SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Tuesday, 13 May 2014

"Surat Cinta Untukku" - Hidayah Dari Surat Seorang Guru

Tepat saat duduk di bangku SMA kelas XI diri ini merasa begitu bosan akan mencari bagaimana cara meraih kebahagiaan hidup. Jujur awalku sekolah adalah bagaimana menjadi sosok yang berprestasi dan sukses agar suatu saat nanti bisa membahagiakan kedua orang tuaku dan beliau berkata “akhirnya anakku ada yang berpendidikan melibihi orang tuanya yang hanya bisa lulus ampe tingkat SD.

”Prestasi pendidikan sudah di tangan bahkan beasiswa pun berdatangan karna aku bisa melanjutkan sekolah dengan mengandalkan semua beasiswa yang kudapat. Organisasi ampe rohis pun aku ikut, karena aku sangat bersemangat menjadi seorang organisator. Tapi kembali lagi, apa yang kucari sebenarnya...???

Waktu itu menjelang Ramadhan aku diajak kepanitiaan Ramadhan, yah sudah biasa didaerahku tiap Ramadhan ada kuliah Shubuh. Dalam benakku terbesit rasa galau, karna waktu itu aku merasa minder dengan keterbatasan ilmu agama yang kumiliki serta aku pun belum berjilbab. Tapi luar biasa orang-orang didaerahku yang mengajakku menyambut luar biasa. Aku kira ikhwan yang berjenggot dan akhwat yang jilbabnya lebar-lebar itu orang yang sangat ekslusif. Maklum dulu sempat megang faham “Feminisme” bahwa laki-laki dan perempuan itu sama saja, ga boleh dibedain dalam urusan apapun dan aku dulu sangat fanatis sama orang yang agamis banget.

Ternyata saat terlibat mengikuti kuliah shubuh termasuk menjadi panitianya, aku malah terperosok ikut pengajiannya juga ampe udah lebaran pengajian itu pun terus berlanjut jadi seminggu sekali. Darisana lah aku kembali bertanya, koq kalau aku ngumpul dengan orang-orang ini aku merasa tenang dan bahagia. Kukira orang yang suka di masjid monoton, eh nyatanya kali-kali kita pernah diajak jalan-jalan hiking ke gunung yang kecil lah. Saat disekolah karna akupun ikut rohis Bintalis (Bimbingan Mental Islam) aku punya prisnsip, walaupun aku ga berjilbab tapi aku tetep harus jadi orang baik. Jangan sampe aku jadi anak nakal yang kebawa ama temen-temenku yang salah gaul apalagi terjerumus narkoba.

Walhasil rajin pula aku mengikuti Bintalis karena ingin menjadi manusia yang lebih baik. Disekolah pun aku menemukan seorang guru perempuan yang cantik dan beliau jibabnya lebar juga. Aku sih menilai, “Ko gurunya aga cuek dan judes ya...???, ato mungkin karena aku belum kenal...??? Apalagi pas ketauan temenku nyontek jawaban ke aku pas diawas beliau, wuuuiiihhh tegasnya, jawaban yang kubuat untuk temanku diambilnya. Jadi sedikit ilfiel juga sih, tapi apadaya itu juga salahku ngasih contekan buat temanku.

Karena aku ikut beberapa organisasi dan salah satunya organisasi Islam, tentu aku suka berdiskusi banyak dengan pembinanya yaitu guru Agamaku. Kadang-kadang suka disindir pula dengan kata-kata yang baik, “Kapan mau berjilbab, bukannya seorang perempuan menurut Islam wajib berjilbab?”, Aku bilang “Tar ah, kalau aku sudah bisa jadi lebih baik biar ga malu kalau berjilbab. Toh banyak juga tuh perempuan yang pakai lepas kerudung, trus banyak juga tuh perempuan yang berkerudung tapi bahasa yang diucapkannya kasar.”

Guruku jawab “ya sudah jangan mencontoh yang jeleknya, tapi ga maksa juga sih. Karena yang berjilbab itu atas keinginan sendiri.”

