Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini
Jakarta (15/12) – Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli
Juwaini meminta pemerintah agar meningkatkan kualitas pertumbuhan
ekonomi di tahun 2017. Hal itu disampaikan Jazuli saat memberikan
sambutan “Seminar Refleksi Akhir Tahun dan Outlook Ekonomi-Bisnis 2017”
di Ruang Pleno, Rabu (14/12).
"Fraksi PKS menghargai kerja keras pemerintah, dalam kondisi ekonomi
dunia yang kurang baik masih bisa menjaga pertumbuhan di angka 5 persen.
Meski kita juga tidak menutup mata secara kualitas mengalami penurunan
dan masih jauh dari pemenuhan target pertumbuhan 7 persen selama lima
tahun sampai 2019, seperti janji Jokowi-JK," ungkap Jazuli.
Diketahui, sampai dengan Triwulan III tahun 2016, pertumbuhan ekonomi
nasional baru mencapai 5,02 persen dengan prediksi sampai akhir tahun
mencapai 5,037%. Hal ini, nilai Jazuli, masih di bawah target
pertumbuhan yang ditetapkan 5,2 persen dalam APBNP-2016.
"Hal itu menandakan bahwa pada tahun 2016, pertumbuhan ekonomi
nasional masih stagnan, dengan kata lain pemerintah belum bekerja secara
efektif dalam mengawal perekonomian nasional," kritik Jazuli
Meski demikian, Fraksi PKS juga tidak mau hanya berpatok pada
angka-angka pertumbuhan lalu abai pada dampaknya bagi kesejahteraan
seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu catatan tentang kualitas
pertumbuhan bagi kesejahteraan rakyat dan penurunan kemiskinan sangat
penting untuk dicermati dan didalami.
"Sayangnya berdasarkan kajian tim ekonomi Fraksi PKS, pertumbuhan
ekonomi berada pada posisi yang rendah kualitasnya dengan catatan
sebagai berikut," terang Jazuli.
Pertama, pertumbuhan ekonomi rendah dalam menyerap tenaga
kerja karena banyak ditopang oleh sektor jasa yang minim penyerapan
tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja bukan lagi bersumber dari sektor
manufaktur dan sektor pertanian yang kaya akan padat karya. Akibatnya
dampak pada penurunan angka kemiskinan juga tidak signifikan.
"Tiga lapangan usaha yang mencatat pertumbuhan tertinggi dan
mendorong pertumbuhan ekonomi selama dua tahun terakhir bukanlah
lapangan usaha padat karya. Lapangan usaha yang tidak pada karya
tersebut adalah sektor Informasi dan komunikasi (9,2%), jasa keuangan
dan asuransi (8,83%) dan transportasi - pergudangan (8,2%)," papar
Anggota Komisi I DPR RI ini.
Kedua, struktur perekonomian nasional pun masih bertumpu
pada kekuatan sektor konsumsi rumah tangga, sehingga sangat rentah
terhadap gejolak inflasi.
"Pemerintah boleh berbangga, saat inflasi umum (headline inflation)
cukup rendah. Namun, pemerintah perlu memperbaiki pergerakan inflasi
harga barang-barang bergejolak (volatile food), yang jauh di atas
inflasi umum. Kelompok utama penyumbang inflasi tersebut adalah kelompok
bahan makanan. Pemerintah seharusnya sudah memiliki jurus-jurus jitu
untuk mengelola inflasi dari sisi penawaran (supply side), karena
inflasi ini telah terjadi sejak lama," kata Jazuli.
Sayangnya, lanjut Jazuli, pengelolaan inflasi lebih disasar melalui kebijakan moneter (
demand side)
yang justru kontraproduktif terhadap sektor ril. Dalam operasionalnya,
saat inflasi tinggi, bank sentral akan menyedot dana dari perekonomian
(terutama perbankan), sehingga menyebabkan suku bunga sulit untuk
turun.
Ketiga, dengan prediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini
sebesar 5,037 persen terjadi penurunan pengangguran terbuka dari 7,56
juta orang (6,18%) menjadi 7,02 juta orang (5,5%), dengan demikian
elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap penciptaan lapangan kerja
adalah 1 persen pertumbuhan ekonomi menyerap 107.206 tenaga kerja.
Elastisitas tersebut terus menurun bila dibandingkan dengan elastisitas
tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2014 elastisitas pertumbuhan ekonomi
terhadap penciptaan lapangan kerja adalah 1 persen pertumbuhan ekonomi
dapat menyerap 260.000 tenaga kerja, bahkan pada tahun 2004 setiap 1
persen pertumbuhan menyerap 400.000 tenaga kerja.
"Hasil ini masih jauh dari janji Nawacita Presiden saat kampanye yang
menargetkan teciptanya lapangan kerja untuk 2 juta orang pertahun,
sehingga totalnya adalah 10 juta orang selama 5 tahun pemerintahan.
Padahal janji ini sangat penting direalisasikan untuk peningkatan
kesejahteraan sekaligus penurunan kemiskinan," kritik wakil rakyat PKS
dari Dapil Banten ini.
Keempat, dengan kondisi tersebut, bisa dikatakan bahwa
Investasi besar-besaran di sektor infrastruktur, bahkan menyerap semua
sumber daya, mulai dari anggaran APBN, SDM, menjadi prioritas pemerintah
dalam dua tahun terakhir, ternyata tidak mampu banyak menyerap tenaga
kerja besar dan sekaligus menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi.
"14 paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan pemerintah
nyatanya juga belum efektif mendorong perekonomian ke arah yang lebih
baik, salah satunya terkait implementasi paket-paket tersebut di daerah
sejalan dengan kondisi daerah," ungkapnya.
Bahkan, lanjut Jazuli, Fraksi PKS menilai paket yang
berisi kelonggaran kepemilikan usaha yang dimiliki investor asing
(Daftar negatif investasi) bisa menjadi "bom waktu" baik bagi tenaga
kerja di Indonesia maupun bagi perekonomian nasional yang diamanatkan
konstitusi harus dikuasai negara dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
"Sebagai negara besar, kita patut dan wajib mengutamakan investor dan
tenaga kerja dalam negeri, sehingga mereka menjadi tuan di negeri
sendiri," tegas Jazuli.
Fraksi PKS menilai, buruknya kinerja ekonomi, tidak bisa dilepaskan
dari lemahnya perencanaan APBN khususnya sektor perpajakan dalam dua
tahun terakhir. Hal ini memaksa pemerintah untuk melakukan pemotongan
anggaran sebesar Rp. 133,8 Triliun, agar tidak menimbulkan defisit
anggaran yang melebihi ketentuan perundang-undangan sebesar 3 persen.
Kebijakan ini merupakan pemangkasan kedua, setelah pemotongan pertama
yang disetujui dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
(APBNP) 2016 sebesar Rp 50,01 triliun.
"Kebijakan ini, berdampak terhadap pemotongan anggaran belanja pusat
(Kementerian/Lembaga) sebesar Rp. 65 Triliun dan penundaan anggaran
belanja daerah (transfer ke daerah dan dana desa) sebesar Rp. 68,8
Triliun.
Dampak dari pemotongan ini, bisa dipastikan akan mempengaruhi kinerja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah," terangnya.
Atas semua hasil kajian Tim Ekonomi Fraksi PKS di atas, Jazuli
Juwaini meminta Pemerintah untuk serius memperbaiki kinerja perekonomian
pada tahun 2017 sehingga makin tumbuh secara berkualitas.
"Pemerintah harus bisa merancang kebijakan ekonomi yang baik dan
mengimplementasikannya secara secara efektif guna mendorong mesin
perekonomian. Sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja tinggi harus
mendapat perhatian yang lebih serius, seperti manufaktur, pertanian dan
perkebunan, agar dampak pertumbuhan ekonomi bisa dirasakan oleh
masyarakat luas," saran Jazuli.
Kerja keras dan kerja cerdas harus dilakukan pemerintah karena
tantangan ekonomi ke depan sangatlah berat, apalagi konstelasi ekonomi
dan politik global telah berubah sangat drastis. Praktis pemerintah
Jokowi-JK hanya memiliki waktu satu tahun ke depan (2017), guna
memperbaiki kinerja perekonomian nasional, mengingat pada tahun
2018-2019 sudah akan memasuki tahun rawan, dimana suhu politik mulai
memanas menjelang pemilu 2019, sudah bisa dipastikan pemerintahan tidak
akan bisa bekerja maksimal. Tahun 2017 juga diperkirakan tidak akan
mudah, mengingat pelaksanaan pemilukada serentak juga akan dimulai pada
tahun 2017.
SUMNBER :
pks.id