SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Monday 28 September 2015

Prolegnas 2015; Politikus PKS Tolak Kretek Masuk RUU Kebudayaan

ILUSTRASI. Petani Tembakau. FOTO: DOK. JPNN.com
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari menolak masuknya rokok ke dalam aturan resmi perundang-undangan Indonesia. Faktanya, menurut Almasyhari, lewat konsep kretek, substansi rokok sudah muncul dalam naskah RUU Kebudayaan yang sedang dibahas DPR.
“Meski tradisi Indonesia, kretek seharusnya tidak masuk dalam RUU Kebudayaan. Sebab kretek dapat mengakibatkan dampak negatif bagi generasi bangsa,” kata Abdul Kharis Almasyhari, dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (25/9).
Menurut politikus PKS ini, masyarakat harus berperan aktif dalam mengkritisi setiap kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah maupun DPR. Karena itu, dia mengajak masyarakat untuk mengkaji dan memperdalam dampak yang mungkin terjadi bila pasal tentang kretek dicantumkan dalam RUU Kebudayaan.
“Jelas, kalau seperti itu akan berbahaya. Nanti juga bisa ada yang meminta ganja dan tuak dimasukkan dalam RUU Kebudayaan dengan alasan warisan tradisi," ujar anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah V ini.
Dia mengakui, kretek merupakan salah satu tradisi karena hanya ada di Indonesia. Campuran tembakau dan beberapa herbal seperti cengkeh yang dibakar dan dihisap sebagai rokok memang merupakan peninggalan tradisi bangsa.
“Di beberapa bagian masyarakat Indonesia, penggunaan ganja dan tuak juga bagian dari tradisi. Ada masyarakat yang menggunakan daun ganja sebagai bumbu masakan dan ada pula yang meminum tuak,” ungkapnya.
Tradisi yang membawa dampak negatif bagi generasi bangsa lanjutnya, tidak perlu dipertahankan.
“Kita tidak ingin pelajar sebagai generasi penerus bangsa rusak akibat kebiasaan merokok,” tegasnya.
Apalagi, berdasarkan data survei tembakau remaja global (GYTS) 2014, yang dilakukan pada pelajar SMP usia 13 hingga 15 tahun, yang menemukan 18,3 persen pelajar Indonesia sudah memiliki kebiasaan merokok.
Ia meminta agar pemerintah dan DPR mendorong dan melindungi tradisi-tradisi nasional yang membawa dampak positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. “Bukan yang memberikan dampak negatif,” katanya.(fas/jpnn)

Sumber : jpnn.com