Cerita itu pun berlalu dan tak pernah dibahas lagi. Menjelang kelas XI semester 2, galau kembali menyergapku akan diskusiku terkait jilbab. Akhirnya kutanyakan lagi pertanyaanku kepada guru agamaku “Pak sebenarnya batasan aurat perempuan itu kaya gimana sih...???” beliau jawab “kalau dalam perintahnya ya perempuan dari kepala hingga kaki kecuali wajah dan telapak tangan trus kalau laki-laki dari pusar hingga bawah lutut.” Aku tanya kembali, “Trus kalo jilbabnya segimana sih...??? yang aku liat ada juga didaerahku yang jilbabnya dibeli-belit, ada juga yang lebar dan sebagainya".

Guruku jawab “coba deh bapak kasih tugas, kamu tanya sama seorang guru matematika perempuan namanya Dwina yang kebetulan ngajar di SMA ini, beliau berjilbab rapi skali, cantik, dan insha Allah shalihah. Aku jawab “Hah, itu toh namanya..?? bukannya beliau judes and galak ya pak...???’ Guruku jawab “Ah itu mah kamunya yang belum kenal. Sok coba kenalan, baik ko”.

Seminggu kemudian aku coba mencari guru perempuan yang dimaksud guru agamaku itu, tepat saat pekan remedial bagi siswa yang nilainya kurang beruntung, aku mencarinya karena aku bebas pekan itu. Akhirnya ku dapatkan beliau di Lab IPA sedang mengawas Ujian susulan. Alhasil aku ‘Kepo’ deh. Sambil agak deg-degan aku nanya “Bu maaf dengan bu Dwina?” Bu Dwina jawab “Ya betul, ada yang bisa saya bantu?”, Aku kembali bicara “Bu aku mau tanya pendapat ibu mengenai jilbab, aku dapat rekomendasi dari pak Atep (Guru Agamaku) untuk menanyakan syarat jilbab untuk perempuan.”

Akhirnya panjang lebarlah diskusi mengenai jilbabnya yang sesuai dengan syariat Islam, terakhir beliau menyampaikan “kalau kamu kurang percaya, nanti saya kasih pinjam bukunya yang judulnya “63 tanya jawab tentang jilbab’.” Saya dengan mantabnya menjawab “oke bu nanti bawa yah saya pinjam.”
Ternyata aku salah faham lagi tuh, akhwat berjilbab lebar itu memang baik yah. Wawasan ilmunya juga luas, bahkan aku dibuatnya terpesona. Berawal dari kepo itu akhirnya pembicaraan tadi gak hanya sebatas guru dan murid, melainkan seperti seorang kakak kepada adiknya. Kami jadi sering diskusi, jalan-jalan, ditraktir olehnya dan diajak mabit. Tepat pada tanggal 1 January 2007 aku memutuskan untuk berjilbab, walau tau lah awal-awal masih proses menuju lebih baik lagi.

Sebulan kemudian aku mendapat kritikan dari temanku “Ngapain berjilbab lebar, kalau kelakuannya masih belum bisa di kontrol.” Jujur terus terang aku sedih dibuatnya, aku merasa tersinggung. Kemana lagi tempatku curhat kalo bukan ke Bu Dwina. Subhanalloh jawabnnya begitu menenangkanku sambil tersenyum lembut bliau menjawab “berhijrah dari masa jahiliyah ke keshalihan tentu begitu berat, begitupun ketika memutuskan berjilbab. Tentu butuh proses kan kalau ingin berubah. Tahukah engkau, bisa jadi dengan engkau berjilbab, jilbab yang kau kenakan bisa menahanmu dari melakukan maksiat karna kamu akan berfikir kalau kamu malu dengan jilbabmu.” Luar biasa guruku yang satu ini angkat jempol deh.
Kedekatan kita makin berasa, tak sadar aku dikenalkan olehnya tentang ‘Ngaji’ ala golongan tertentu. Aku jadi kepo juga, aktivitas apakah yang sering beliau ikuti selain ‘ngaji’ yang gak hanya ngaji Al Quran aja. Menjelang April tepatnya akan menghadapi ulang tahunnya sebuah partai beliau mengajakku hadir ke acaranya. Yaitu acara Milad PKS ke-9, aku mengikutinya dan dijemput olehnya. Padahal aku dulu gak terlalu care dengan yang namanya partai. Acara milad selesai, aku merasa terpesona dengan acaranya yang berbeda dengan acara partai lain. Aku makin mantab mengikuti jejaknya.

