SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Wednesday 26 August 2015

PKS: Indonesia Inspirator Kemerdekaan Bangsa Asia-Afrika



JAKARTA (26/8) – Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Jazuli Juwaini, menyampaikan Indonesia merupakan inspirator bagi bangsa-bangsa di Asia dan Afrika untuk menuntut dan memperjuangkan kemerdekaannya. Presiden Soekarno, menurut Jazuli, telah berhasil menghadirkan kemerdekaan sebagai Jembatan Emas menghantarkan rakyat Indonesia kepada kesejahteraan, kedaulatan, dan kemandirian.
Hal itu disampaikan oleh Jazuli pagi ini menjelang acara Seminar Kebangsaan "Refleksi 70 Tahun Indonesia Merdeka" yang diselenggarakan oleh Fraksi PKS DPR RI, pada Rabu, 26 Agustus 2015 di Ruang ex-Banggar, Gedung Nusantara I, lantai 1, pukul 13.00 WIB.
"Sebagai negara yang merdeka selepas berakhirnya Perang Dunia ke-II tahun 1945, Indonesia merupakan inspirator bagi bangsa-bangsa di Asia dan Afrika untuk menuntut dan memperjuangkan kemerdekaannya," tutur Jazuli di Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (26/8) pagi.
Jazuli menambahkan, meskipun banyak diwarnai berbagai dinamika politik, ekonomi sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan, telah begitu banyak pencapaian positif yang diraih sepanjang 70 tahun Indonesia Merdeka. Hal itu tentunya diiringi dengan berbagai beban pekerjaan rumah yang menunggu untuk diselesaikan oleh seluruh komponen bangsa.
"Seluruhnya mengacu pada upaya untuk mencapai tujuan kemerdekaan kita, yakni melindungi seluruh tumpah darah, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan turut serta dalam perdamaian dunia," ujar Jazuli.
Jazuli berharap diselenggarakannya seminar refleksi kebangsaan ini dapat menjadi catatan penting bagi Indonesia di masa depan, khususnya, menyongsong 100 tahun Indonesia Merdeka di tahun 2045 mendatang.
Turut hadir dalam Seminar Kebangsaan, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri, Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman (keynote speech), dan selaku pembicara diisi oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala BIN Letjen TNI (purn) Sutiyoso, Pakar Komunikasi Politik Tjipta Lesmana, dan Sejarawan Anhar Gonggong.
Sumber: Humas Fraksi PKS DPR RI
               http://www.pks.or.id

Loyonya Rupiah, Pengrajin Tahu Tempe Mulai Resah

Foto ilustrasi.dok.JPNN
JAKARTA - Dampak remuknya kurs rupiah terhadap dolar AS mulai dirasakan pengarajin tahu tempe yang notabene mencukupi kebutuhan akan kedelai menggunakan kedelai impor.
Wakil Ketua Primer Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Primkopti) Sutaryo mengungkapkan bahwa pihaknya kini terus merasakan dampak kondisi ekonomi yang fluktuatif tersebut.
"Kebutuhan kedelai dalam negeri hingga kini sebagian besar masih impor. Soal melemahnya rupiah sebetulnya kondisi saat ini masih bisa diantisipasi dengan keadaan di lapangan. Sebab, supply dan demand terhadap kedelai sampai saat ini masih tercukupi," ujarnya kepada Jawa Pos, Selasa (25/8).
    
Namun, dia mengungkapkan bahwa gejolak ekonomi di Amerika Serikat yang terus menerus berdampak pada perekonomian dalam negeri pada akhirnya akan berimbas kepada biaya logistik kedelai di Indonesia yang selama ini dipenuhi oleh impor dari negeri Paman Sam tersebut.
"Kita juga harus lihat harga minyak dunia yang juga fluktuatif. Mau tidak mau mempengaruhi kondisi dalam negeri sebab impor kedelai kita dari Amerika Serikat," tambahnya.
     
Pihaknya juga merasa keberatan atas imbauan Bank Indonesia (BI) yang meminta pengusaha untuk melepas simpanan valasnya. Sebab, seperti diketahui, masih banyak pelaku usaha dalam negeri yang bertransaksi menggunakan valas.
"Ibaratnya saat ini kita jual barang tapi beli dollar. Memang imbauan BI baik, tapi butuh waktu juga, tidak bisa serta merta langsung dipraktekkan," keluhnya.
     
