SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Friday, 28 March 2014

"PKS Ora Beres"


Ibnu Syakir

Saya akui sudah banyak akademisi yang menjadikan PKS sebagai objek penelitian ilmiah. Apakah itu untuk skripsi, thesis atau mungkin desertasi. Namun izinkan saya menguliti partai yang berlaga di pemilu 2014 bernomor 3 ini.

Sejak SMP saya lebih memilih majalah-majalah politik semisal Gatra, Tempo, Ummat dll sebagai bahan bacaan daripada majalah lainnya. Sesekali saya membeli majalah musik, pada waktu itu yang paling terkenal adalah HAI.

Dari “petualangan” saya mengamati partai politik di Indonesia sejak belum memiliki hak pilih, saya menyimpulkan PKS satu-satunya partai yang ora beres. Apa itu ora beres?

Obah

Obah adalah bahasa Jawa yang artinya “Bergerak”. PKS memang menjadi salah satu partai yang memiliki kader yang terus bergerak. Bahkan umur “obahnya” lebih tua dari partai itu sendiri. Dan yang unik, bergeraknya PKS tidak saja menjelang masa pemilu, namun kader-kadernya terus obah memberi kontribusi kepada masyarakat kala pesta demokrasi masih jauh.

Siapa yang mau obah, maka akan sehat jiwa dan raganya, begitu nasehat orang tua. Dokter pun mengatakan hal yang serupa. Jadi dapat disimpulkan PKS adalah partai yang paling sehat di Indonesia. Partai yang sehat layak menjadi pilihan rakyat.

RAsional

Di setiap momen pemilu, hampir menyertakan kisah pilu soal ketidak-warasan calon anggota dewan untuk menjemput kursi yang diimpikan. Ada yang mandi di laut, ada yang bertapa di gua, kuburan keramat dan pohon besar.

Dari beberapa orang yang tergolong sesat pikirnya itu tidak ada satu calon anggota dewan PKS yang melaksanakannya.

Di PKS rasionalitas harus dijunjung tinggi. Sehingga kerja-kerja untuk menjemput amanah ummat dilakukan dengan cara yang logis dan terstruktur. Jika dirasa sudah maksimal maka tinggal menyerahkan saja kepada Allah sebagai pemilik “cerita” kehidupan. Dan orang-orang rasional tentu sangat layak memimpin Indonesia.

BEda

Harus diakui, PKS adalah satu-satunya partai yang berbeda. Beda soal militansi kadernya. Beda cara kampanyenya. Beda kualitas kader-kadernya. Beda .. beda … akkkhhhh banyak sekali bedanya.

Namun, keunikan PKS ada yang membuat orang dengki dengan segala aktivitasnya. Saya yakin [padahal] di hati mereka mengakui kebaikan PKS, namun lisan mereka terasa berat untuk mengakui keunikan “si putih” ini. Dan tangannya seolah berat untuk menuliskan “pengakuan” hati mereka terhadap si nomor 3 ini.

Aneh memang. Dan sampai hari ini saya masih gagal memahaminya, apa karena over cinta mereka, atau karena ada sesuatu yang menyumpal mulut mereka. Padahal partai yang melekat pada dirinya perbedaaan positif sangat layak untuk menjadi pilihan rakyat bukan?

REligiuS

Ada partai yang menjadikan slogan dirinya sebagai partai “Nasionalis Religius”. Sedang PKS, tidak pernah mencantumkan kalimat religious dalam slogannya. Namun, di berbagai survey, rakyat menunjuk PKS sebagai partai yang kadernya lebih “alim”.

Jika mencari pasangan, kriteria agama menjadi kunci keberhasilan. Maka tidak lah salah bila memilih partai dan calon anggota dewannya dari partai yang memang terbukti religius bukan? Lebih tenang kata orang-orang. Selamat memilih PKS.

Jumat Barakah, 28 Maret 2014

(kompasiana/PKS PIYUNGAN)

"Pasukan Semut PKS" yang Tak Kenal Lelah


We promise to keep the area remains clean campaign, maybe even cleaner, after we finished action. But if our own, we may not be Able to, Because it was God sends army to help us.

forces this shameless

Who does not know with a sense of pride in the past this materialistic hedonists nan? Let alone to lift the broom and shovel rubbish among Thousands of people, even for 1 or 2 picking up trash on the street, like faces smeared with mud. Shame, Squire?

But in contrast to these forces, they even proudly picked up one by one garbage dumped on the ground and sometimes mixed with mud and other impurities. In between these small groups, there are willing to lift a trash bag that size is almost like their height. Nothing shy. No ...

this Tireless force

Nowadays who does not Become spoiled? It may even be a bit of sweat on the forehead hyperbole owned shared across social media. But in contrast with this group of people. Under the scorching sun, a smile like never absent from their faces. Even laughter is Often seen among those skilled hand while combing the terrain size larger than a football field.

these forces do not care about

Currently apathetic people his age. No matter what is happening around them, the which is an important self happy and not bother anyone.

How about this group? Yes, they do not care! But they are not concerned with drenching rain menderas the terrain. Not even a rainy one or two who are willing to complete the Elder "duty" their noble. They also do not care about the stares of people who think they are doing wonderful Things out of the ordinary. Their focus is to work, work and work.

then, Whom these forces?

They are a group of youths and teenagers who mengazamkan Themselves to Contribute to propagation with what they got. If the carriages for Politicians, doctors, photographers, Reporters, already filled then they choose to be ants. An option that requires them to be inconspicuous figure, working in silence, not popular, but it has a tremendous effect for propaganda.
The rain did not Dampen their spirits



There is no prestige, Tireless


Volunteer at Ants GBK
"Let us take this mandate"

O Barakallah for yourselves all the Volunteer Army Ants.

May every movement of the retina down every inch of ground we walk on the campaign trail has Become burdensome scales yaumil charity rewards in the end. Aamiin yes mujiibud du'a. 

Kami berjanji untuk menjaga area kampanye tetap bersih, bahkan mungkin lebih bersih, setelah kami selesai beraksi. Namun jika kami sendiri, mungkin kami tidak sanggup, karena itu Allah mengirimkan bala tentara yang membantu kami.

Pasukan ini tak kenal malu

Siapa yang tak kenal dengan rasa gengsi di masa hedonis nan materialistis ini? Jangankan untuk mengangkat sapu lidi dan sekop sampah di antara ribuan orang, bahkan untuk memungut sampah 1 atau 2 di jalan, wajah-wajah seperti dilumuri lumpur. Malu, Juragan!

Tapi berbeda dengan pasukan ini, mereka bahkan dengan bangga memunguti satu per satu sampah yang dicampakkan di tanah dan kadang bercampur dengan lumpur dan kotoran lain. Di antara kelompok-kelompok kecil ini, ada yang rela mengangkat trash bag yang ukurannya hampir menyerupai tinggi tubuh mereka. Tidak ada yang malu. Tidak ada…

Pasukan ini tak kenal lelah

Zaman sekarang siapa sih yang tak menjadi manja? Bahkan mungkin sedikit keringat di dahi menjadi hiperbola yang di-share di seluruh media sosial yang dimiliki. Tapi berbeda sekali dengan sekelompok orang ini. Di bawah terik matahari, senyum seperti tak pernah absen dari wajah mereka. Bahkan sering kali terlihat tawa di antara mereka sembari tangan terampil menyisir tanah lapang yang ukurannya lebih luas dari lapangan sepakbola.

Pasukan ini tak peduli

Saat ini era-nya orang-orang apatis. Tak peduli dengan apa yang terjadi di sekeliling mereka, yang penting diri sendiri bahagia dan tidak mengganggu orang.

Bagaimana dengan kelompok ini? Ya, mereka juga tidak peduli! Tapi mereka tidak peduli dengan hujan yang turun menderas membasahi tanah lapang itu. Bahkan bukan satu dua yang rela berhujan-hujanan untuk menyelesaikan “tugas” mulia mereka. Mereka juga tidak peduli dengan tatapan aneh orang-orang yang menganggap mereka melakukan hal-hal ajaib yang di luar kebiasaan. Fokus mereka adalah bekerja, bekerja dan bekerja.

Lalu, siapa pasukan ini?

Mereka adalah sekelompok pemuda dan remaja yang mengazamkan diri untuk berkontribusi untuk dakwah dengan apa yang mereka punya. Jika gerbong-gerbong untuk para politisi, dokter, fotografer, reporter, sudah penuh terisi maka mereka memilih untuk menjadi semut. Sebuah pilihan yang menuntut mereka menjadi sosok yang tidak mencolok, bekerja dalam diam, tidak populer, tapi memiliki efek luar biasa bagi dakwah.

Kebenaran Mulai Terkuak


Moh Rozaq Asyhari
S3 Fakultas Hukum UI

Beberapa waktu yang lalu, setelah vonis Dedy Kusdinar (kasus Hambalang -red) saya memposting sebuah grafis yang saya buat untuk menyandingkan dua perkara, yaitu kasus LHI dan DK, seperti ini :




Berbagai tanggapan muncul, diantaranya menyatakan bahwa “sudahlah LHI sudah divonis janganlah dibela membabi buta”. Sebenarnya yang ingin saya sampaikan dalam grafis tersebut adalah konsistensi penerapan hukum, baik pada proses penyidikan, penuntutan maupun peradilan. Dalam logika saya, jenis dan berat pidana yang dilakukan seharusnya linier dengan tuntutan yang dibuat serta vonis yang dijatuhkan. Soal putusan hakim “it’s fine” kita hormati proses hukumnya sebagai suatu bentuk kepastian hukum, namun isi tuntutan dan putusan merupakan manifestasi dari keadilan hukum.

Terlepas dari persoalan tersebut, beberapa fakta persidangan semakin meneguhkan adanya kebenaran yang mulai terkuak. Berikut adalah fakta persidangan yang saya dapati, silahkan dicermati :

1. Fathanah menjual nama Mentan dan LHI

Hal ini terungkap saat persidangan Elizabet Liman, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Selatan, Selasa (25/3/2014). Fathanah yang memberikan keterangan dibawah sumpah menyampaikan :

“Saya minta duit saya Ibu Elda itu. Saya menjual nama ustatd Luthfi. Akhirnya dikasih Rp1 miliar. Saya terus datang ke Indoguna ambil duit. Tapi bukan sama Ibu Elda (ambilnya), sama Pak Juard dan Arya dan satu lagi saya enggak tahu,“

Menurut Fathanah, uang Rp1,3 miliar itu digunakan untuk membayar biaya interior rumah sebesar Rp550 juta dan cicilan mobil sebesar Rp250 juta :

“Jadi uang itu untuk saya. Untuk saya pribadi. Ibu (Maria) kan banyak duitnya mungkin pak. Jadi saya meminta uang itu menjual nama ustad Luthfi. Itu tidak pernah ada perintah ustad. Berarti itu kan untuk saya pribadi,”

Silahkan dinilai sendiri, saya kira semua sudah dengan lugas bisa memahami arti kalimat tersebut.

Silahkan baca beritanya di sini.

2. Perkara Penipuan

Dengan pengakuan tersebut, sebenarnya perkara ini hanyalah satu sisi, yaitu hubungan antara AF dengan Maria Elizabet Liman. Dimana Fathanah sebenarnya menipu Maria Elizabet dengan mencatut nama LHI dan Mentan. Dengan kata lain, LHI dan Mentan adalah juga korban, dimana namanya dicatut oleh AF.

Mendengar pernyataan itu, Maria menuding Fathanah sebagai penipu. Lantaran telah meminta uang dengan menjual nama Luthfi. “Berarti anda penipu dong?” kata Maria sambil menunjuk Fathanah. “Ya minta maaf saja, ya bu ya,” kata Fathanah sambil mengangkat tangannya.

