SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Sunday 7 December 2014

Erdogan Bangun Istana Kepresidenan Turki 30 Kali Lebih Besar Gedung Putih


ANKARA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Sabtu (6/12/2014), mengoreksi pemberitaan media terkait istana kepresidenan baru di ibu kota Ankara.

"Anda tak perlu menyembunyikan fakta bila menyangkut prestise. Istana kepresidenan memiliki sedikitnya 1.150 kamar, bukan 1.000 kamar seperti yang dikatakan media," kata Erdogan.

Istana kepresidenan Turki yang baru dibangun di pinggiran ibu kota Ankara itu dengan biaya sekitar 615 juta dolar AS atau setara dengan Rp 7,6 triliun.

Bangunan megah itu memiliki luas 200.000 meter persegi, atau 30 kali lebih besar dibanding Gedung Putih dan bahkan lebih besar dibanding Istana Versailles Perancis.

Erdogan yang menjadi presiden pada Agustus lalu setelah menjabat perdana menteri selama lebih dari satu dekade mengatakan  akan membangun lebih banyak bangunan-bangunan megah.

"Generasi mendatang nanti akan mengatakan dari gedung-gedung itulah Turki baru dipimpin," kata Erdogan.

Kelompok oposisi Turki mengecam pembangunan istana kepresidenan itu sebagai sebuah kemewahan yang absurd yang semakin membuktikan Erdogan sudah semakin menjadi pemimpin otoriter.

"Ini bukan istana saya, istana ini bukan properti pribadi. Istana ini milik rakyat," tambah Erdogan di hadapan para pebisnis di Istanbul.

Pengunjung pertama istana baru itu adalah Paus Fransiskus pada bulan lalu yang diikuti Presiden Rusia Vladimir Putin yang menyambangi Turki pekan lalu.

sumber: KOMPAS/piyunganonline

Hasyim Muzadi: FPI itu seperti NU tahun '70 an



Indonesia yang terbuka dipandang menjadi pasar semua hal. Bukan hanya dalam bidang ekonomi, dalam bidang lainnya, seperti ideologi, politik dan budaya Indonesia juga mengonsumsi dari asing.

Demikian dikatakan Pendiri dan Pengasuh Pesantren Al Hikam Depok, KH Hasyim Muzadi dalam pidato pembukaan Silaturahim Nasional "Penguatan Aswaja dan Penanggulangan Terorisme dalam Ketahanan Nasional" kerjasama antara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Pesantren Al Hikam di Depok, Jawa Barat, Sabtu sore (06/12/2014).

Hasyim menyebut, dalam masalah manhaj, baik yang "keras" maupun yang "sembrono" akhirnya juga masuk ke Indonesia. Manhaj yang sembrono itu disebut sebagai kalangan Liberal, sementara yang keras banyak sekali ragamnya. Hasyim menyebut termasuk di antara yang radikal itu adalah kelompok Salafi, Wahabi, Mujahidin, Syiah, dan Ikhwanul Muslimin.

"Salafi itu dulu mereknya NU yang kuno, istilahnya mereka ambil tanpa izin. Dulu Syiah tidak masuk sekarang tertata rapi. Ikhwanul Muslimin sekarang ada di setiap kota di Indonesia," kata Hasyim.

Sementara saat menyebut Front Pembela Islam (FPI), Hasyim mengecualikan dari kelompok-kelompok yang sebelumnya dia sebut. FPI disebut mantan Ketua Umum PBNU ini sebagai NU di era '70 an. "Ketika NU masih marah-marah sama Golkar dan Koramil," ungkap Hasyim.

Di era'70 an, kata Hasyim, saat Golkar masih menggurita dan tidak bisa dikalahkan, NU sangat galak. Tetapi kemudian NU mengalami apa yang disebutnya sebagai adaptasi sehingga bisa seperti sekarang. Momentum adaptasi itu mulai dilakukan setelah 1984.

Hasyim pun mendoakan FPI atas sikap yang mereka ambil sekarang. "Mudah-mudahan slamet, Allahumma Amin," katanya.

red: shodiq ramadhan

sumber: suara-islam.com/piyunganonline

Dampak Buruk Jika Petral Dibubarkan

Keberadaan PT Pertamina Energy Trading Limited atau Petral selalu menarik untuk dibahas. Banyak tudingan yang menyebut anak usaha Pertamina ini adalah sarang mafia migas dan hanya membuat negara rugi.

Pemerintah Joko Widodo kemudian memperlihatkan keseriusannya dalam memberantas mafia migas. Belum lama ini, Kementerian ESDM membentuk Tim Reformasi Tata kelola Migas yang dikomandoi Faisal Basri. Tim ini diharapkan dapat memberantas praktik mafia migas serta melihat kinerja Petral selama ini.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyebut di bawah komando Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi, Faisal Basri, sedang menelusuri jejak kinerja Petral. Menurutnya, bila terkait fungsi dan kontrol berada di bawah kewenangan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno.

"Bila ini ada pemanfaatannya dilanjutkan, kalau banyak mudaratnya ya (keputusannya) diserahkan ke Pertamina," kata Sudirman di Jakarta, Rabu 26 November 2014.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Mariani Soemarno Soewandi menyatakan bakal mengkaji kembali keberadaan PT Pertamina Trading Limited atau Petral. Apalagi, perusahaan trader minyak dan gas ini dinilai merugikan negara.

"Masih belum kita lihat (untung dan ruginya), kalau saya lihat sih banyak ruginya," ucap Rini.

Namun demikian, pembubaran Petral disebut bukan solusi memberantas mafia migas di Indonesia. Bahkan pembubaran Petral disebut akan merugikan negara.

Inilah 5 dampak buruk jika Petral dibubarkan.

1. Indonesia kehilangan BBM subsidi

Direktur Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menyebut keberadaan Pertamina Energy Trading Ltd atau Petral sangat dibutuhkan dalam pengelolaan migas Indonesia. Jika anak usaha Pertamina ini dibubarkan maka Indonesia tidak lagi mendapatkan BBM subsidi.

Menurut Komaidi, hampir 70 persen BBM subsidi dalam negeri dipasok oleh anak usaha Pertamina ini.

"Kalau dibubarkan yang dikorbankan pasokan BBM kita, pasar minyak cuma ada lima salah satunya Singapura, karena menyangkut hajat orang banyak, tidak ada BBM sehari apalagi satu bulan, mobilitas transportasi akan terganggu," ujarnya di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (6/12).

2. Pembubaran Petral tidak akan hilangkan mafia migas

Sekretaris SKK Migas, Gde Pradnyana menyebut pembubaran Petral tidak akan menyelesaikan masalah mafia migas di Indonesia. Pasalnya, mafia tidak berada di satu lokasi namun sudah ada dari hulu sampai hilir sektor migas Indonesia.

"Petral dibubarkan tetap aja di situ. Dari hulu sampai hilir. Tidak cukup membubarkan Petral. Petral dibubarkan tidak selesai," ucap Gde dalam diskusi di FX, Senayan, Jakarta, Rabu 24 September 2014.

Menurut Gde, hal pertama yang harus dilakukan dalam memberantas mafia migas adalah membenahi sistem ekspor impor minyak bumi Indonesia. Saat ini, Indonesia dinilai merugikan diri sendiri melalui ekspor dan impor minyak dengan menggunakan harga spot market.

"Sistem ekspor impor minyak bumi harus dibenahi. Gap produksi dan konsumsi kita makin besar dan akan makin banyak impor. Pembelian secara spot market diperbaiki, sistem ekspor impor BBM tersebut dibenahi," tutupnya.

3. Pembubaran Petral ganggu hajat hidup orang banyak

Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Salamuddin Daeng mengaku tidak setuju dengan rencana pembubaran PT Pertamina Energy Trading Ltd atau Petral. Pembubaran Petral disebut akan mengganggu hajat hidup orang banyak karena anak usaha Pertamina ini merupakan BUMN strategis.

"Jangan dihancurkan karena menyangkut BUMN stratetis, menyangkut hajat hidup orang banyak,"ujarnya di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu 6 Desember 2014.

Menurut dia, jika Petral dibubarkan maka bisnis pembelian minyak akan jatuh ke tangan trader-trader yang lebih kecil dan berpotensi menimbulkan mafia migas baru.

"Kalau dihancurkan petral, pembelian liberal jatuh ke tangan trader lebih kecil, ingatkan bisnis migas hajat hidup orang banyak semakin besar semakin bagus," katanya.

4. Pembubaran Petral untungkan importir lain

Ketua Asosiasi Tim Ekonomi Politik Indonesia Salamuddin Daeng menduga adanya kepentingan importir lain dalam isu pembubaran Petral. Pasalnya, jika Petral dibubarkan perbankan nasional tidak akan sanggup membiayai impor minyak. Di sini, kepentingan importir lain akan masuk.

"Iya dugaan kita memang targetnya mengganti importir minyak (pembubaran Petral)," ujarnya di Jakarta, Sabtu 6 Desember 2014.

Menurut Salamuddin, impor minyak merupakan bisnis yang sangat menguntungkan. Jika pemerintah benar menutup Petral tanpa persiapan seperti pembiayaan yang cukup, maka dipastikan ini untuk mengganti importir atau mafia migas baru.

"Harusnya bentuk badan hukum baru dulu, bank pembiayaannya bank nasional," jelas dia.

5. Banyak mafia yang mengejar bisnis Petral

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik Sofyano Zakaria mengatakan bahwa anak perusahaan PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral) bersih dari libatan mafia minyak yang sering didengungkan akhir-akhir ini. Hal ini terbukti dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tidak menemukan adanya perbuatan yang merugikan negara.

"Kementerian BUMN pasti sangat tahu bahwa Petral mampu dan telah memberi kontribusi keuntungan kepada Pemerintah. Bandingkan dengan BUMN lain yang memberikan kerugian ratusan miliar rupiah tapi tetap di pertahankan bahkan disuntik dana lagi oleh pemerintah untuk diselamatkan," ujarnya di Jakarta Jumat (2/3).

Menurutnya, hal tersebut harus menjadi bahan pertimbangan utama bagi pemerintah jika ingin membubarkan Petral.

Sofyano mengatakan, dengan transaksi USD 2 miliar per bulan untuk pengadaan minyak, tentu para mafia minyak akan menginginkan bisnis itu. "Tapi dengan sistem pengamanan Petral dalam menjalankan tender-tender pengadaan minyak, ini pasti menghambat niat pemain minyak yang tidak profesional," tegasnya.

Sumber: Merdeka.com