Friday, 28 March 2014
3/28/2014 10:50:00 am
No comments
Kami berjanji untuk menjaga area kampanye tetap bersih, bahkan mungkin lebih bersih, setelah kami selesai beraksi. Namun jika kami sendiri, mungkin kami tidak sanggup, karena itu Allah mengirimkan bala tentara yang membantu kami.
Pasukan ini tak kenal malu
Siapa yang tak kenal dengan rasa gengsi di masa hedonis nan materialistis ini? Jangankan untuk mengangkat sapu lidi dan sekop sampah di antara ribuan orang, bahkan untuk memungut sampah 1 atau 2 di jalan, wajah-wajah seperti dilumuri lumpur. Malu, Juragan!
Tapi berbeda dengan pasukan ini, mereka bahkan dengan bangga memunguti satu per satu sampah yang dicampakkan di tanah dan kadang bercampur dengan lumpur dan kotoran lain. Di antara kelompok-kelompok kecil ini, ada yang rela mengangkat trash bag yang ukurannya hampir menyerupai tinggi tubuh mereka. Tidak ada yang malu. Tidak ada…
Pasukan ini tak kenal lelah
Zaman sekarang siapa sih yang tak menjadi manja? Bahkan mungkin sedikit keringat di dahi menjadi hiperbola yang di-share di seluruh media sosial yang dimiliki. Tapi berbeda sekali dengan sekelompok orang ini. Di bawah terik matahari, senyum seperti tak pernah absen dari wajah mereka. Bahkan sering kali terlihat tawa di antara mereka sembari tangan terampil menyisir tanah lapang yang ukurannya lebih luas dari lapangan sepakbola.
Pasukan ini tak peduli
Saat ini era-nya orang-orang apatis. Tak peduli dengan apa yang terjadi di sekeliling mereka, yang penting diri sendiri bahagia dan tidak mengganggu orang.
Bagaimana dengan kelompok ini? Ya, mereka juga tidak peduli! Tapi mereka tidak peduli dengan hujan yang turun menderas membasahi tanah lapang itu. Bahkan bukan satu dua yang rela berhujan-hujanan untuk menyelesaikan “tugas” mulia mereka. Mereka juga tidak peduli dengan tatapan aneh orang-orang yang menganggap mereka melakukan hal-hal ajaib yang di luar kebiasaan. Fokus mereka adalah bekerja, bekerja dan bekerja.
Lalu, siapa pasukan ini?
Mereka adalah sekelompok pemuda dan remaja yang mengazamkan diri untuk berkontribusi untuk dakwah dengan apa yang mereka punya. Jika gerbong-gerbong untuk para politisi, dokter, fotografer, reporter, sudah penuh terisi maka mereka memilih untuk menjadi semut. Sebuah pilihan yang menuntut mereka menjadi sosok yang tidak mencolok, bekerja dalam diam, tidak populer, tapi memiliki efek luar biasa bagi dakwah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment