SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Thursday 9 February 2017

FPKS Advokasi Kasus PHK Sepihak PT Smelting Gresik


Anggota Komisi IX DPR RI Adang Sudrajat
Jakarta (7/2) – Fraksi PKS DPR RI menerima aduan dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di Ruang Pimpinan Fraksi PKS DPR RI, Selasa (7/2). Aduan yang berlangsung dalam rangka Hari Aspirasi setiap Selasa tersebut diterima langsung oleh Anggota Komisi IX DPR RI Adang Sudrajat bersama dengan beberapa Tenaga Ahli Fraksi PKS DPR RI.
Dalam keterangannya, Wakil Sekretaris IV Serikat Pekerja Logam FSPMI PT Smelting Gresik, Ibnu Shobir menjelaskan bahwa terdapat 309 pekerja yang mendapatkan PHK sepihak. Hal itu karena para pekerja tersebut melakukan mogok kerja, sejak 19 Januari 2017 silam dalam rangka menuntut keadilan atas diskriminasi yang dilakukan perusahaan.
“Kami melakukan mogok karena pihak manajemen telah melakukan pelanggaran, yang mengakibatkan terciptanya hubungan industrial yang tidak harmonis,” jelas Ibnu Shobir kepada Fraksi PKS.
Pelanggaran pertama, jelas Ibnu Shobir, berupa tindakan diskriminasi kenaikan gaji pekerja di Seksi ISFB sebesar Rp 2 juta. Padahal, kenaikan gaji tersebut tidak diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) VI. Sehingga, adanya diskriminasi ini melahirkan konflik di antara sesama pekerja yang diakhiri dengan adanya PKB yang muncul pada 12 Februari 2014.
Pelanggaran kedua terjadi saat perusahaan melakukan pelanggaran terhadap PKB VII pada tahun 2014 yang berkaitan dengan tambahan gaji kepada pekerja level I di seksi GA dan FB dan berakhir 29 Juni 2016.
Pelanggaran ketiga terjadi pada tahun 2016, dimana PT Smelting tidak menaikkan gaji pekerja berdasarkan ketentuan pada PKB VII, yaitu menyamaratakan kenaikan gaji sebesar Rp 350.000 kepada pekerja dari level I sampai dengan IV. Padahal, sesuai formula, kenaikan gaji seharusnya dihitung dari inflasi ditambah dengan performa penilaian setiap karyawan. Sehingga, setiap karyawan, tambah Shobri, bisa mendapatkan tambahan kenaikan gaji lebih dari Rp 350.000. Persoalan ini berakhir pada 29 Juni 2016.
Pelanggaran keempat, perusahaan menaikkan sepihak kesepakatan pada 29 Juni 2016 tersebut dengan menaikkan gaji pekerja level V sampai VI (manajerial) di semua seksi hingga mencapai besar Rp 10.000.000. Kenaikan gaji sepihak ini, membuat diskriminasi para pekerja di level bawah, sehingga Serikat Pekerja melakukan perundingan hingga tanggal 6 Januari 2017 dan belum mencapai kesepakatan.
Sehingga pada 8 Januari 2017, Serikat Pekerja yang diwakili PUK SPL FSPMI PT. Smelting mengirimkan surat pemberitahuan mogok kerja, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu sudah mengirimkan surat permohonan mogok lebih dari tujuh hari dan sudah di bicarakan dengan instansi terkait. Namun, perusahaan melakukan intimidasi dengan cara memberikan PHK dan mencabut fasilitas kesehatan pekerja dan keluarganya kepada pekerja yang mogok,” jelas Shobir.
Menanggapi itu, Adang Sudrajat akan tindak lanjuti persoalan ini kepada Kementerian Tenaga Kerja untuk segera merumuskan dalam forum tripartit, yaitu antara pihak Serikat Pekerja, Pemerintah, dan Perusahaan.
Adang juga berharap persoalan ini dapat segera diselesaikan secara kekeluargaan di internal perusahaan. Sebab, semakin lama, persoalan ini akan memicu hilangnya kesejahteraan ribuan orang yang terlibat dalam proses industrialisasi bisnis peleburan (smelting) ini.
“Memang PT Smelting Gresik ini jumlah pekerjanya hanya 500. Tapi, ada industri penyuplai dan penampung limbah atau produk sampingan dari smelting, yang juga memiliki pekerja hingga puluhan ribu,” jelas wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Jawa Barat II ini.
Jika persoalan mogok ini terus berlanjut, maka akan menjadi persoalan besar karena akan menambah jumlah angka kemiskinan di Indonesia.
“Diakibatkan karena kemampuan daya beli menurun, karena kita adalah negara yang sebagian besar kemajuan negaranya ditunjang dari segi kemampuan domestik,” tutup Adang.⁠⁠⁠⁠
Sumber : pks.id