Dengan kondisi yang tidak menentu seperti saat ini, dia berharap agar pemeritah dapat memberikan kestabilan terhadap pasar. Adanya kestabilan, lanjutnya, akan membuat pelaku usaha semakin optimis menjalankan usahanya.
    
"Kami juga berharap rupiah dapat stabil di kisaran Rp 12.000 seperti asumsi yang sudah ditetapkan oleh pelaku usaha kebanyakan. Hingga saat ini harga di pasar belum naik, tapi kalau inflasi dan semua indikator di pasar sudah merangkak naik lantaran rupiah melemah, tentu kami harus ikut naik," jelasnya.
     
Tak hanya persoalan kurs saja yang dihadapi oleh pengrajin tahu tempe, melainkan persoalan data supply dan demand yang selama ini dianggap tidak sesuai. Sutaryo mengungkapkan bahwa kebutuhan kedelai nasional mencapai 2 juta ton per tahun, dari jumlah tersebut, sebanyak 1,8 juta ton merupakan kedelai hasil impor, sisanya yakni sekitar 200 ton berasal dari supply dalam negeri.
"Namun, hal tersebut tidak sinkron dengan data Badan Pusat Statistik (BPS). Data BPS, menyebutkan bahwa kebutuhan dalam negeri 2,6 juta ton per tahun, dan supply kedelai dalam negeri mencapai 800 ton per tahun, sisanya dipenuhi melalui mekanisme impor. Data BPS itu tidak sinkron dengan keadaan di lapangan dan data tersebut tidak pernah terkoreksi,"  urainya.
     
Dia menjelaskan bahwa ketidaksesuaian data tersebut merupakan persoalan lama yang tak kunjung rampung. Ditambah lagi persoalan kurs yang melemah akan mempengaruhi biaya logistik impor kedelai dari AS ke Indonesia. (dee)

RAPBN 2016 Belum Cerminkan Janji Kampanye Jokowi



Jakarta (25/8) – Anggota Komisi XI DPR RI, Ecky Awal Mucharam menegaskan target Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (R-APBN) 2016 belum mencerminkan janji kampanye Presiden Jokowi. Hal tersebut disampaikan oleh Ecky di Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (25/8).
Ecky memberikan contoh target penurunan angka kemiskinan yang hanya di angka 9-10 persen di APBN. Menurutnya, hal ini masih jauh dari janji kampanye Jokowi untuk menurunkan angka kemiskinan hingga 5 persen di akhir periodenya.
“Mestinya, target ini bisa lebih progresif lagi, sebab Anggaran Pendapatan Belanja Nasional Perubahan (APBN-P) 2015 saja menargetkan 10,3 persen,” ujar Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari daerah pemilihan (dapil) Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur itu.
Ecky menjelaskan, di akhir tahun 2014 jumlah rakyat miskin masih sangat tinggi dengan mencapai angka 27,7 juta atau 10,9 persen. Sedangkan rakyat yang hampir miskin dengan pengeluaran satu setengah kali garis kemiskinan mencapai lebih dari 100 juta atau 40 persen dari jumlah total penduduk.
"Angka ini menunjukkan masih besarnya rakyat yang sangat rentan terperosok menjadi miskin,” terang pria jebolan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) ini.
Ecky menambahkan, target pemerataan kesejahteraan yang tercermin dalam Gini Ratio yang ditargetkan di angka 0,39, hanya sedikit lebih rendah dibandingkan APBN-P 2015 yang menargetkan 0,4, serta target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebesar 0,36 di akhir periode. Padahal dalam janji kampanye, Jokowi menyebut persoalan kesenjangan sebagai perhatian utama.
"Dalam kondisi kesenjangan pendapatan rakyat yang semakin lebar dimana Gini Ratio sekarang telah mencapai 0,41, target pengurangan kesenjangan yang lebih ambisius menjadi sangat penting,” tutur Ecky yang juga menjadi Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR ini.
Ecky pun menyoroti target pengurangan pengangguran tahun 2016 sebesar 5,2-5,5 persen, yang hanya sedikit kemajuannya dari APBN-P 2015 yang menargetkan 5,6 persen, serta masih luput dari target pengangguran di RPJMN hingga 4 persen di akhir periode.
"Target yang kurang progresif ini kontradiktif dengan janji kampanye Jokowi yang menyebutkan akan menciptakan pertumbuhan ekonomi dalam kaitannya dengan penyerapan tenaga kerja,”  tambah Ecky.
Padahal di sisi lain, tambah Ecky, postur APBN pun bertambah yang terlihat dari target penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.565 triliun, meningkat 5,1 persen dari APBNP 2015. Ditambah lagi, meningkatnya defisit keseimbangan primer sebesar Rp 89,75 triliun, meningkatnya penarikan utang terutama utang luar negeri yang naik 50 persen, dan membesarnya pengajuan Penyertaan Modal Negara (PMN) yang mencapai Rp 48,21 triliun.
"Sehingga dengan target penurunan angka kemiskinan, kesenjangan serta pengangguran seperti ini mencerminkan pertumbuhan yang tidak berkualitas,” tutup Ecky.
Keterangan Foto: Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam.
Sumber: Humas Fraksi PKS DPR RI
               http://www.pks.or.id