Oleh karenanya, delik sempurnanya perkara ini adalah 378 KUHP yaitu perkara penipuan. Silahkan dicermati, bila ada yang punya analisa berbeda, sumonggo :)

3. Fatanah Terbukti Memiliki Hutang Ke LHI

Menurut keterangan LHI dalam persidangan serupa yang diberikan dibawah sumpah Fathanah berhutang kepadanya sebesar Rp 2,9 miliar. Dari jumlah tersebut, Fathanah baru bisa membayar Rp 1 miliar. masih menyimpan surat perjanjian pembayaran hutang Fathanah. Menurut Lutfhi uang Rp 1 miliar itu dibayar Fathanah dengan mencicil.

Mendengar pernyataan Lutfhi, Fathanah yang saat itu duduk di sampingnya tampak menahan tawanya. Dia mengakui berhutang dengan Luthfi. Namun, sisa hutang tersebut baru akan dilunasi setelah masa tahanannya dipenjara selama 14 tahun berakhir. “Iya saya masih ada hutang. Nanti 14 tahun lagi saya bayar,” ucap Fathanah.

Dengan demikian terbukti secara meyakinkan bahwa bila ada aliran dana dari AF ke LHI adalah bagian dari pembayaran hutang tersebut. Bahkan tagihan LHI di AF masih ada 2,9 Milyar yang belum terbayarkan.

Silahkan simak beritanya di sini.


(sumber: kompasiana/PKS PIYUNGAN)

"Gaya Anis Matta"


Oleh Khairul Jasmi
Pimred Koran Singgalang

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Matta tampil gaul dalam kampanye akbar di Imam Bonjol, Padang, dua hari lalu. Enjoy, ringan dan penuh riang, mungkin juga penuh cinta. Presiden partai termuda itu, memberi ciri, PKS mulai membuka diri, bukan eksklusif lagi.

Gaya Anis Matta saat di Imam Bonjol yang memakai jeans, baju kaos dan sepatu runcing, seperti sedang meliuk ke dunia kelas menengah perkotaan. Di Indonesia kelas menengah saat ini berjumlah 150 juta orang. PKS rupa-rupanya hendak meneguk minuman segar dari “samudera biru” di mana pasar bukan direbut, tapi diciptakan. Karena itu Anis yakin, partai ini akan meraih 4 kursi untuk DPR dari Sumatera Barat. Soal tercapai atau tidak, itu urusan lain.

Di daerah ini, kader PKS, Gubernur Irwan Prayitno, juga lebih renyah. Main drum, menyanyi dan piawai maracak motor balap. Satu sisi seperti aneh, tapi dilihat dari sudut lain justru membuat galinggaman anak-anak muda untuk memacu prestasinya di bidang tersebut. Tentu ada juga yang tak suka.

Waktu kampanye di Imam Bonjol, gubernur memakai kacamata hitam, pake celana jins. Saya suka gaya seperti itu, sebab tidak lagi mengurung diri. Ada niat dari PKS untuk berubah dan lebih menjangkau massa yang lebih luas. Apa memang mau berubah atau tidak, hanya PKS yang tahu dan kelak rakyat akan menyaksikan janji perubahan itu terlaksana atau tidak.

Seperti kata Anis Matta, PKS terbuka bagi siapa saja. Bagi saya ini menarik, jauh lebih menarik ketika partai ini memutihkan Gelora Bung Karno dan di sana mars PKS dibawakan paduan suara dari Gereja Ende, NTT. Disebutkan juga, PKS ingin menguasai Indonesia dan sekarang berusaha menjadi tiga besar. Perspektif PKS ini, seharusnya menjadi bahan kajian bagi partai lain, sebab sudah diumumkannya. Jika partai lain “tidur” maka impian PKS akan terwujud. Satu hal kelebihan PKS yang suka atau tidak langkahnya terukur, karena memang diukur. Partai ini, percaya pada hasil survei, sebuah instrumen di dunia modern.

