SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Thursday 9 February 2017

FPKS Advokasi Kasus PHK Sepihak PT Smelting Gresik


Anggota Komisi IX DPR RI Adang Sudrajat
Jakarta (7/2) – Fraksi PKS DPR RI menerima aduan dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di Ruang Pimpinan Fraksi PKS DPR RI, Selasa (7/2). Aduan yang berlangsung dalam rangka Hari Aspirasi setiap Selasa tersebut diterima langsung oleh Anggota Komisi IX DPR RI Adang Sudrajat bersama dengan beberapa Tenaga Ahli Fraksi PKS DPR RI.
Dalam keterangannya, Wakil Sekretaris IV Serikat Pekerja Logam FSPMI PT Smelting Gresik, Ibnu Shobir menjelaskan bahwa terdapat 309 pekerja yang mendapatkan PHK sepihak. Hal itu karena para pekerja tersebut melakukan mogok kerja, sejak 19 Januari 2017 silam dalam rangka menuntut keadilan atas diskriminasi yang dilakukan perusahaan.
“Kami melakukan mogok karena pihak manajemen telah melakukan pelanggaran, yang mengakibatkan terciptanya hubungan industrial yang tidak harmonis,” jelas Ibnu Shobir kepada Fraksi PKS.
Pelanggaran pertama, jelas Ibnu Shobir, berupa tindakan diskriminasi kenaikan gaji pekerja di Seksi ISFB sebesar Rp 2 juta. Padahal, kenaikan gaji tersebut tidak diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) VI. Sehingga, adanya diskriminasi ini melahirkan konflik di antara sesama pekerja yang diakhiri dengan adanya PKB yang muncul pada 12 Februari 2014.
Pelanggaran kedua terjadi saat perusahaan melakukan pelanggaran terhadap PKB VII pada tahun 2014 yang berkaitan dengan tambahan gaji kepada pekerja level I di seksi GA dan FB dan berakhir 29 Juni 2016.
Pelanggaran ketiga terjadi pada tahun 2016, dimana PT Smelting tidak menaikkan gaji pekerja berdasarkan ketentuan pada PKB VII, yaitu menyamaratakan kenaikan gaji sebesar Rp 350.000 kepada pekerja dari level I sampai dengan IV. Padahal, sesuai formula, kenaikan gaji seharusnya dihitung dari inflasi ditambah dengan performa penilaian setiap karyawan. Sehingga, setiap karyawan, tambah Shobri, bisa mendapatkan tambahan kenaikan gaji lebih dari Rp 350.000. Persoalan ini berakhir pada 29 Juni 2016.
Pelanggaran keempat, perusahaan menaikkan sepihak kesepakatan pada 29 Juni 2016 tersebut dengan menaikkan gaji pekerja level V sampai VI (manajerial) di semua seksi hingga mencapai besar Rp 10.000.000. Kenaikan gaji sepihak ini, membuat diskriminasi para pekerja di level bawah, sehingga Serikat Pekerja melakukan perundingan hingga tanggal 6 Januari 2017 dan belum mencapai kesepakatan.
Sehingga pada 8 Januari 2017, Serikat Pekerja yang diwakili PUK SPL FSPMI PT. Smelting mengirimkan surat pemberitahuan mogok kerja, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu sudah mengirimkan surat permohonan mogok lebih dari tujuh hari dan sudah di bicarakan dengan instansi terkait. Namun, perusahaan melakukan intimidasi dengan cara memberikan PHK dan mencabut fasilitas kesehatan pekerja dan keluarganya kepada pekerja yang mogok,” jelas Shobir.
Menanggapi itu, Adang Sudrajat akan tindak lanjuti persoalan ini kepada Kementerian Tenaga Kerja untuk segera merumuskan dalam forum tripartit, yaitu antara pihak Serikat Pekerja, Pemerintah, dan Perusahaan.
Adang juga berharap persoalan ini dapat segera diselesaikan secara kekeluargaan di internal perusahaan. Sebab, semakin lama, persoalan ini akan memicu hilangnya kesejahteraan ribuan orang yang terlibat dalam proses industrialisasi bisnis peleburan (smelting) ini.
“Memang PT Smelting Gresik ini jumlah pekerjanya hanya 500. Tapi, ada industri penyuplai dan penampung limbah atau produk sampingan dari smelting, yang juga memiliki pekerja hingga puluhan ribu,” jelas wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Jawa Barat II ini.
Jika persoalan mogok ini terus berlanjut, maka akan menjadi persoalan besar karena akan menambah jumlah angka kemiskinan di Indonesia.
“Diakibatkan karena kemampuan daya beli menurun, karena kita adalah negara yang sebagian besar kemajuan negaranya ditunjang dari segi kemampuan domestik,” tutup Adang.⁠⁠⁠⁠
Sumber : pks.id