Walhasil tak lama dari itu kau mendaftarkanku untuk ikut pengajian di DPC tempat daerahmu tinggal yaitu DPC Bojongloa Kidul, niatnya biar gak terlalu jauh dengan tempat tinggalku di DPC Bojongloa Kaler. Oya bu, tahukah dirimu dengan kebaikan yang banyak engkau lakukan kepada rekan-rekan kerjamu, kepada murid-muridmu dan teman-teman DPC daerahmu. Banyak terdengar pujian yang banyak untukmu. Murid-murid yang kau didik banyak yang memujimu bahwa engkau begitu cerdas, tegas dan baik. Bahkan ada beberapa orang guru laki-laki tempatmu mengajar yang belum menikah sengaja mendekatiku, agar bisa menyampaikan pesan ingin mengajakmu menjadi pendamping hidupnya.

Eh kejadian juga ama beberapa ikhwan di daerah yang kepo juga. Tapi aku tau bagaimana tipikal kriteria calon hidupmu, so tugasku hanya menyampaikan saja padamu. Menjelang naik kelas XII aku merasa sedih, karna aku akan ditinggalkan guruku yang shalihah ini. Beliau mendapatkan pekerjaan yang lebih layak lagi. Sangking sedihnya diriku akhirnya aku menulis surat untuknya dengan beberapa pertanyaan : 1. Bagaimana kepastian fiksasi ibu keluar ngajar dari sekolah ini...??? 2. Apa pendapat ibu tentang aku, sekalian pesan nasihatnya ya... 3. Tips dan trik awet muda kaya ibu gimana caranya...??? Jawaban belum kunjung datang, akhirnya menjelang mengundurkan diri kau membalas suratku. Ditulis langsung oleh tulisan tanganmu dengan dua warna, yaitu warna tinta merah dan biru.

***
24 Juni 2007

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan karunia dan rahmatNya hingga kita tetap berada dalam naunganNya hingga sekarang. Shalawat dan salam bagi guru besar kita Rasulullah SAW, para sahabat, tabi’it, tabi’in dan pengikutnya hingga akhir zaman, semoga kita termasuk kedalam barisannya di hari akhir kelak. Aamiin.

Sebelumnya afwan jiddan kalau suratnya baru bisa dibalas sekarang. Mengenai ibu keluar dari sekolah ini belum bisa dipastikan, tapi kalau pun ibu keluar dari sekolah ini, inshaaAllah kita tetep bisa bertemu di acara-acara DPC kan??? Pendapat ibu tentangmu... Ibu iri deh ma dirimu yang sudah menemukan Islam yang kaffah di usia belasan, soalnya ibu baru menemukan ketika usia 16 tahun, tapi baru seutuhnya mengeksplorasi dan bergabung dengan barisan di usia 20 tahun.

Tapi jangan khawatir, iri disini bukan berarti dengki. Ibu justru senang banget ngeliat anak/siswa yang semangat untuk cari ilmu dan mengaplikasikannya. Bahkan waktu dirimu ngotot gak ingin ikut salah satu acara sekolah yang menurutmu mengundang madhorot lebih besar, tentu ibu bangga banget, tapi di sisi lain ada perasaan kecil banget didepanmu, karena ibu belum mampu dengan berani menghadapi mereka yang melakukan kesalahan, biasanya ibu pilih jalan yang lebih aman, menghadapi mereka dengan jalan damai, memberi nasihat yang tidak disadari, tidak bisa terlalu frontal.

