SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Wednesday, 1 February 2017

Kecam Penembakan Aktivis Hukum Pembela Rohingya

thumbnailAnggota Komisi I DPR RI Sukamta
Jakarta (31/1) – Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengecam dan sekaligus prihatin atas wafatnya Ko Ni, advokat Myanmar yang aktif membela masyarakat minoritas Rohingya, yang ditembak di Bandara Internasional Yangon, Myanmar pada Minggu 29 Januari kemarin.
Ko Ni ditembak saat baru saja mengunjungi Indonesia bersama rombongan Menteri Informasi Myanmar, Pe Myint. Mereka juga sempat mengunjungi Ambon untuk memelajari bagaimana menangani konflik komunal.
“Sebelum ada keterangan resmi dari Pemerintah Myanmar atas insiden ini, saya tidak ingin berspekulasi. Yang saya dengar pelaku penembakan mantan tentara Myanmar yang telah disersi berpangkat kapten dan berstatus sebagai narapidana. Tentu hal ini cukup aneh mengingat statusnya sebagai narapidana,” jelas Sukamta di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1) 
Sukamta berharap Pemerintah Myanmar dapat secara cepat mengungkap kasus penembakan ini.
“Saya juga berharap kasus penembakan aktivis hukum pembela minoritas Rohingya ini untuk menjadi perhatian dunia Internasional. Sudah sejak lama kita mendengar banyak tekanan dialami para aktivis kemanusiaan di negeri tersebut,” jelas Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini.
Sukamta mendorong ini didasarkan atas persoalan pelanggaran HAM dan tragedi kemanusiaan yang perlu diberikan perhatian.
“Saya kira tidak ada niatan kita mencampuri urusan dalam negeri Myanmar. Persoalan kemanusiaan bersifat universal, apalagi ini menyangkut dugaan genosida minoritas Rohingya,” tutur Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri (BPPLN) DPP PKS ini.
Atas kejadian ini, Sukamta juga berharap pihak Keduataan Besar RI di Myamar juga lebih meningkatkan perhatian dan keamanan warga negara RI di sana, khususnya para relawan kemanusiaan yang terlibat dalam upaya membantu meringankan derita etnis Rohingya di Myanmar.
Sumber : pks.id

Politikus PKS: Usut Penyadap Percakapan Ketum MUI-SBY

thumbnailAnggota Komisi III DPR Nasir Djamil. Lukisan: Nourman Hidayat
Jakarta - Klaim penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menyatakan memiliki bukti percakapan antara Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 6 Oktober 2017 disorot banyak pihak.
Jika Ahok benar-benar memiliki bukti tersebut maka hal itu sebuah pelanggaran hukum.
Menurut Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil, penegak hukum perlu melakukan pengusutan. "H‎al ini perlu diusut serius aparat penegak hukum. Ini akan sangat berbahaya kalau kemudian hukum dibawa ke kepentingan politik, apalagi melibatkan misalnya orang-orang yang memiliki otoritas penyadapan," kata Nasir di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (1/2/2017).
Pengusutan itu dinilai perlu untuk mengungkap siapa pihak yang menyadap perbincangan Ma'ruf Amin dengan SBY. Menurut dia, sepengetahuannya yang bisa melakukan penyadapan adalah aparat penegak hukum, seperti penyidik.
"Kalau penyidik yang melakukan, apa urusannya dia menyerahkan informasi itu kepada Ahok atau pengacara Ahok, ini serius harus diusut," ungkap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Dia juga mengkritik ucapan Ahok di persidangan yang akan memproses hukum Ma'ruf Amin. Tindakan tersebut dianggapnya sebagai bukti Ahok memiliki backing. "Yang back-up dia (Ahok) menurut saya orang kuat. Karenanya dia berani sesumbar itu di depan pengadilan," katanya.
Sumber: sindonews.com

Hentikan Kriminalisasi Terhadap Ulama

thumbnailIlustrasi
Serang (1/2) - Belakangan ini, kabar mengenai kriminalisasi terhadap para ulama yang tergabung dalam GNPF (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa) MUI kian berkembang dan meresahkan masyarakat. Tidak terkecuali Najib Hamas, selaku Wakil Fraksi PKS DPRD Provinsi Banten yang menyatakan protesnya terhadap pemerintah.
Najid menuturkan bahwa tindakan tersebut dinilai kurang etis dilakukan oleh negara kepada para ulama khususnya, dan umat Islam umumnya. Ia juga menyampaikan, bahwa tindakan tersebut telah mempengaruhi citra Islam sebagai agama yang toleran terhadap perdamaian dan perbedaan.
"Kriminalisasi ulama dan ormas Islam itu seolah-olah mengarahkan bahwa Umat Islam itu intoleran dan menggangu kebhinekaan. Ini adalah anggapan yang terbalik," ungkapnya.
Najib juga mejelaskan, jika menilik sejarah, Umat Islam memiliki peran besar terhadap persatuan NKRI.
"Umat Islam ini adalah pemegang saham terbesar dalam perjalanan bangsa menjaga keutuhan NKRI. Jika ada pihak yang meragukan partisipasi dan semangat umat Islam dalam hal ini, berarti yang bersangkutan harus belajar lagi mengenai sejarah bangsa ini," jelas Najib.
Berkaitan dengan penegakan hukum, Najib mendukung penegakan hukum yang adil dan tidak tebang pilih.
"Kami mendukung seutuhnya upaya penegakkan supremasi hukum, tidak tebang pilih dan sekaligus mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, serta mendukung para ulama yang sumbangsihnya sangat besar untuk bangsa ini," tutup Najib.
Sumber : pks.id