Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengemukakan, dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Revisi Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) eksplisit
dinyatakan, dimungkinkan untuk mengosongkan kolom agama dalam KTP
elektronik (e-KTP) bagi penduduk yang agamanya belum diakui berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Karena itu, terkait wacana yang
dilontarkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyangkut pengosongan
kolom agama dalam e-KTP, menurut Menag, Mendagri hanya menyampaikan
Undang-Undang (UU) saja.
“Jadi sebenarnya Mendagri sedang
menyampaikan UU,” kata Lukman kepada wartawan seusai bertemu Setara
Institute, Jakarta, Senin, 10 November 2014
Bunyi Pasal 64 ayat
(5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 adalah: “Elemen data penduduk
tentang agama bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama
berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang- undangan atau bagi penghayat
kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dalam database
kependudukan”.
Menag Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, bahwa
mengosongkan kolom agama bukan berarti menghapus kolom agama. Ia
menyebutkan, penghapusan kolom agama merupakan sesuatu yang tidak
dimungkinkan di Negara Indonesia yang berasaskan Pancasila. Karena itu,
kolom agama harus tetap ada sebagai identitas warga negara.
“Saya
pikir tidak dimungkinkan (penghapusan kolom agama). Bagaimanapun agama
itu sesuatu yang niscaya harus ada sebagai identitas semua warga negara
Indonesia yang berdasarkan Pancasila,” tegas Menag.
Menurut
Menag, bagaimanapun juga agama merupakan identitas dari setiap warga
negara yang tidak bisa dihilangkan. Karena agama adalah bagian yang
tidak bisa dihilangkan dari kehidupan keseharian kehidupan
kemasyarakatan, termasuk kehidupan kemasyarakatan dalam kita
berpemerintahan.
Karena itu, lanjut Menag, agama menjadi bagian
dari identitas yang harus diketahui yang harus dicatat oleh negara
karena itu memang tidak bisa dipisahkan.
Persoalanya, diluar enam
agama (Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu) yang
diakui resmi oleh peraturan perundang-undangan, juga ada penduduk yang
menganut kepercayaan yang lain, yang selama ini merasa “dipaksa” untuk
seolah-olah ‘mengaku’ sebagai pemeluk keenam agama itu.
Bagi
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, mengosongkan kolom agama
merupakan jalan keluar sementara. Oleh karenanya, Pemerintah sedang
menyiapkan RUU tentang Perlindungan Umat Beragama dalam rangka
menyempurnakan undang-undang yang sudah ada.
Menurut Menag, inti
RUU itu adalah memberikan perlindungan kepada setiap warga negara dalam
dua hal sebagaimana yang diamanahkan konstitusi. Pertama dalam hal
kemerdekaan dan kebebasan memeluk agama. Kedua dalam hal kebebasan
menjalankan ajaran agama yang dipeluknya.
“Inilah dua hal yang oleh konstitusi merupakan amanah yang harus dijabarkan oleh Pemerintah bersama DPR,” pungkas Menag . (fs)
*piyunganonline
Tuesday, 11 November 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment