Presiden PKS dikriminalisasi dengan tuduhan suap. Citra PKS merosot drastis. Tapi kapal yang diharapkan karam oleh musuh-musuhnya itu justru mampu bertahan dan terus berlayar. Dan angka 8 juta kembali didapat.

Banyak pihak yang menafsirkan bahwa suara PKS stagnan, mandek dan tidak mengalami perkembangan. Pendapat ini benar jika kita melihatnya pada perolehan suara an sich. Tapi, jika kita melihat secara menyeluruh termasuk suasana kebatinan setiap pemilu, maka pendapat di atas perlu dikoreksi.

Dua pemilu terakhir kita mengalami suasana yang tak normal. Jika pemilu 2009 semua partai coba dibumihanguskan, maka dalam pemilu 2014, terlihat jelas PKS yang menjadi satu-satunya partai yang ingin dihabisi.

Bercermin dari itu, angka 8 juta memiliki bobot berbeda. Pemilu 2004 ibarat ujian SD, lalu naik level ke SMP pada 2009 dan ujian SMA pada pemilu 2014. Jenjang yang berbeda tentu saja memiliki soal yang juga berbeda kualitasnya. Dan cara kita menjawab soal pun berbeda pula.

Pemilu 2004 boleh dibilang suasana yang relatif bebas bagi PKS. Musuh-musuh tak memperhitungkan mengingat dalam pemilu sebelumnya tak lolos PT. PKS tak begitu diperhatikan sehingga suaranya melonjak drastis.

Angka 8 juta kala itu merupakan suara publik yang berharap besar PKS membawa perubahan. Dan suara itu terus bertahan pada pemilu selanjutnya dengan tingkat ujian yang sungguh luar biasa.

2004 periode publik yang berharap besar. Tahun 2009 masa ketika publik masih berharap pada PKS meski SBY menerjang dengan gelombang tsunaminya. Dan pada 2014, suara itu tetap bertahan pada saat yang menurut saya menjadi critical mass PKS. Ini sungguh fenomenal.

Critical mass PKS sudah kita lalui. Kita berharap, pemilu 2019 suasana kebatinannya berlangsung normal tanpa prahara. Jika itu yang terjadi, kita layak meniup balon optimisme akan melambungnya suara PKS. Tentu saja dengan syarat evaluasi internal dilakukan dan hasilnya dieksekusi dengan optimal.

Bukankah kita tak mau membuat quatrick dengan empat kali berturut-turut memperoleh 8 juta suara?

By: Erwyn Kurniawan
Follow @Erwyn2002 on Twitter

Ketua DPP PKS Suruh Pengamat Politik Masukkan Teorinya ke Tempat Sampah



Para pengamat politik yang selama ini menggiring opini tentang hari akhir partai Islam perlu menggulung kembali teorinya dan memasukkannya ke tempat sampah, sehingga tidak menyesatkan masyarakat.

Demikian disampaikan Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Aboebakar Alhabsy, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Sabtu, 10/5).

Pernyataan Aboebakar ini terkait dengan penetapan hasil Pemilu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menjungkirbalikkan pendapat para pengamat politik yang menyatakan bahwa partai Islam telah tamat. Hasil real count KPU ini juga telah membangkitkan partai-partai Islam yang selama ini telah dikubur oleh lembaga-lembaga survei.

Aboebakar memberi contoh, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang dikatakan akan tamat, ternyata masih mendapatkan 6,79 persen suara. Sementara PAN mendapatkan 7,59 persen suara; PKB mendapatkan 9,04 suara dan PP mendapatkan 6,58 persen.

"Lembaga survei yang selama ini merilis data partai Islam akan termakan parliamentery threshold, perlu kembali mereview metodologinya, jangan-jangan ada yang kurang tepat," demikian Aboebakar. [ysa/RMOL. ]