Pers Harus Jadi Garda Terdepan Berantas Hoax

thumbnailPagelaran wayang di gedung PKS (ilustrasi)
Semarang (9/2) -  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah menilai dunia pers dan media massa di era saat ini memiliki arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Media massa tak hanya menjadi pengawal demokrasi, tapi juga menjaga keutuhan bangsa.
Wakil Ketua DPRD Jateng, Ahmadi mengatakan bahwa media di era saat ini pers memiliki peranan strategis dalam menjadi pengawal demokrasi dan juga menjaga keutuhan bangsa.
“Fungi pers untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui informasi yang ada, namun demikian, seiring dengan munculnya social media yang semakin mempermudah produksi berita palsu atau hoax, disini peran pers harus menjadi garda terdepan dalam pemberantasan hoax, caranya bagaimana? Salah satunya yakni dengan terus memproduksi konten-konten jurnalistik yang informatif, mendidik, inspiratif dan mencerahkan,” jelasnya saat momentum peringatan Hari Pers Nasionnal (HPN) pada Kamis (9/2/2017) di Semarang.
Pers, kata Ahmadi, wajib menjaga keutuhan dan kestabilan dalam negeri dengan memberitakan hal-hal yang baik dan positif untuk menimbulkan kesejukan di masyarakat saat ini.
“Media menjadi bagian dari pemerintah untuk membuat Indonesia tetap kompak. Pers dengan dinamikanya tentu selalu mengingatkan pemerintah, memainkan peran sebagai kontrol sosial, ini yang harus dikedepankan,” ungkapnya.
Selain itu, Ahmadi berharap dunia pers bisa menghadapi tantangan perkembangan teknologi dan informasi secara global. "Kami berharap dunia pers siap menerima perkembangan informasi dan teknologi dunia yang terus menerus berkembang, mudah-mudahan, Hari Pers Nasional membawa suasana dan konsep baru agar dapat menghadapi tantangan ke depan," imbuh Ahmadi.
Senada dengan Ahmadi, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Jateng Karsono mengungkapkan bahwa pers harus selalu berpegang teguh terhadap kaidah dan fungsi pers sebagai salah satu media pendidikan.
Menurut anggota Komisi E DPRD Jateng ini, pers sebagai media pendidikan berfungsi untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan masyarakat.
“Kami atas nama keluarga besar F-PKS Jateng mengucapkan selamat hari pers nasional, kami berharap bahwa pers harus tetap berpegang teguh pada idealisme sebagai media kontrol berfungsi untuk melakukan kontrol oleh rakyat terhadap pemerintah. Kontrol yang dimaksud adalah kontrol sosial, kontrol tanggung jawab, kontrol support dan kontrol partisipasi,” kata Karsono.
Sumber : pks.id

Cuti Habis, Fraksi PKS desak Kemendagri Non-aktifkan Basuki

Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, Abdurrahman Suhaimi
Jakarta (9/2) - Akan habisnya masa cuti kampanye Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok menjadi sorotan DPRD DKI Jakarta. Pasalnya, walau sudah berstatus terdakwa namun hingga kini pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum juga membuat keputusan terkait non-aktifnya Ahok sebagai Gubernur. Demikian disampaikan Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2017).
 
Suhaimi melanjutkan, sejatinya Kemendagri harus segera memberhentikan sementara Ahok karena berstatus terdakwa sesuai pasal 86 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah.

"Kan sudah jelas di Undang-Undang, begitu masa cutinya habis maka harus segera di non-aktifkan," jelas pria yang juga Ketua Dewan Syariah Wilayah PKS DKI Jakarta ini.
 
