JAKARTA - Dampak
remuknya kurs rupiah terhadap dolar AS mulai dirasakan pengarajin tahu
tempe yang notabene mencukupi kebutuhan akan kedelai menggunakan kedelai
impor.
Wakil Ketua Primer Koperasi Tahu Tempe
Indonesia (Primkopti) Sutaryo mengungkapkan bahwa pihaknya kini terus
merasakan dampak kondisi ekonomi yang fluktuatif tersebut.
"Kebutuhan kedelai dalam negeri hingga
kini sebagian besar masih impor. Soal melemahnya rupiah sebetulnya
kondisi saat ini masih bisa diantisipasi dengan keadaan di lapangan.
Sebab, supply dan demand terhadap kedelai sampai saat ini masih
tercukupi," ujarnya kepada Jawa Pos, Selasa (25/8).
Namun, dia mengungkapkan bahwa gejolak ekonomi di Amerika Serikat yang terus menerus berdampak pada perekonomian dalam negeri pada akhirnya akan berimbas kepada biaya logistik kedelai di Indonesia yang selama ini dipenuhi oleh impor dari negeri Paman Sam tersebut.
Namun, dia mengungkapkan bahwa gejolak ekonomi di Amerika Serikat yang terus menerus berdampak pada perekonomian dalam negeri pada akhirnya akan berimbas kepada biaya logistik kedelai di Indonesia yang selama ini dipenuhi oleh impor dari negeri Paman Sam tersebut.
"Kita juga harus lihat harga minyak
dunia yang juga fluktuatif. Mau tidak mau mempengaruhi kondisi dalam
negeri sebab impor kedelai kita dari Amerika Serikat," tambahnya.
Pihaknya juga merasa keberatan atas imbauan Bank Indonesia (BI) yang meminta pengusaha untuk melepas simpanan valasnya. Sebab, seperti diketahui, masih banyak pelaku usaha dalam negeri yang bertransaksi menggunakan valas.
Pihaknya juga merasa keberatan atas imbauan Bank Indonesia (BI) yang meminta pengusaha untuk melepas simpanan valasnya. Sebab, seperti diketahui, masih banyak pelaku usaha dalam negeri yang bertransaksi menggunakan valas.
"Ibaratnya saat ini kita jual barang
tapi beli dollar. Memang imbauan BI baik, tapi butuh waktu juga, tidak
bisa serta merta langsung dipraktekkan," keluhnya.
Dengan kondisi yang tidak menentu seperti saat ini, dia berharap agar pemeritah dapat memberikan kestabilan terhadap pasar. Adanya kestabilan, lanjutnya, akan membuat pelaku usaha semakin optimis menjalankan usahanya.
"Kami juga berharap rupiah dapat stabil di kisaran Rp 12.000 seperti asumsi yang sudah ditetapkan oleh pelaku usaha kebanyakan. Hingga saat ini harga di pasar belum naik, tapi kalau inflasi dan semua indikator di pasar sudah merangkak naik lantaran rupiah melemah, tentu kami harus ikut naik," jelasnya.
Tak hanya persoalan kurs saja yang dihadapi oleh pengrajin tahu tempe, melainkan persoalan data supply dan demand yang selama ini dianggap tidak sesuai. Sutaryo mengungkapkan bahwa kebutuhan kedelai nasional mencapai 2 juta ton per tahun, dari jumlah tersebut, sebanyak 1,8 juta ton merupakan kedelai hasil impor, sisanya yakni sekitar 200 ton berasal dari supply dalam negeri.
Dengan kondisi yang tidak menentu seperti saat ini, dia berharap agar pemeritah dapat memberikan kestabilan terhadap pasar. Adanya kestabilan, lanjutnya, akan membuat pelaku usaha semakin optimis menjalankan usahanya.
"Kami juga berharap rupiah dapat stabil di kisaran Rp 12.000 seperti asumsi yang sudah ditetapkan oleh pelaku usaha kebanyakan. Hingga saat ini harga di pasar belum naik, tapi kalau inflasi dan semua indikator di pasar sudah merangkak naik lantaran rupiah melemah, tentu kami harus ikut naik," jelasnya.
Tak hanya persoalan kurs saja yang dihadapi oleh pengrajin tahu tempe, melainkan persoalan data supply dan demand yang selama ini dianggap tidak sesuai. Sutaryo mengungkapkan bahwa kebutuhan kedelai nasional mencapai 2 juta ton per tahun, dari jumlah tersebut, sebanyak 1,8 juta ton merupakan kedelai hasil impor, sisanya yakni sekitar 200 ton berasal dari supply dalam negeri.
"Namun, hal tersebut tidak sinkron
dengan data Badan Pusat Statistik (BPS). Data BPS, menyebutkan bahwa
kebutuhan dalam negeri 2,6 juta ton per tahun, dan supply kedelai dalam
negeri mencapai 800 ton per tahun, sisanya dipenuhi melalui mekanisme
impor. Data BPS itu tidak sinkron dengan keadaan di lapangan dan data
tersebut tidak pernah terkoreksi," urainya.
Dia menjelaskan bahwa ketidaksesuaian data tersebut merupakan persoalan lama yang tak kunjung rampung. Ditambah lagi persoalan kurs yang melemah akan mempengaruhi biaya logistik impor kedelai dari AS ke Indonesia. (dee)
Dia menjelaskan bahwa ketidaksesuaian data tersebut merupakan persoalan lama yang tak kunjung rampung. Ditambah lagi persoalan kurs yang melemah akan mempengaruhi biaya logistik impor kedelai dari AS ke Indonesia. (dee)
Sumber : http://www.jpnn.com
0 comments:
Post a Comment