Sebagaimana
dalam pertandingan olahraga, dalam politikpun ada banyak peran yang
bisa dimainkan oleh seseorang atau sekelompok orang. Mereka ini
merupakan orang-orang yang akan ikut meramaikan arena pertandingan dalam
dunia perpolitikan. Siapakah mereka? Mereka adalah penonton,
simpatisan dan pemain.
Penonton, yaitu orang yang cuma menonton dari pinggir lapangan dan sesekali bersorak-sorai menyemangati para jagoannya yang sedang bermain di tengah lapangan. Dia tidak ikut bermain sama sekali. Adapun simpatisan, yaitu orang yang kadang berada di pinggir lapangan, namun sekali waktu dia ikut terjun juga ke dalam lapangan guna memberikan sumbangsihnya kepada para jagoannya yang sedang bermain.
Sedangkan pemain, yaitu orang yang aktif bertanding di tengah lapangan dengan mengerahkan seluruh kemampuannya serta daya upayanya (jiwa-raga), guna memenangkan pertandingan yang diikutinya. Mereka ini bisa berupa cabup, cagub, caleg, capres dan lain-lain, termasuk juga para pendukung (timses) baik resmi ataupun tidak dari calon-calon yang sedang berlaga tersebut.
Diantara ketiga peranan ini, tentu saja yang paling capek adalah sang pemain. Mengapa? Hal ini tentu saja karena dia yang berhadapan langsung dengan lawan-lawannya. Dia yang merasakan suka-dukanya serta pahit-manisnya pertandingan. Bahkan tak jarang dia harus mengalami luka-luka yang cukup parah dalam baku hantam tersebut.
Namun meskipun demikian, sebagai pemain sejati dia takkan pernah menyerah apalagi kapok alias mutung. Tidak juga merasa marah dan kecewa apabila mengalami kekalahan dalam pertandingan. Karena dia sangat mengerti betul apa arti sebuah pertarungan, di mana menang dan kalah adalah hal biasa yang pasti akan pernah dialami oleh setiap pemain.
Baginya bukan masalah menang atau kalahnya, namun lebih dari itu. Yakni bagaimana dia bisa menampilkan & memperagakan permainan terbaiknya, tanpa harus dicederai oleh segala tipu daya yang bersifat negatif. Sportivitas dan bermain bersih adalah semboyannya.
Seorang pemain sejati juga tidak akan pernah berhenti bertanding dan berjuang. Tak ada kamus berhenti dalam hidupnya. Meskipun nantinya dia tidak lagi berperan aktif sebagai pemain, namun dia akan tetap memberikan serta menyalurkan ilmu dan keahlian yang dimilikinya kepada generasi berikutnya. Inilah watak pemain dan pemenang yang sesungguhnya, bukan watak para pecundang.
Dan pada saat dia masih aktif sebagai pemain, dia pasti akan merasa sangat enjoy. Karena apa? Karena pada saat bermain atau bertanding itulah, dia bisa menikmati permainannya dalam pertandingan tersebut dengan segala gegap-gempitanya. Dia merasakan ada keasyikan dan kepuasan tersendiri yang tidak mungkin bisa dirasakan oleh orang lain, terutama penonton.
Tetapi diantara penonton dan simpatisan, menurut saya masih lebih mending menjadi seorang simpatisan. Sebab selain bisa bertindak sebagai penonton, dia juga bisa berperan aktif sebagai pemain. Di mana hal ini tentu saja sedikit banyak mampu memberikan tambahan energi bagi sang pemain yang sedang bertanding.
Sedangkan penonton cuma sebatas jadi penonton saja, tanpa bisa memberikan apa-apa. Kecuali sorak-sorainya ataupun komentar-komentar (hujatan, kecaman) yang terkadang justru terdengar sinis serta mampu memerahkan telinga sang pemain dan simpatisan. Meskipun demikian, kehadiran para penonton ini tetap saja dirindukan oleh para pemain. Karena tak bisa dipungkiri bahwa penonton juga mampu memompakan semangat para pemain. Tanpa penonton, pertandingan akan terasa sepi dan hampa. Ibarat makanan tanpa garam, akan terasa hambar.
