“Menghadapi situasi terkini dan tantangan ke depan, PKS mendorong pemerintah dan segenap komponen bangsa untuk segera menyelamatkan daya beli rakyat, khususnya masyarakat miskin,” ujar Sohibul dalam jumpa pers usai penutupan Musyawarah Nasional (Munas) ke-4 PKS di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat, Selasa (15/9).
Sohibul melanjutkan, salah satu solusi penyelamatan daya beli rakyat di tengah situasi krisis saat ini adalah melalui kebijakan afirmatif jangka pendek. Bisa dilakukan dengan cash transfer, pembangunan infrastruktur dasar masyarakat skala kecil, dan pemberian insentif bagi perusahaan padat karya yang tidak melakukan PHK.
“PKS memandang penting bagi pemerintah untuk melakukan kebijakan jangka pendek yang memberi sinyal kredibel ke pasar untuk penguatan nilai tukar rupiah,” imbuh doktor lulusan Jepang ini.
Langkahnya, kata Sohibul, dengan mempercepat penyerapan anggaran pembangunan, termasuk anggaran di daerah. Selain itu, repatriasi valas hasil ekspor, diversifikasi pasar ekspor baru yang termasuk pembiayaan eksportir yang selama ini belum tersentuh, dan koordinasi BUMN untuk mempengaruhi pasar valas.
"Tidak seperti sekarang yang bergantung kepada negara seperti Cina dan Eropa. Kita juga harus serius membuka pasar ekspor baru, seperti negara-negara di Timur Tengah, Afrika, dan sebagainya," katanya. “Jika tidak diantisipasi lebih baik, di masa-masa mendatang bangsa kita akan menghadapi krisis lebih berat dari krisis nilai tukar. Para ahli menyebutnya triple crisis, yaitu food, energy and water.”
Untuk jangka menengah, Sohibul Iman menambahkan, PKS minta pemerintah bersama dengan DPR serius membahas Undang-Undang Jaring Pengaman Sosial Keuangan (UU JPSK). Hal ini, menurut Sohibul, diperlukan untuk memperkuat protokol ekonomi saat Indonesia mengalami krisis finansial.
"Kita tidak ingin kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) seperti waktu lalu terulang kembali," jelasnya.
Sementara untuk jangka panjang, mantan Wakil Ketua DPR ini meminta pemerintah memperkuat rantai industri Indonesia. Sebab, Sohibul menilai rantai nilai saat ini masih banyak yang bolong.
"Sehingga, pemerintah harus serius untuk membenahi sektor industri Indonesia agar tidak terus berfokus pada impor, khususnya impor kebutuhan keseharian masyarakat," pungkasnya.
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID
0 comments:
Post a Comment