Harapan ibu, apa yang kamu lakukan sekarang akan terus berlanjut, istiqamah dalam melawan kemaksiatan dan menegakkan kebenaran. Umat Islam sangat membutuhkan sosok-sosok pemuda Ashabul Kahfi yang rela diasingkan demi sebuah kebenaran. TETAPLAH SEMANGAT!!!! Satu hal yang ingin ibu ingatkan, dakwah itu amat berat, umat menuntut seorang dai yang sempurna dalam segi iman, ilmu dan amal. Padahal pelaku dakwah juga manusia yang kerap kali mampu mengamalkan yang satu tapi belum mampu mengamalkan yang lainnya. Untuk itu seorang penyeru kebenaran butuh kesabaran yang besar. Sedangkan kebesaran itu sendiri mencakup sisi yang teramat luas. Kita harus mampu sabar untuk terus mencari ilmu, sabar dalam mengistiqamahkan amalan dan ibadah kita, sabar dalam menghadapi cacian, gugatan dan gunjingan, sabar dalam melawan semua bentuk ketidakadilan (kezholiman), dan banyak lagi aspek sabar yang lain. Karena itu ketika dirimu memasuki dunia dakwah, pancangkan kuat kesabaranmu, karena semakin dalam memasukinya, dirimu akan menemukan cobaan yang semakin berat.

Tetaplah bersabar menghadapi gugatan teman-temanmu, tunjukkan kelembutan dan senyuman, tapi kemudian berikan mereka petunjuk bahwa hal itulah yang memang harus dilakukan. Dalam banyak kasus, kelembutan mampu mengalahkan banyak orang ke dalam jalan kebenaran. Lihat saja sosok Rasulullah dan Abu Bakar As Shidiq. Soal pertanyaanmu tentang awet muda dan banyak disukai. Sama sekali ibu tidak minta untuk disukai banyak orang, terus terang godaan/ujiannya berat. Ibu hanya mencoba untuk menjadi diri sendiri berpedoman pada AL Quran dan hati, ibu mencoba untuk tetap berada di jalan kebenaran, kalau Al Quran dan hati bilang bahwa itu benar maka ibu lakukan dan sebaliknya.

Ibu sangat tahu bahwa suatu saat nanti ibu kan mempertanggung jawabkan amalan ini sendirian, jadi tidak usah peduli bagaimana mereka berbicara dan bertindak, karena suatu saat nanti mereka pun tidak akan bisa membantu kita. Untuk awet muda... Hadapi hidup dengan perjuangan yang maksimal, mengenai hasil serahkan saja semua pada Allah, inshaa Allah orang-orang yang beriman yang tahu arti tawakal pasti akan awet muda, mereka tahu bahwa masalah dunia ini teramat kecil jika dibandingkan urusan akhirat jadi gak kan terlalu dipikirkan, jangan lupa juga banyak senyum.

Akhir kata jadilah dirimu sendiri yang terwarnai dengan karakter Islam seperti Abu Bakar yang semula penuh kelembutan menjadi orang yang tetap lembut hatinya tapi gagah di medan perang. Seperti Umar yang gagah, ksatria dan kasar menjadi Umar yang tegas, tetap gagah tapi terwarnai kelembutan setelah masuk kedalam Islam. Kita punya pribadi yang unik yang berbeda dengan orang lain. Pertahankan kebaikannya dan ubahlah kelemahannya melalui Islam untuk menjadi sebuah kekuatan. ALLOHU AKBAR!!!

Sungguh aku sayang, sungguh aku cinta karena Allah...

Tertanda
Dwina Saptani 


***

Inilah suratmu yang dikirim untukku dan sampai saat ini suratmu masih aku simpan. Begitulah caramu membuatku mencintai dakwah ini, sungguh mulia akhlakmu wahai guruku. Engkau memberikan contoh teladan yang baik di lingkungan yang engkau hinggapi. Sungguh pengorbananmu, kesabaranmu dan keteguhan hatimu dalam mengajarkanku arti kebahagiaan ini belum bisa aku balas. Hingga sampai saat ini terkadang kau menyempatkan diri main ke rumahku sambil membawa hadiah. Semoga Allah meng-ISTIQOMAH-kan kita semua dan tentunya biarlah Allah yang membalas semua kebaikanmu.

Oleh: Siti Wulansari Rasidi
Follow @WulansariRasidi on Twitter

[pksciktim.org/pkssumut]

0 comments:

Post a Comment