Ketika kampanye akbar di Imam Bonjol, menurut laporan reporter hadir 50 ribu massa. Materi kampanye pun mengarah pada era baru. Ini merupakan kampanye akbar pertama dan terbesar di musim pemilu 2014 ini, entah kalau ada pada hari-hari menjelang 9 April, mari sama-sama kita lihat. Sejauh itu, baru PKS yang berani masuk ke Imam Bonjol. Partai yang satu ini memang aneh, sebab terjilapak oleh Luthi Hasan Ishaaq, ternyata tidak berkelukuran, malah bangkit. Ini yang oleh Anis disebut gerakan PKS terilhami oleh kisah Kapal Nabi Nuh.

Anis Matta yang 46 tahun, Irwan yang 50 tahun, Mahyeldi yang 47 tahun, merupakan anak muda yang kini menjadi ikon PKS. Di Sumbar, Irwan pun menjadi ikon, karena dia gubernur, sama dengan Ahmad Heryawan di Jawa Barat. Persoalannya adalah apakah PKS bisa membuktikan dirinya tidak ekseklusif?

Saya masih ingat ketika partai ini baru lahir, semua media Jakarta memuji dan kemudian PKS hanyut dalam pujian itu. Lalu muncullah berbagai persoalan yang kemudian merusak citra PKS. Hal serupa juga menimpa semua partai. Bedanya, PKS mencoba cepat bangkit dan mengibarkan kembali benderanya.

Dengan gaya Anis Matta dan Irwan, saya melihat PKS mulai berubah, sesuatu yang mengejutkan sebenarnya. Tapi itu pilihan, karena itu harus dijalani. Hasilnya akan jelas setelah 9 April.

Kita lihat saja. (*)


Singgalang 27 Maret 2013


___
sumber: http://tentanggubernursumbar.wordpress.com/2014/03/27/gaya-anis-matta/

Kampanye di Medan, Anis Matta Sindir Para Jomblo


Cantik selendang putri melayu
Menata bunga diatas meja
Kalau ingin Indonesia maju
Pilih saja nomor Tiga

Pantun pembuka orasi politik Presiden PKS Anis Matta pada kampanye akbar kemarin (26/03/2014) di Medan, Sumatera Utara disambut riuh para peserta kampanye. Kampanye PKS yang dihadiri 15 ribuan massa hari itu berlangsung di lapangan Gajah Mada Krakatau dengan kondisi ramai, aman dan tertib. Panitia juga bekerja sama dengan dinas kebersihan dan kepolisian dalam mensukseskan kampanye yang dihadiri jurkam nasional tersebut.

Kampanye damai hari itu juga dihadiri artis-artis muda seperti Dwi Andika, Ebiet Beat A dan pasangan penyanyi alamat PKS Suby-Ina. Selain artis hadir juga gubernur SUMUT, Bapak H. Gatot Pujo Nugroho, M.Si.

Hal  Unik yang terlihat pada kampanye kali ini adalah tidak adanya terlihat anak-anak yang ikut turun ke lapangan karena di belakang panggung sudah ada arena bermain yang disediakan khusus untuk anak-anak kader dan simpatisan PKS yang orangtuanya mengikuti kampanye. Arena bermain tersebut banyak diminati anak-anak dari para peserta kampanye, mereka dengan senang hati menitipkan anak-anaknya di arena permainan tersebut karena panitia juga menyediakan relawan untuk menjaga anak-anak yang bermain di arena permainan itu.

“Kita membayar khusus untuk arena bermain ini. Ini semua dilakukan PKS karena PKS peduli terhadap anak-anak peserta yang mengikuti kampanye kali ini," ujar Laila Fathi Nasution, ketua bidang perempuan DPD PKS kota medan yang juga calon anggota legeslatif (caleg) DPRD kota medan asal PKS.

Dalam penutupan orasi politiknya anis matta berkelakar dengan para peserta kampanye dengan mengatakan:

“Buat para peserta kampanye yang masih gadis dan jomblo, jika mau memilih laki-laki sebagai suami pilihlah yang Pinter Kaya dan Sholeh (PKS).”

Kontan para peserta kampanye kembali riuh.


*by @nazrinazahra, responden Garuda Keadilan Sumut