Suhaimi juga mengajak para pakar hukum baik praktisi maupun akademisi untuk ikut mengawasi penegakan hukum terhadap Ahok ini, agar dapat berjalan dengan semestinya.

"Jika hukum benar-benar dijadikan panglima maka pemerintah harus menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat," tandas politikus PKS dari daerah pemilihan Jakarta Timur ini.
 
Diketahui, berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014, dalam pasal 86 ayat 1 dijelaskan, Kepala daerah dan/wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sumber : pks.id

Wednesday 8 February 2017

Keluarga Besar Fraksi PKS Belasungkawa atas Wafatnya Taufik Ridlo


Sholat jenazah Taufik Ridlo di Masjid Al-Amin Kalibata Jakarta Selatan
Jakarta (6/2) – Segenap keluarga besar Pimpinan, Anggota, Tenaga Ahli, Staf Administrasi Fraksi PKS DPR RI turut berbela sungkawa atas wafatnya Taufik Ridlo, pada Senin (6/2) dini hari.
Dalam amanahnya di Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Taufik Ridlo terakhir menjabat sebagai Sekjen PKS pada tahun 2013 hingga 2015 menggantikan Anis Matta yang menjadi Presiden PKS. Lalu, pada Musyawarah Nasional ke-4 PKS di Bulan September 2015 silam, Pakar Ekonomi Syariah ini kembali ditunjuk sebagai Sekjend PKS hingga Bulan Februari 2016.
“Atas nama pimpinan dan seluruh keluarga besar Fraksi PKS, kami turut berbela sungkawa yang sedalam-dalamnya atas wafatnya Almarhum Saudara Taufik Ridlo,” jelas Jazuli di sela-sela proses pemakaman almarhum.
Ditambahkan Jazuli, sosok Taufik Ridlo adalah seorang pejuang dakwah, juga pemberi teladan yang bagus dalam perjuangan. “Almarhum juga selalu semangat dan amanah dalam melaksanakan setiap tugas-tugasnya,” tutur Anggota Majelis Pertimbangan Partai (MPP) PKS ini.
Almarhum Taufik Ridlo sendiri wafat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada usia 52 tahun, dan meninggalkan seorang istri bersama tujuh orang anak.
“Karena itu, semoga amalan Beliau selama di dunia diterima oleh Allah SWT, dan kita yang masih hidup dapat meneladani dan meneruskan perjuangan Beliau. Kepada keluarga almarhum, semoga dapat diberikan ketabahan, ketenangan, serta kesabaran dalam menjalani setiap ujian dari Allah,” jelas Jazuli.
Selain di ranah politik, lulusan Universitas Yordania bidang Perbankan dan Ilmu Keuangan Syariah ini juga pernah menjabat sebagai anggota dewan pengawas syariah di beberapa bank dan perusahaan swasta.
Sumber : pks.id

Friday 3 February 2017

Masyarakat Jadikan Pendapat Ormas Sebagai Rujukan

thumbnailWakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid
Jakarta (2/2) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai kehadiran ormas di Indonesia sering menjadi rujukan oleh masyarakat. Bahkan, tambah Hidayat, seringkali orang lebih memilih merujuk pendapat atau fatwa ormas dibandingkan organisasi politik (orpol), seperti partai politik.

