Friday, 21 November 2014
PKS : Jokowi Lakukan Dua Pelanggaran Hukum
Al Muzzammil Yusuf, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, menyampaikan ucapan selamat pada HM Prasetyo yang telah dilantik sebagai Jaksa Agung oleh Jokowi, Kamis 20 November 2014.
Memang, memilih Jaksa Agung adalah hak prerogatif Presiden. Namun, politisi PKS asal Lampung tersebut, menyayangkan pelantikan Jaksa Agung yang tidak direncanakan dengan baik sebelumnya sehingga melanggar UU No.16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI dan UU No.17 Tahun 2014 Tentang MPR,DPR, DPD, dan DPRD.
“Pasal 21 UU Kejaksaan dan Pasal 236 UU MD3 melarang Jaksa Agung dan Anggota DPR RI untuk rangkap jabatan sebagai pejabat negara. Jadi pelantikan Jaksa Agung yang dilakukan Presiden Jokowi melanggar kedua UU ini," kata pria yang juga Ketua DPP PKS, Jum'at 21 November 2014.
Menurutnya, jika Presiden Jokowi merancangnya jauh-jauh hari, pelanggaran ini tak perlu terjadi.
“Dalam Pasal 240 UU MD3 disebutkan bahwa paling lama 7 hari Pimpinan DPR menerima surat pemberhentian dari Pimpinan Partai Politik maka harus dikirimkan ke Presiden. Presiden diberikan waktu paling lama 14 hari. Jadi jika berkeinginan taati UU, baik Pimpinan DPR dan Presiden bisa segera lakukan pemberhentian resmi Pak Prasetyo sebagai Anggota DPR RI dari Nasdem hanya beberapa hari saja," paparnya.
Al Muzzammil Yusuf juga menekankan pentingnya para politisi dan pejabat negara memberi teladan dalam mentaati peraturan perundang-undangan agar hukum dapat ditegakkan.
“Kita perlu berikan keteladan yang baik kepada masyarakat. Hukum itu tegak jika ada keteladanan yang baik dari para pemimpinnya," katanya.
Jika penegak hukumnya saja diangkat melalui proses yang melawan hukum, tentu publik tak bisa berharap banyak akan independensinya.
Hal inilah yang juga menjadi keprihatinan politisi PKS itu. Pemilihan dan pengangkatan Prasetyo yang dianggap kurang tepat oleh beberapa kalangan, tak lebih karena mengesankan adanya tekanan kepada Jokowi.
“Tentu publik mempertanyakan kenapa seorang Jaksa Agung dipilih dari kalangan partai politik meskipun sebelumnya pernah menjadi jaksa. Idealnya bukan dari anggota DPR yang partisan tapi dari kalangan profesional, akademisi, praktisi atau pegiat hukum yang integritas dan kredibilitasnya sudah teruji," jelasnya.
Independensi dan komitmen yang kuat dalam penegakan hukum bagi Jaksa Agung, kata Muzzammil, sangat penting karena Jaksa Agung dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan reformasi dan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
“Makanya pada Pasal 37 menegaskan Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani. Jadi Jaksa Agung harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak mana pun," tuturnya.
Dengan memperhatikan aspirasi publik, Al Muzzammil Yusuf mengusulkan agar Kejaksaan tak lagi sebagai lembaga pemerintahan. Ia pun berjanji akan membahas hal ini dalam revisi UU Kejaksaan di Komisi III.
“Kata yang tepat untuk kedudukan Kejaksaan dalam UU Kejaksaan kedepan adalah lembaga penegak hukum bukan lagi lembaga pemerintahan dan dalam pengangkatan dan pemberhentiannya tidak lagi Presiden sendiri tapi juga mempertimbangkan DPR sebagai wakil rakyat. Tujuannya agar ada checks and balances dan memastikan bahwa Jaksa Agung bukan hanya mementingkan kepentingan penguasa tapi rakyat yang lebih luas," tutupnya. (fs/piyunganonline)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment