Keberadaan PT Pertamina Energy Trading Limited atau Petral selalu
menarik untuk dibahas. Banyak tudingan yang menyebut anak usaha
Pertamina ini adalah sarang mafia migas dan hanya membuat negara rugi.
Pemerintah Joko Widodo kemudian memperlihatkan keseriusannya dalam
memberantas mafia migas. Belum lama ini, Kementerian ESDM membentuk Tim
Reformasi Tata kelola Migas yang dikomandoi Faisal Basri. Tim ini
diharapkan dapat memberantas praktik mafia migas serta melihat kinerja
Petral selama ini.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyebut di
bawah komando Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi,
Faisal Basri, sedang menelusuri jejak kinerja Petral. Menurutnya, bila
terkait fungsi dan kontrol berada di bawah kewenangan Menteri Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno.
"Bila ini ada pemanfaatannya dilanjutkan, kalau banyak mudaratnya ya
(keputusannya) diserahkan ke Pertamina," kata Sudirman di Jakarta, Rabu
26 November 2014.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Mariani Soemarno Soewandi
menyatakan bakal mengkaji kembali keberadaan PT Pertamina Trading
Limited atau Petral. Apalagi, perusahaan trader minyak dan gas ini
dinilai merugikan negara.
"Masih belum kita lihat (untung dan ruginya), kalau saya lihat sih banyak ruginya," ucap Rini.
Namun demikian, pembubaran Petral disebut bukan solusi memberantas mafia
migas di Indonesia. Bahkan pembubaran Petral disebut akan merugikan
negara.
Inilah 5 dampak buruk jika Petral dibubarkan.
1. Indonesia kehilangan BBM subsidi
Direktur Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menyebut keberadaan
Pertamina Energy Trading Ltd atau Petral sangat dibutuhkan dalam
pengelolaan migas Indonesia. Jika anak usaha Pertamina ini dibubarkan
maka Indonesia tidak lagi mendapatkan BBM subsidi.
Menurut Komaidi, hampir 70 persen BBM subsidi dalam negeri dipasok oleh anak usaha Pertamina ini.
"Kalau dibubarkan yang dikorbankan pasokan BBM kita, pasar minyak cuma
ada lima salah satunya Singapura, karena menyangkut hajat orang banyak,
tidak ada BBM sehari apalagi satu bulan, mobilitas transportasi akan
terganggu," ujarnya di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (6/12).
2. Pembubaran Petral tidak akan hilangkan mafia migas
Sekretaris SKK Migas, Gde Pradnyana menyebut pembubaran Petral tidak
akan menyelesaikan masalah mafia migas di Indonesia. Pasalnya, mafia
tidak berada di satu lokasi namun sudah ada dari hulu sampai hilir
sektor migas Indonesia.
"Petral dibubarkan tetap aja di situ. Dari hulu sampai hilir. Tidak
cukup membubarkan Petral. Petral dibubarkan tidak selesai," ucap Gde
dalam diskusi di FX, Senayan, Jakarta, Rabu 24 September 2014.
Menurut Gde, hal pertama yang harus dilakukan dalam memberantas mafia
migas adalah membenahi sistem ekspor impor minyak bumi Indonesia. Saat
ini, Indonesia dinilai merugikan diri sendiri melalui ekspor dan impor
minyak dengan menggunakan harga spot market.
"Sistem ekspor impor minyak bumi harus dibenahi. Gap produksi dan
konsumsi kita makin besar dan akan makin banyak impor. Pembelian secara
spot market diperbaiki, sistem ekspor impor BBM tersebut dibenahi,"
tutupnya.
3. Pembubaran Petral ganggu hajat hidup orang banyak
Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Salamuddin Daeng mengaku tidak
setuju dengan rencana pembubaran PT Pertamina Energy Trading Ltd atau
Petral. Pembubaran Petral disebut akan mengganggu hajat hidup orang
banyak karena anak usaha Pertamina ini merupakan BUMN strategis.
"Jangan dihancurkan karena menyangkut BUMN stratetis, menyangkut hajat
hidup orang banyak,"ujarnya di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu 6
Desember 2014.
Menurut dia, jika Petral dibubarkan maka bisnis pembelian minyak akan
jatuh ke tangan trader-trader yang lebih kecil dan berpotensi
menimbulkan mafia migas baru.
"Kalau dihancurkan petral, pembelian liberal jatuh ke tangan trader
lebih kecil, ingatkan bisnis migas hajat hidup orang banyak semakin
besar semakin bagus," katanya.
4. Pembubaran Petral untungkan importir lain
Ketua Asosiasi Tim Ekonomi Politik Indonesia Salamuddin Daeng menduga
adanya kepentingan importir lain dalam isu pembubaran Petral. Pasalnya,
jika Petral dibubarkan perbankan nasional tidak akan sanggup membiayai
impor minyak. Di sini, kepentingan importir lain akan masuk.
"Iya dugaan kita memang targetnya mengganti importir minyak (pembubaran Petral)," ujarnya di Jakarta, Sabtu 6 Desember 2014.
Menurut Salamuddin, impor minyak merupakan bisnis yang sangat
menguntungkan. Jika pemerintah benar menutup Petral tanpa persiapan
seperti pembiayaan yang cukup, maka dipastikan ini untuk mengganti
importir atau mafia migas baru.
"Harusnya bentuk badan hukum baru dulu, bank pembiayaannya bank nasional," jelas dia.
5. Banyak mafia yang mengejar bisnis Petral
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik Sofyano Zakaria mengatakan bahwa
anak perusahaan PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Energy Trading Ltd.
(Petral) bersih dari libatan mafia minyak yang sering didengungkan
akhir-akhir ini. Hal ini terbukti dari hasil audit Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) yang tidak menemukan adanya perbuatan yang merugikan
negara.
"Kementerian BUMN pasti sangat tahu bahwa Petral mampu dan telah memberi
kontribusi keuntungan kepada Pemerintah. Bandingkan dengan BUMN lain
yang memberikan kerugian ratusan miliar rupiah tapi tetap di pertahankan
bahkan disuntik dana lagi oleh pemerintah untuk diselamatkan," ujarnya
di Jakarta Jumat (2/3).
Menurutnya, hal tersebut harus menjadi bahan pertimbangan utama bagi pemerintah jika ingin membubarkan Petral.
Sofyano mengatakan, dengan transaksi USD 2 miliar per bulan untuk
pengadaan minyak, tentu para mafia minyak akan menginginkan bisnis itu.
"Tapi dengan sistem pengamanan Petral dalam menjalankan tender-tender
pengadaan minyak, ini pasti menghambat niat pemain minyak yang tidak
profesional," tegasnya.
Sumber: Merdeka.com