SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Wednesday 29 October 2014

Diprotes DPR soal PPP, Menkumham Mengaku Jalankan Perintah Jokowi




Anggota DPR RI Khatibul Umam Wiranu menilai Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly melabrak Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik terkait konflik internal di Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengaku telah telah menyelesaikan kisruh PPP menurut ketentuan yang berlaku.

"Saya tidak mau menimbulkan banyak masalah. Kita selesaikan sepanjang sudah ketentuannya begitu," kata Yasonna usai menghadiri perayaan HUT 50 Golkar di Kemayoran Jakarta Pusat, Selasa (28/10) malam, dilansir RoL.

Politisi PDIP ini mengatakan langkahnya mengesahkan kepengurusan PPP kubu Romahurmuziy sebagai upaya menjalankan amanat Presiden Jokowi yang memintanya segera menyelesaikan masalah kepengurusan PPP agar tidak memperkeruh keadaan.

Sementara itu, Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Almuzzammil Yusuf menyayangkan keputusan Yasonna Hamonangan Laoly yang mengeluarkan SK Pengesahan Kepengurusan DPP PPP baru hanya satu hari setelah dirinya dilantik. Menurutnya, Menkumham ceroboh dan telah melanggar UU No.2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik dan UU No.2 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.

"Sangat disayangkan. Menkumham lakukan intervensi dan berpihak pada salah satu kubu PPP yang sedang bertikai. Perbuatannya melanggar UU Partai Politik Pasal 24, 32, dan 33. Saya mohon maaf harus mengatakan bahwa ini adalah catatan buruk pertama Menkumham."Jelas mantan Wakil Ketua Komisi lll DPR RI ini dalam keterangan persnya 28/10/2014.

Dalam Pasal 24, kata Muzzammil, disebutkan jika ada perselisihan internal partai politik maka pengesahan perubahan kepengurusan partai belum dapat dilakukan oleh Menkumham sampai perselisihan selesai.

Sedangkan dalam Pasal 32 dan 33 UU Partai Politik, menurut Muzzammil, perselisihan internal Partai diselesaikan oleh Mahkamah Partai atau sejenisnya.

"Mahkamah Partai ini sifatnya resmi dan mengikat bagi semua partai. Harus ada dalam AD/ART karena diatur dalam UU Parpol. Jika salah satu kubu di partai politik yang bertikai tidak puas dengan putusan Mahkamah Partai dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri sampai MA." Ungkap politisi asal Lampung ini.

Jadi, tegas Muzzammil, tidak boleh ada intervensi Pemerintah dalam hal ini Menkumham dalam urusan konflik internal Partai Politik.
*piyungaonline

Dianggap Otoriter, Masyarakat Minta Pem-Bully Jokowi Dibebaskan




Pembantu tukang sate berinisial MA ditangkap penyidik Bareskrim Polri, karena diduga menghina presiden Jokowi melalui akun facebook.

“Sudah dari kamis pekan kemarin ditangkap,” ujar pengacara MA, Irfan Fahmi, saat dihubungi, Selasa (28/10). “Dia diduga menghina presiden Jokowi,” papar Fahmi. (Baca: Bully Jokowi di Facebook, Warga Ciracas Ditangkap Polisi)

Hanya saja penangkapan pembantu tukang sate ini memicu gerakan pembebasannya. Dengan tagar #SaveTukangSate.

Seperti akun @prijantorabbani, "demi solidaritas n kebebasan berpendapat ayo dukung pembebasan Tukang Sate #SaveTukangSate. Begitu juga dengan @manawa_manawa, #SaveTukangSate lawan rezim otoriter.

"Loh, kok, belum apa-apa sudah mau ikut-ikutan gaya orba?" cuit akun @kang_aden.

@DesiMezia malah menyatakan "pendukung pd kecele..Siapa sebenarnya yang ORBA" #SaveTukangSate. Begitu juga dengan @monethamrin, "pak @jokowi_do2 sdh banyak hastag #ShameOnYouJokowi di twitter tuh, tolong jangan ditangkap ya. #SaveTukangSate.

Politikus Ikhsan Modjo, melalui akun @IkhsanModjo mengatakan "Orang yang berpakaian sipil tangkap tukang sate. Jokowi punya "front pembela Jokowi".

@monethamrin menulis "Pak @jokowi_do2 mau mengingatkan pak, pasal penghinaan kepala negara sdh dicabut MK. #SaveTukangSate #ShameOnYouJokowi".

Akun @Bemz_Q ikut mencuit, "Cuma lulusan SMP, dan tukang sate (kalau infonya benar) yang mem-bully Jokowi, kenapa tidak dilakukan pendekatan baik-baik saja dulu?" ujar akun itu.

(ROL/twitter/PO)

Buruh Tusuk Sate Ditangkap, Era Paranoid Dimulai!

Mabes Polri menangkap seorang buruh tusuk sate, MA lantaran mem-bully Presiden Joko Widodo di Facebook. Bagi politikus Partai Demokrat, Ramadhan Pohan, penangkapan itu salah satu bukti Jokowi bekerja cepat.

"Buruh tusuk sate dibui, pemerintah kerja cepat. Era paranoid, antikritik di mulai," kata dia seperti dilansir Okezone, Rabu (29/10/2014).

Namun, dia berharap Presiden Joko Widodo mampu menjelaskan masalah itu ke publik. Dia menuding Jokowi mulai menunjukan kediktatorannya, dengan merasa jumawa tidak membolehkan Presiden dikritik.

Politikus asal Sumatera Utara itu mengingatkan, jika buruh tusuk sate tersebut tidak dibebaskan, tentu akan menjadi preseden buruk bagi pemerintahan Jokowi.

"Saya harus ingatkan Presiden. Ini masalah serius. Luar negeri dan publik bisa merasa demokrasi terancam," tukasnya.

Kuasa hukum MA, Irfan Fahmi mengatakan, MA ditangkap di kediamannya pada Kamis 23 Oktober 2014 oleh empat penyidik Mabes Polri, dan langsung dilakukan penahanan di Bareskrim Mabes Polri dalam waktu 1x24 jam.

MA dikatakan Irfan, ditetapakan tersangka dengan Pasal berlapis yaitu Pasal 310 dan 311 KUHP, Pasal 156 dan 157 KUHP, Pasal 27, 45, 32, 35, 36, 52 UU ITE. (pm)


*piyunganonline

Belum Apa-apa Menkumham dari PDIP ini Langgar UU Partai Politik

Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Almuzzammil Yusuf menyayangkan keputusan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Hamonangan Laoly yang mengeluarkan SK Pengesahan Kepengurusan DPP PPP baru hanya satu hari setelah dirinya dilantik. Menurutnya, Menkumham ceroboh dan telah melanggar UU No.2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik dan UU No.2 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.

"Sangat disayangkan. Menkumham lakukan intervensi dan berpihak pada salah satu kubu PPP yang sedang bertikai. Perbuatannya melanggar UU Partai Politik Pasal 24, 32, dan 33. Saya mohon maaf harus mengatakan bahwa ini adalah catatan buruk pertama Menkumham."Jelas mantan Wakil Ketua Komisi lll DPR RI ini dalam keterangan persnya 28/10/2014.

Dalam Pasal 24, kata Muzzammil, disebutkan jika ada perselisihan internal partai politik maka pengesahan perubahan kepengurusan partai belum dapat dilakukan oleh Menkumham sampai perselisihan selesai.

Sedangkan dalam Pasal 32 dan 33 UU Partai Politik, menurut Muzzammil, perselisihan internal Partai diselesaikan oleh Mahkamah Partai atau sejenisnya.

"Mahkamah Partai ini sifatnya resmi dan mengikat bagi semua partai. Harus ada dalam AD/ART karena diatur dalam UU Parpol. Jika salah satu kubu di partai politik yang bertikai tidak puas dengan putusan Mahkamah Partai dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri sampai MA." Ungkap politisi asal Lampung ini.

Jadi, tegas Muzzammil, tidak boleh ada intervensi Pemerintah dalam hal ini Menkumham dalam urusan konflik internal Partai Politik.

"Jadi SK Menkumham ini blunder dan Pimpinan DPR tidak bisa menjadikan SK yang baru ini sebagai dasar dalam pengambilan keputusan di DPR." ujarnya.

Muzzammil menyarankan agar Menkumham yang berasal dari Politisi PDIP ini mempelajari risalah sidang pembahasan UU Partai Politik.

"Saya waktu itu ikut sebagai anggota Panja UU Partai Politik. Sejarah munculnya Mahkamah Partai adalah belajar dari konflik PKB Gus Dur dan  Cak Imin. Waktu itu kita bersepakat yang boleh menyelesaikan konflik hanya internal partai. Pemerintah tidak boleh intervensi. " Paparnya.

Sedangkan penentu akhir, terang Muzzammil, adalah pengadilan yang keputusannya harus merujuk dan memperkuat kewenangan Mahkamah Partai sesuai dengan UU.

“Jadi bukan kewenangan Menkumham untuk tentukan kepengurusan yang sah suatu kepengurusan dalam konflik internal partai politik.” Terangnya.

Menurut Muzzammil, SK Menkumham syarat muatan politik dan tidak profesional dalam menjalankan amanah UU.

“SK itu menunjukkan beliau belum pelajari secara mendalam UU Parpol dan 8 Putusan Mahkamah PPP dalam menyelesaikan konflik internalnya. Saya harap Pak Laoly dapat menjaga kredibilitas dan kepercayaan yang telah diberikan Pak Jokowi." Harapnya.

Berikut ini adalah bunyi Pasal 32 dan 33 UU No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik :

Pasal 32

(1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal Partai Politik sebagaimana diatur di dalam AD dan ART.
(2) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh Partai Politik.
(3) Susunan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Kementerian.
(4) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diselesaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari.
(5) Putusan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.

Pasal 33

(1) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri.
(2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.
(3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh) hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung

*piyunganonline