Nah...diantara ketiga peranan di atas, di manakah posisi kita? Silahkan tentukan, sebagai apa kita akan berperan saat ini. Apakah kita sudah merasa nyaman dan aman sebagai pemain dan simpatisan? Ataukah kita sudah merasa cukup puas hanya menjadi penonton saja? Cuma kita sendiri yang bisa menjawabnya. Akan tetapi apapun peran yang kita pilih, yakinkan bahwa itu adalah pilihan yang terbaik. Bukan pilihan tanpa makna atau basa-basi belaka. Namun pilihan yang cerdas dan bertanggung jawab. Wallahu a’lam…
Penonton, yaitu orang yang cuma menonton dari pinggir lapangan dan sesekali bersorak-sorai menyemangati para jagoannya yang sedang bermain di tengah lapangan. Dia tidak ikut bermain sama sekali. Adapun simpatisan, yaitu orang yang kadang berada di pinggir lapangan, namun sekali waktu dia ikut terjun juga ke dalam lapangan guna memberikan sumbangsihnya kepada para jagoannya yang sedang bermain.
Sedangkan pemain, yaitu orang yang aktif bertanding di tengah lapangan dengan mengerahkan seluruh kemampuannya serta daya upayanya (jiwa-raga), guna memenangkan pertandingan yang diikutinya. Mereka ini bisa berupa cabup, cagub, caleg, capres dan lain-lain, termasuk juga para pendukung (timses) baik resmi ataupun tidak dari calon-calon yang sedang berlaga tersebut.
Diantara ketiga peranan ini, tentu saja yang paling capek adalah sang pemain. Mengapa? Hal ini tentu saja karena dia yang berhadapan langsung dengan lawan-lawannya. Dia yang merasakan suka-dukanya serta pahit-manisnya pertandingan. Bahkan tak jarang dia harus mengalami luka-luka yang cukup parah dalam baku hantam tersebut.
Namun meskipun demikian, sebagai pemain sejati dia takkan pernah menyerah apalagi kapok alias mutung. Tidak juga merasa marah dan kecewa apabila mengalami kekalahan dalam pertandingan. Karena dia sangat mengerti betul apa arti sebuah pertarungan, di mana menang dan kalah adalah hal biasa yang pasti akan pernah dialami oleh setiap pemain.
Baginya bukan masalah menang atau kalahnya, namun lebih dari itu. Yakni bagaimana dia bisa menampilkan & memperagakan permainan terbaiknya, tanpa harus dicederai oleh segala tipu daya yang bersifat negatif. Sportivitas dan bermain bersih adalah semboyannya.
Seorang pemain sejati juga tidak akan pernah berhenti bertanding dan berjuang. Tak ada kamus berhenti dalam hidupnya. Meskipun nantinya dia tidak lagi berperan aktif sebagai pemain, namun dia akan tetap memberikan serta menyalurkan ilmu dan keahlian yang dimilikinya kepada generasi berikutnya. Inilah watak pemain dan pemenang yang sesungguhnya, bukan watak para pecundang.
Dan pada saat dia masih aktif sebagai pemain, dia pasti akan merasa sangat enjoy. Karena apa? Karena pada saat bermain atau bertanding itulah, dia bisa menikmati permainannya dalam pertandingan tersebut dengan segala gegap-gempitanya. Dia merasakan ada keasyikan dan kepuasan tersendiri yang tidak mungkin bisa dirasakan oleh orang lain, terutama penonton.
Tetapi diantara penonton dan simpatisan, menurut saya masih lebih mending menjadi seorang simpatisan. Sebab selain bisa bertindak sebagai penonton, dia juga bisa berperan aktif sebagai pemain. Di mana hal ini tentu saja sedikit banyak mampu memberikan tambahan energi bagi sang pemain yang sedang bertanding.
Sedangkan penonton cuma sebatas jadi penonton saja, tanpa bisa memberikan apa-apa. Kecuali sorak-sorainya ataupun komentar-komentar (hujatan, kecaman) yang terkadang justru terdengar sinis serta mampu memerahkan telinga sang pemain dan simpatisan. Meskipun demikian, kehadiran para penonton ini tetap saja dirindukan oleh para pemain. Karena tak bisa dipungkiri bahwa penonton juga mampu memompakan semangat para pemain. Tanpa penonton, pertandingan akan terasa sepi dan hampa. Ibarat makanan tanpa garam, akan terasa hambar.
Nah...diantara ketiga peranan di atas, di manakah posisi kita? Silahkan tentukan, sebagai apa kita akan berperan saat ini. Apakah kita sudah merasa nyaman dan aman sebagai pemain dan simpatisan? Ataukah kita sudah merasa cukup puas hanya menjadi penonton saja? Cuma kita sendiri yang bisa menjawabnya. Akan tetapi apapun peran yang kita pilih, yakinkan bahwa itu adalah pilihan yang terbaik. Bukan pilihan tanpa makna atau basa-basi belaka. Namun pilihan yang cerdas dan bertanggung jawab. Wallahu a’lam…
Oleh: Ria Dahlia
Follow @RiaSanusi on Twitter
Follow @RiaSanusi on Twitter
*pksnongsa
0 comments:
Post a Comment