“Dalam konteks saat ini, Indonesia telah memilih jalan demokrasi itu. Dalam konkretnya, peran serta ormas itu seringkali tidak kalah penting dibandingkan peran orpol. Bahkan seringkali orang merujuk pada ormas daripada orpol. Bahkan saat pilkada, masyarakat lebih memilih ormas daripada orpol atas rekomendasi yang diajukan,” jelas Hidayat dalam pembicara kunci Focus Group Discussion dengan tema "Ormas, Antara Peran Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat” di Ruang Pleno Fraksi, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (2/2).
Meskipun demikian, Hidayat menilai Indonesia sebagai negara hukum yang juga menganut prinsip-prinsip demokrasi, kehadiran ormas harus selalu dikawal dan diingat agar peran sinergisitasnya bersama negara berjalan dengan baik.
“Hadirnya ormas dan hadirnya orpol adalah pengejawantahan demokrasi di ranah praksis. Tapi, juga harus tetap mengacu pada prinsip-prinsip demokrasi sesuai dengan landasan hukum. Hukum di Indonesia sesungguhnya bukanlah hukum yang abu-abu, atau pasal karet. Relatif semuanya terukur. Ketika pemerintah menegakkan hukum terkait dengan pembinaan ormas termasuk juga mengevaluasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rasanya tidak akan ada konflik antara ormas dan pemerintah,” jelas wakil rakyat PKS dari Daerah Pemilihan Jakarta Utara II ini.
Hidayat menambahkan sinergisitas antara ormas sebagai perwakilan masyarakat sipil (civil society) dengan pemerintah dapat berjalan dengan baik jika tidak ada rasa bahwa para ormas tersebut bukanlah bagian dari target, atau yang diintai oleh pemerintah.
“Oleh karena itu, pemerintah perlu memberdayakan dan membina semua ormas, termasuk juga ormas yang berbasis kedaerahan. Kalau yang lokal itu tidak diperhatikan, maka berpotensi untuk menjadi radikalisme, separatisme, dan sebagainya,” tegas Anggota Komisi I DPR RI ini.
Diketahui, acara FGD ini turut dihadiri oleh, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Alhabsyi, Koordinator Staf Ahli Kapolri Irza Fadli, Wakil Ketua Lembaga Falakiyyah PBNU Mohammad Shohibul Faroji, dan Ketua Umum DPP Persatuan Umat Islam (PUI) Nurhasan Zaidi.
Hadir pula dalam acara ini beberapa ormas sebagai peserta aktif, yaitu Persatuan Islam (Persis), Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), MUI, PUI, PBNU, dan IKADI.⁠⁠⁠⁠
Sumber : pks.id

Ormas Berperan Historis Kuat dalam Dinamika Kebangsaan

thumbnailKetua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini
Jakarta (2/2) – Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini menilai ormas memiliki peran historis yang kuat dalam dinamika kebangsaan, baik sebelum masa kemerdekaan hingga kini. Ormas , baik yang berlatar belakang agama, kedaerahan, maupun nasionalis, sudah hadir dan berperan besar dalam dinamika kebangsaan termasuk  perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Beberapa ormas yang memiliki kontribusi dalam perjuangan kemerdekaan tersebut seperti Sarekat Islam, NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Jong Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, dan sebagainya. Ormas-ormas tersebut, tambah Jazuli, memiliki andil besar dalam mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu kemerdekaannya.
“Oleh karena itu, ormas perlu terus didorong menjadi motor pergerakan bangsa dan penyelesai masalah-masalah kebangsaan sebagaimana sejarah perannya selama pra kemerdekaan,” kata Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini dalam memberikan sambutan Focused Group Discussion (FGD) bertema “Ormas, Antara Peran Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat”, di Ruang Pleno FPKS, Kamis (2/2/2017)
Menurut Jazuli, dalam konteks demokrasi untuk kesejahteraan rakyat, ormas dapat memainkan   4 (empat) peran, yaitu edukator (pembinaan atau mendidik rakyat), agregator (menyampaikan aspirasi, saran, dan masukan), akselerator (melaksanakan percepatan pembangunan), dan evaluator (mengawasi dan mengoreksi pembangunan).
“Untuk itu, eksistensi ormas tegas dijamin oleh Konstitusi Pasal 28E Ayat 3 yaitu bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Ormas juga memiliki UU sendiri yaitu UU 17/2013 yang perannya diarahkan untuk ikut serta mewujudkan bernegara yang berdasarkan Pancasila,” tandas Anggota Komisi I DPR RI ini.
Mengingat pentingnya peran ormas tersebut, Pemerintah sudah semestinya memposisikan ormas sebagai mitra pembangunan dan berkewajiban untuk membina dan memberdayakannya. 
“Dan jika terjadi persoalan diantara ormas, aparat harus bertindak sebagai wasit yang harus bersikap netral dan imparsial atau tidak memihak,” tandas wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Banten Raya ini.
Tak hanya Pemerintah yang didorong untuk menjalin hubungan baik dengan ormas, Jazuli juga berharap kemitraan ormas dengan partai politik juga terjalin baik.
“Adapun peran partai politik lebih untuk memfasilitasi kepentingan ormas sebagai bagian dari rakyat Indonesia,” ungkap Jazuli.
Sumber : pks.id

