SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Tuesday, 17 January 2017

Komisi III DPR sepakat Kapolda Jabar dinonaktifkan

Image result for nasir djamil komisi 3
Nasir Jamil

Komisi III DPR RI meminta Kapolri untuk menonaktifkan Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol Anton Charliyan dikarenakan jabatan yang disandang oleh Anton sebagai Pembina pada Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI)

“Dinonaktifkan untuk diperiksa oleh Propam Mabes Polri,” kata anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (16/01/2017).

Seperti diketahui sebelumnya telah terjadi bentrokan antara Front Pembela Islam dengan massa GMBI di Bandung usai pemeriksaan Habib Rizieq di Polda Jabar. Dalam bentrokan itu, sejumlah anggota FPI mengalami luka-luka dan ada beberapa markas GMBI yang dibakar anggota FPI.

Keberadaan Anton Charlian di kepengurusan ormas, kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, membuat polisi yang bertugas melindungi, mengayomi, dan melayani jadi tidak terlaksana dengan baik.

“Kok kesannya tukang adu domba, itu kan informasi yang beredar di masyarakat. Karenanya harus diperiksa oleh Propam, dan karena diperiksa dia harus dinonaktifkan, apakah sebulan/setengah bulan," ujar Nasir.

"Dan kalau memang jelas dia sudah melanggar, maka jangan segan-segan untuk dicopot dari jabatan sebagai Kapolda Jabar," kata Nasir menambahkan.

Kedepan, ia menyarankan agar pimpinan Polri seperti Kapolda, Kapolres untuk tidak lagi diperbolehkan menjadi pengurus di suatu ormas seperti GMBI.

"Ke depan harus diatur lah dengan peristiwa ini. Artinya dengan kejadian seperti ini memang harus diatur kedepan. Kalau seseorang pimpin Polri mulai dari Polres, Polda sampai Mabes Polri itu menjadi ketua ini, ketua itu, itu harus ada aturan mainnya, harus dipilih-pilih, jangan sampai sembarangan, akibatnya kan seperti GMBI itu kan jadi bumerang juga buat Kapolda Jawa Barat itu sendiri,” kata Nasir.

Sumber : rimanews.com

Pemerintah Harus Lebih Kendalikan Harga

thumbnailPKS Semarang Bagi Tas Belanja Hasil Daur Ulang Sampah (ilustrasi)
Jakarta (17/1) – Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan Ecky Awal Mucharam berharap agar pemerintah dapat mengambil langkah yang lebih efektif untuk menyelesaikan persoalan melonjaknya harga cabai.
“Menurut Ecky, langkah pemerintah untuk menurunkan harga cabai masih belum menampakan hasil. Padahal harga cabai adalah salah satu kontributor utama dalam inflasi. Jika inflasi naik maka daya beli masyarakat tergerus. Pemerintah harus menjaga daya beli masyakat, karena hal ini menyumbang lebih dari separuh PDB. Jika ini berlanjut, ujungnya target pertumbuhan bisa meleset,” jelas Ecky di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1).
Ecky pun menambahkan meski realisasi inflasi umum relatif rendah, namun inflasi pada barang-barang bergejolak (volatile food) masih sangat tinggi.
“Satu sisi pemerintah terlihat sukses menekan inflasi, sementara inflasi dari sisi harga barang-barang bergejolak masih cukup tinggi,” jelas Anggota Komisi XI DPR RI ini.
Data BPS menunjukan bahwa inflasi barang-barang bergejolak (volatile food) pada akhir 2016 mencapai mencapai 5,92 persen; inflasi umum 3,02 persen; inflasi inti 3,07 persen; dan inflasi barang-barang yang diatur pemerintah sebesar 0,21 persen. Sepanjang 2016, kontribusi cabai terhadap pembentukan inflasi mencapai 0,35 persen dan menjadi kontributor utama. Akhir-akhir ini ini harga cabai melambung tinggi hingga Rp160 ribu per kg. Bahkan, di beberapa pasar tradisional melebihi Rp200 ribu per kg.
“Inti persoalan komoditas cabai bukan hanya terkait dengan cuaca, yang sering disebut terkait dengan lonjakan harga. Justru, yang mendasar adalah persoalan adalah tata niaga, mulai dari proses produksi, distribusi, pemasaran, hingga konsumsi akhir,” ujar wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur ini.
Ecky menjelaskan persoalan di sisi produksi terlihat bagaimana pengaruh dari tengkulak yang menjadi penyuplai dana dan sarana produksi bagi petani di daerah. Pemerintah harus berani masuk lebih dalam ke bisnis prosesnya, sehingga dapat memutus jaring-jaring tengkulak. Ditambah lagi dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang belum menyasar ke sektor pertanian secara efektif. Karena keterbatasan faktor-faktor produksi inilah, petani terpaksa terikat kepada tengkulak.
“Selain itu, jalur distribusi turut memengaruhi harga cabai. Kondisi jalan yang rusak menyebabkan biaya angkut semakin tinggi. Keseluruhan biaya tersebut akan dibebankan kepada konsumen. Dalam berbagai kajian disimpulkan, ongkos transportasi menyumbang sekitar sepertiga dari harga jual barang. Untuk itu, sangat mendesak memperbaiki infrastruktur dasar," tambah Ecky.
Oleh karena itu Ecky mendukung segala upaya pemerintah untuk memutus mata rantai perdagangan yang tidak efisien. Petani harus dapat mendistribusikan hasil usahanya kepada konsumen melalui sependek mungkin perantara.
“Sebab persoalan makro seperti inflasi dan stabilitas ekonomi berakar dari pengelolaan hal-hal mikro seperti ini” tutup Ecky.
Sumber : pks.id