Hidayat Nur Wahid: Pemerintah Harus Adil Terhadap Madrasah



JAKARTA (24/8) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta Pemerintah adil dalam merumuskan anggaran untuk madrasah. Hidayat menyampaikan hal ini di sela-sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VIII DPR RI dengan Direktur Jendral (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kementrian Agama (Kemenag) di Ruang Rapat Komisi VIII DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/8).
“Kami menuntut keadilan anggaran karena undang-undang tidak membeda-bedakan. UUD 1945 Pasal 31 ayat 4 tidak membedakan antara pendidikan umum dan pendidikan agama,” kata Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Hidayat menjelaskan negara di dalam Pasal 31 UUD 1945 hasil amandemen ke IV, memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan nasional. Negara dalam hal ini tidak membedakan antara pendidikan umum dan pendidikan agama.
Menurut Hidayat, selama ini kinerja Dirjen Pendis Kemenag masih belum maksimal dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)–nya. Ia memberikan contoh anggaran untuk satu universitas negeri seperti Universitas Indonesia (UI) sama dengan anggaran untuk 14 Universitas Islam Negeri (UIN).
“Kinerja Dirjen Pendis memang layak untuk dikritisi. Anggaran untuk madrasah dan perguruan tinggi agama jauh di bawah perguruan tinggi umum dan sekolah-sekolah umum,” ujar Hidayat.
Legislator dari Dapil Jakarta II yang meliputi luar negeri, Jakarta Pusat, dan Jakarta Selatan ini memberikan dukungan terhadap Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI). Hidayat melihat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) begitu berdaya memperjuangkan nasib guru-guru, tentu saja hal ini bisa dilakukan PGMI.
“Pemerintah melalui Kemenag perlu mendukung PGMI agar nantinya guru-guru madrasah bisa terpenuhi hak-haknya dan meningkat kualitasnya,” pungkas Hidayat.
Sumber: Humas Fraksi PKS DPR RI
               http://www.pks.or.id

Pilkada Tuban 2015 : Huda-Noor 1 Zakky-Dwi 2


SIAP TARUNG: Dari kiri ke kanan Noor Nahar Husein (cawabup), Fathul Huda (cabup), Zakky  Mahbub (cabup) dan Dwi Susanti (cawabup) foto bareng usai pengundian nomor urut di KPU  Tuban,  Selasa (25/8/2015) siang.
SIAP TARUNG: Dari kiri ke kanan Noor Nahar Husein (cawabup), Fathul Huda (cabup), Zakky
Mahbub (cabup) dan Dwi Susanti (cawabup) foto bareng usai pengundian nomor urut di KPU Tuban, Selasa (25/8/2015) siang.


Teka-teki soal misteri angka genap dan ganjil di balik sisi keberuntungan dan kurang mujur dalam Pilkada Tuban 2015 terjawab sudah.
Ini setelah KPU Kabupaten Tuban menggelar rapat pleno pengundian nomor urut duet calon bupati dan wakil bupati yang akan memimpin Bumi Wali lima tahun ke depan atau periode 2016-2021.
Dalam kopyokan tersebut pasangan permanen petahana Fathul Huda dan Noor Nahar Husein ketiban nomor 1. Sedangkan calon perseorangan duet Zakky Mahbub dan Dwi Susanti Budiarti mendapat nomor 2.
Ketua KPU Kabupaten Tuban Kasmuri, mengatakan hasil kopyokan nomor urut itu akan dipakai dasar dalam pembuatan surat suara dan alat peraga kampanye. Sebab pada tanggal 27 Agustus sampai 5 Desember sudah masuk dalam jadwal pelaksanaan kampanye.
“Hasil pengundian ini sudah final. Nomor urut ini pula yang akan dijadikan dasar mencetak suara dan lainnya,” kata Kasmuri, Selasa (25/8/2015) siang.
Dalam sesi pengundian nomor urut ini semua anggota koalisi pengusung pasangan incumbent turut hadir memberikan. Sedangkan duet Zakky-Dwi didampingi tim pemenangan dan sejumlahrelawan.
Ketua Panwaskab Tuban, Sullamul Hadi, yang hadir dalam acara itu berharap agar kedua pasangan calon lebih mengedepankan koordinasi dengan KPU selaku penyelenggara pilkada.
Hal ini bertujuan agar pelaksanaan Pilkada Tuban dapat berjalan dengan lancar dan aman.
“Khusus kepada pasangan calon incumbent harus lebih memperhatikan peraturan dalam pelaksanaan kampanye nanti. Sehingga nantinya tidak timbul permasalahan yang bisa menghambat pelaksanaan pilkada.

Sumber : http://seputartuban.com

Penghapusan Syarat Bahasa Pekerja Asing Tidak Adil untuk Masyarakat Indonesia

TASIKMALAYA (25/8) – Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman menolak keras rencana Pemerintah menghapuskan syarat bisa berbahasa Indonesia untuk para calon pekerja asing yang akan masuk ke Indonesia. Menurutnya, rencana tersebut tidak adil untuk masyarakat Indonesia.
Sohibul Iman menyatakan hal ini usai mengisi ceramah dalam Program Pengenalan Studi Mahasiswa (PPSM) POLTEKKES Kota Tasikmalaya, Senin (24/8). Ia menegaskan ketika calon tenaga kerja asing masuk ke Indonesia tanpa hambatan, di sisi lain para pelajar Indonesia yang ingin belajar ke luar negeri harus menguasai bahasa di negara tersebut dengan biaya tidak murah.
“Kita keluar negeri saja banyak sekali barrier-nya. Saya waktu belajar ke Jepang juga harus belajar bahasa Jepang dulu 1 tahun di sana. Syarat bahasa itu justru salah satu cara kita supaya tenaga kerja asing tidak terlalu deras ke Indonesia. Jadi, mereka mau tidak mau harus menguasai Bahasa Indonesia dulu baru bisa masuk ke sini,” ujarnya.
Menurut Doktor lulusan Jepang tersebut, bila syarat bisa berbahasa Indonesia dihapuskan, maka calon pekerja asing akan sangat mudah masuk ke Indonesia tanpa penghalang apapun. “Kalau tanpa syarat itu (bisa berbahasa Indonesia), mereka tidak punya barrier (penghalang) apapun untuk menjadi pekerja di Indonesia,” jelas Sohibul Iman.
Padahal, lanjut Sohibul Iman, dalam percaturan dunia saat ini ketika pajak atau bea masuk sekarang dinolkan, semua negara berlomba-lomba mencari penghalang yang nonbea masuk. “Oleh karena bea masuk tidak boleh lagi jadi penghalang, dinolkan. Itu yang disebut dengan non tariff barrier. Nah, salah satu non tariff barrier yang efektif itu ialah bahasa,” terangnya.
Sohibul Iman menambahkan, seharusnya barrier dibuat sebanyak-banyaknya. Seperti makanan yang diimpor, kehalalan menjadi alat penyaring agar makanan tidak mudah masuk ke Indonesia. “Justru disitulah seharusnya Pemerintah menciptakan non tariff barrier sebanyak-banyaknya. Kalau yang sudah ada mau dibuang, ini menurut saya tidak tepat,” tegasnya.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI itu berharap Presiden Joko Widodo membatalkan rencana penghapusan syarat bisa berbahasa Indonesia untuk para calon pekerja asing yang akan masuk ke Indonesia. “Hal-hal seperti itu seharusnya menjadi perhatian dasar dari seorang Presiden,” pungkas Sohibul Iman.

Sumber : http://www.kabarpks.com