Fraksi PKS: Ormas Kritik Pemerintah Jangan Malah Dinilai Menyimpang

thumbnail
Jakarta -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) menilai organisasi masyarakat yang mengkritik pemerintah jangan langsung dinilai menyimpang dari falsafah bangsa Indonesia, namun harus diberikan pembinaan karena itu tugas pemerintah kepada ormas, kata Ketua FPKS di DPR Jazuli Juwani.
"Kami tidak ingin ketika ada ormas kritik pemerintah lalu dinilai menyimpang oleh negara," kata Jazuli dalam diskusi bertajuk "Ormas Antara Peran Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat", di Ruang Rapat FPKS, Jakarta, Kamis (2/2).
Dia mengatakan peran pembinaan ormas di pemerintah kalau dinilai ada yang tidak sesuai dengan falsafah bangsa. Dia menilai prinsip regulasi dan demokrasi dikedepankan namun aspek pembinaan tidak bisa dihilangkan.
"Kami ingin peran pemerintah bisa memberdayakan karena tidak bisa semua agenda kebangsaan dijalankan pemerintah. Karena Indonesia memiliki ribuan pulau dan jutaan penduduk sehingga kalau diserahkan kepada pemerintah belum tentu bisa dilaksanakan," ujarnya.
Jazuli juga menilai aparat penegak hukum tidak boleh terlibat dalam konflik antar-ormas karena bisa mengganggu kinerjanya. Selain itu dia menilai ormas yang berlatar belakang agama, kedaerahan, maupun nasionalis, sudah hadir dan berperan besar dalam dinamika kebangsaan termasuk perjuangan kemerdekaan Indonesia.
"Misalnya sejumlah ormas seperti Sarekat Islam, NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Jong Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, dan masih banyak lagi merupakan ormas-ormas yang memiliki andil besar dalam mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu kemerdekaannya," katanya.
Dia menilai ormas perlu terus didorong menjadi motor pergerakan bangsa dan penyelesaian masalah-masalah kebangsaan sebagaimana sejarah perannya selama pra-kemerdekaan.
Menurut Jazuli, dalam konteks demokrasi untuk kesejahteraan rakyat, ormas dapat memainkan empat peran yaitu edukator atau pembinaan dan mendidik rakyat; agregator atau menyampaikan aspirasi, saran, masukan; akselerator atau melaksanakan percepatan pembangunan; dan evaluator atau mengawasi dan mengoreksi pembangunan.
"Untuk itu eksistensi ormas tegas dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28E Ayat 3 yaitu bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Ormas juga memiliki UU sendiri yaitu UU 17/2013 yang perannya diarahkan untuk ikut serta mewujudkan bernegara yang berdasarkan Pancasila," katanya.
Dia menegaskan, pentingnya peran ormas tersebut, pemerintah sudah semestinya memposisikan ormas sebagai mitra pembangunan dan berkewajiban untuk membina dan memberdayakannya.
Sumber: Republika.co.id

Wednesday 1 February 2017

Kecam Penembakan Aktivis Hukum Pembela Rohingya

thumbnailAnggota Komisi I DPR RI Sukamta
Jakarta (31/1) – Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengecam dan sekaligus prihatin atas wafatnya Ko Ni, advokat Myanmar yang aktif membela masyarakat minoritas Rohingya, yang ditembak di Bandara Internasional Yangon, Myanmar pada Minggu 29 Januari kemarin.
Ko Ni ditembak saat baru saja mengunjungi Indonesia bersama rombongan Menteri Informasi Myanmar, Pe Myint. Mereka juga sempat mengunjungi Ambon untuk memelajari bagaimana menangani konflik komunal.
“Sebelum ada keterangan resmi dari Pemerintah Myanmar atas insiden ini, saya tidak ingin berspekulasi. Yang saya dengar pelaku penembakan mantan tentara Myanmar yang telah disersi berpangkat kapten dan berstatus sebagai narapidana. Tentu hal ini cukup aneh mengingat statusnya sebagai narapidana,” jelas Sukamta di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1) 
Sukamta berharap Pemerintah Myanmar dapat secara cepat mengungkap kasus penembakan ini.
“Saya juga berharap kasus penembakan aktivis hukum pembela minoritas Rohingya ini untuk menjadi perhatian dunia Internasional. Sudah sejak lama kita mendengar banyak tekanan dialami para aktivis kemanusiaan di negeri tersebut,” jelas Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini.
Sukamta mendorong ini didasarkan atas persoalan pelanggaran HAM dan tragedi kemanusiaan yang perlu diberikan perhatian.
“Saya kira tidak ada niatan kita mencampuri urusan dalam negeri Myanmar. Persoalan kemanusiaan bersifat universal, apalagi ini menyangkut dugaan genosida minoritas Rohingya,” tutur Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri (BPPLN) DPP PKS ini.
Atas kejadian ini, Sukamta juga berharap pihak Keduataan Besar RI di Myamar juga lebih meningkatkan perhatian dan keamanan warga negara RI di sana, khususnya para relawan kemanusiaan yang terlibat dalam upaya membantu meringankan derita etnis Rohingya di Myanmar.
Sumber : pks.id