Pers Harus Jadi Garda Terdepan Berantas Hoax

thumbnailPagelaran wayang di gedung PKS (ilustrasi)
Semarang (9/2) -  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah menilai dunia pers dan media massa di era saat ini memiliki arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Media massa tak hanya menjadi pengawal demokrasi, tapi juga menjaga keutuhan bangsa.
Wakil Ketua DPRD Jateng, Ahmadi mengatakan bahwa media di era saat ini pers memiliki peranan strategis dalam menjadi pengawal demokrasi dan juga menjaga keutuhan bangsa.
“Fungi pers untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui informasi yang ada, namun demikian, seiring dengan munculnya social media yang semakin mempermudah produksi berita palsu atau hoax, disini peran pers harus menjadi garda terdepan dalam pemberantasan hoax, caranya bagaimana? Salah satunya yakni dengan terus memproduksi konten-konten jurnalistik yang informatif, mendidik, inspiratif dan mencerahkan,” jelasnya saat momentum peringatan Hari Pers Nasionnal (HPN) pada Kamis (9/2/2017) di Semarang.
Pers, kata Ahmadi, wajib menjaga keutuhan dan kestabilan dalam negeri dengan memberitakan hal-hal yang baik dan positif untuk menimbulkan kesejukan di masyarakat saat ini.
“Media menjadi bagian dari pemerintah untuk membuat Indonesia tetap kompak. Pers dengan dinamikanya tentu selalu mengingatkan pemerintah, memainkan peran sebagai kontrol sosial, ini yang harus dikedepankan,” ungkapnya.
Selain itu, Ahmadi berharap dunia pers bisa menghadapi tantangan perkembangan teknologi dan informasi secara global. "Kami berharap dunia pers siap menerima perkembangan informasi dan teknologi dunia yang terus menerus berkembang, mudah-mudahan, Hari Pers Nasional membawa suasana dan konsep baru agar dapat menghadapi tantangan ke depan," imbuh Ahmadi.
Senada dengan Ahmadi, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Jateng Karsono mengungkapkan bahwa pers harus selalu berpegang teguh terhadap kaidah dan fungsi pers sebagai salah satu media pendidikan.
Menurut anggota Komisi E DPRD Jateng ini, pers sebagai media pendidikan berfungsi untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan masyarakat.
“Kami atas nama keluarga besar F-PKS Jateng mengucapkan selamat hari pers nasional, kami berharap bahwa pers harus tetap berpegang teguh pada idealisme sebagai media kontrol berfungsi untuk melakukan kontrol oleh rakyat terhadap pemerintah. Kontrol yang dimaksud adalah kontrol sosial, kontrol tanggung jawab, kontrol support dan kontrol partisipasi,” kata Karsono.
Sumber : pks.id

Cuti Habis, Fraksi PKS desak Kemendagri Non-aktifkan Basuki

Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, Abdurrahman Suhaimi
Jakarta (9/2) - Akan habisnya masa cuti kampanye Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok menjadi sorotan DPRD DKI Jakarta. Pasalnya, walau sudah berstatus terdakwa namun hingga kini pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum juga membuat keputusan terkait non-aktifnya Ahok sebagai Gubernur. Demikian disampaikan Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2017).
 
Suhaimi melanjutkan, sejatinya Kemendagri harus segera memberhentikan sementara Ahok karena berstatus terdakwa sesuai pasal 86 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah.

"Kan sudah jelas di Undang-Undang, begitu masa cutinya habis maka harus segera di non-aktifkan," jelas pria yang juga Ketua Dewan Syariah Wilayah PKS DKI Jakarta ini.
 
Suhaimi juga mengajak para pakar hukum baik praktisi maupun akademisi untuk ikut mengawasi penegakan hukum terhadap Ahok ini, agar dapat berjalan dengan semestinya.

"Jika hukum benar-benar dijadikan panglima maka pemerintah harus menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat," tandas politikus PKS dari daerah pemilihan Jakarta Timur ini.
 
Diketahui, berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014, dalam pasal 86 ayat 1 dijelaskan, Kepala daerah dan/wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sumber : pks.id