 
 
JAKARTA - Wakil Ketua 
Komisi X DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari menolak masuknya rokok ke dalam
 aturan resmi perundang-undangan Indonesia. Faktanya, menurut 
Almasyhari, lewat konsep kretek, substansi rokok sudah muncul dalam 
naskah RUU Kebudayaan yang sedang dibahas DPR.
“Meski tradisi Indonesia, kretek 
seharusnya tidak masuk dalam RUU Kebudayaan. Sebab kretek dapat 
mengakibatkan dampak negatif bagi generasi bangsa,” kata Abdul Kharis 
Almasyhari, dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (25/9).
Menurut politikus PKS ini, masyarakat 
harus berperan aktif dalam mengkritisi setiap kebijakan yang akan 
dikeluarkan oleh pemerintah maupun DPR. Karena itu, dia mengajak 
masyarakat untuk mengkaji dan memperdalam dampak yang mungkin terjadi 
bila pasal tentang kretek dicantumkan dalam RUU Kebudayaan.
“Jelas, kalau seperti itu akan berbahaya. 
Nanti juga bisa ada yang meminta ganja dan tuak dimasukkan dalam RUU 
Kebudayaan dengan alasan warisan tradisi," ujar anggota DPR dari daerah 
pemilihan Jawa Tengah V ini.
Dia mengakui, kretek merupakan salah satu 
tradisi karena hanya ada di Indonesia. Campuran tembakau dan beberapa 
herbal seperti cengkeh yang dibakar dan dihisap sebagai rokok memang 
merupakan peninggalan tradisi bangsa.
“Di beberapa bagian masyarakat Indonesia, 
penggunaan ganja dan tuak juga bagian dari tradisi. Ada masyarakat yang 
menggunakan daun ganja sebagai bumbu masakan dan ada pula yang meminum 
tuak,” ungkapnya.
Tradisi yang membawa dampak negatif bagi generasi bangsa lanjutnya, tidak perlu dipertahankan.
“Kita tidak ingin pelajar sebagai generasi penerus bangsa rusak akibat kebiasaan merokok,” tegasnya.
Apalagi, berdasarkan data survei tembakau 
remaja global (GYTS) 2014, yang dilakukan pada pelajar SMP usia 13 
hingga 15 tahun, yang menemukan 18,3 persen pelajar Indonesia sudah 
memiliki kebiasaan merokok.
Ia meminta agar pemerintah dan DPR 
mendorong dan melindungi tradisi-tradisi nasional yang membawa dampak 
positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. “Bukan yang memberikan 
dampak negatif,” katanya.(fas/jpnn)
Sumber : jpnn.com 
 
 
 
 
 





 






 Indonesia Time
  Indonesia Time 
 