Politikus PKS: Usut Penyadap Percakapan Ketum MUI-SBY

thumbnailAnggota Komisi III DPR Nasir Djamil. Lukisan: Nourman Hidayat
Jakarta - Klaim penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menyatakan memiliki bukti percakapan antara Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 6 Oktober 2017 disorot banyak pihak.
Jika Ahok benar-benar memiliki bukti tersebut maka hal itu sebuah pelanggaran hukum.
Menurut Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil, penegak hukum perlu melakukan pengusutan. "H‎al ini perlu diusut serius aparat penegak hukum. Ini akan sangat berbahaya kalau kemudian hukum dibawa ke kepentingan politik, apalagi melibatkan misalnya orang-orang yang memiliki otoritas penyadapan," kata Nasir di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (1/2/2017).
Pengusutan itu dinilai perlu untuk mengungkap siapa pihak yang menyadap perbincangan Ma'ruf Amin dengan SBY. Menurut dia, sepengetahuannya yang bisa melakukan penyadapan adalah aparat penegak hukum, seperti penyidik.
"Kalau penyidik yang melakukan, apa urusannya dia menyerahkan informasi itu kepada Ahok atau pengacara Ahok, ini serius harus diusut," ungkap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Dia juga mengkritik ucapan Ahok di persidangan yang akan memproses hukum Ma'ruf Amin. Tindakan tersebut dianggapnya sebagai bukti Ahok memiliki backing. "Yang back-up dia (Ahok) menurut saya orang kuat. Karenanya dia berani sesumbar itu di depan pengadilan," katanya.
Sumber: sindonews.com

Hentikan Kriminalisasi Terhadap Ulama

thumbnailIlustrasi
Serang (1/2) - Belakangan ini, kabar mengenai kriminalisasi terhadap para ulama yang tergabung dalam GNPF (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa) MUI kian berkembang dan meresahkan masyarakat. Tidak terkecuali Najib Hamas, selaku Wakil Fraksi PKS DPRD Provinsi Banten yang menyatakan protesnya terhadap pemerintah.
Najid menuturkan bahwa tindakan tersebut dinilai kurang etis dilakukan oleh negara kepada para ulama khususnya, dan umat Islam umumnya. Ia juga menyampaikan, bahwa tindakan tersebut telah mempengaruhi citra Islam sebagai agama yang toleran terhadap perdamaian dan perbedaan.
"Kriminalisasi ulama dan ormas Islam itu seolah-olah mengarahkan bahwa Umat Islam itu intoleran dan menggangu kebhinekaan. Ini adalah anggapan yang terbalik," ungkapnya.
Najib juga mejelaskan, jika menilik sejarah, Umat Islam memiliki peran besar terhadap persatuan NKRI.
"Umat Islam ini adalah pemegang saham terbesar dalam perjalanan bangsa menjaga keutuhan NKRI. Jika ada pihak yang meragukan partisipasi dan semangat umat Islam dalam hal ini, berarti yang bersangkutan harus belajar lagi mengenai sejarah bangsa ini," jelas Najib.
Berkaitan dengan penegakan hukum, Najib mendukung penegakan hukum yang adil dan tidak tebang pilih.
"Kami mendukung seutuhnya upaya penegakkan supremasi hukum, tidak tebang pilih dan sekaligus mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, serta mendukung para ulama yang sumbangsihnya sangat besar untuk bangsa ini," tutup Najib.
Sumber : pks.id