Thursday, 8 May 2014
Gagal Pimpin Jakarta, Jokowi Ingin Jadi Presiden
Tahun lalu Ketua Komisi A Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Ida Mahmudah yang membuat pernyataan bahwa Jokowi lalai dalam melaksanakan tugasnya sebagai kepala daerah DKI Jakarta, terutama tugasnya untuk menjamin kesehatan warga Jakarta sebab pola kepemimpinan Jokowi masih menganut cara lama. Ini jelas sangat ironis mengingat jaminan kesehatan warga Jakarta adalah program unggulan Jokowi saat masih kampanye untuk menjadi calon gubernur DKI Jakarta. Melihat kinerja Jokowi hari ini adakah peningkatan kinerja? Sama sekali tidak ada karena semuanya bertambah parah.
Bertambah parahnya kondisi Jakarta tidak lepas dari pengamatan Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI yaitu Siti Zuhro yang menyimpulkan bahwa tidak ada prestasi nyata dari Jokowi bagi warga Jakarta, dan hal ini terbukti dari fakta bahwa kemacetan bertambah parah dibanding zaman Foke (yang mana Jokowi mengatakan tidak peduli bila dikatakan kinerjanya lebih buruk dari Foke); birokrasi masih luntang-lantung; antisipasi banjir masih buruk dan gagal menjalin komunikasi dengan pemerintah kota sekitar Jakarta seperti Banten, Bekasi dan Bogor, singkatnya rekam jejak prestasi Jokowi sangat buruk.
Sungguh, apakah ada yang heran atau bingung mengapa Jokowi gagal di Jakarta; mengapa tidak ada satupun proyeknya yang berjalan; dan mengapa bukan saja tidak ada perbaikan di Jakarta tapi malah bertambah parah? Mengapa Jokowi Gubernur gagal itu merusak Jakarta? Karena selama 1,5 tahun di Jakarta Jokowi tidak pernah sungguh-sungguh mengurus dan mengelola Jakarta, dan semua yang dia lakukan sejak saat dilantik adalah sekedar pencitraan demi mengejar target menjadi presiden Indonesia. Coba bayangkan berapa ratus trilyun uang rakyat Jakarta habis supaya Jokowi bisa melakukan pencitraan? Sudah demikian Jokowi masih tidak malu untuk menaikan pajak tanah di Jakarta hingga 300%!! Tidak heran, survei menunjukan bahwa 73,1% rakyat Jakarta menilai bahwa Jokowi gagal mengatasi kemacetan, banjir, kemiskinan dan persoalan kompleks lain di Jakarta.
Kinerja Jokowi sesungguhnya terbagi dua, yaitu pra deklarasi pencapresan dan pasca deklarasi. Bila pra deklarasi Jokowi setidaknya masih mau mengurus satu dua hal yang berhubungan dengan tugas dan kewajiban sebagai Gubernur DKI Jakarta (walaupun sebagian besar bolos kerja dan pencitraan), namun setelah deklarasi pencapresannya di Rumah Pitung yang tanpa izin tuan rumah itu Jokowi sudah tidak malu lagi tidak mengelola Jakarta dan malah mengurus pencapresan dirinya baik dalam kapasitasnya sebagai capres PDIP maupun dalam kapasitasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Hal ini juga diutarakan oleh Adnan Anwar dari LP3ES, sebuah lembaga penelitian terkemuka bahwa selama menjadi Gubernur DKI Jakarta Jokowi memang tidak fokus mengurus Jakarta karena sibuk mengejar kekuasaan lebih tinggi.
Kita lihat, dua minggu terakhir ini saja, sepanjang minggu lalu Jokowi bolos kerja ke Lampung; Bogor; dan NTT demi melakukan kampanye ketahanan pangan di Indonesia yang disamarkan dengan program ketahanan pangan di Jakarta. Di Lampung Jokowi berbicara mengenai ayam potong; di Bogor Jokowi berbicara mengenai beras sedangkan di NTT Jokowi berbicara mengenai sapi padahal pusat peternakan Sapi di Indonesia adalah di NTB dan bukan di NTT. Bolos kerja ini belum termasuk kepergian Jokowi ke Bandung untuk menawarkan posisi cawapres kepada Aher dan maksudnya melakukan pencitraan di ITB, yang tentu saja kita ingat ditolak oleh mahasiswa ITB yang menimbulkan kegemparan luar biasa, masa mahasiswa ITB berani menolak Jokowi? begitu di pikiran Jokowi.
Selanjutnya program Jokowi minggu ini adalah berbicara mengenai pendidikan, dan bahkan dengan tidak tahu malu Jokowi mengkritisi pendidikan nasional yang terlalu fokus kepada aspek ilmu pengetahuan dan meninggalkan budi pekerti, seolah budi pekerja Jokowi sudah bagus. Memangnya melanggar janji kepada warga Jakarta adalah budi pekerja yang baik? Kemudian demi pencitraan sebagai sosok yang tegas Jokowi mencopot Kepala Sekolah SDN 09/Makasar, Jakarta Timur, sekolah di mana terjadi kematian anak SD bernama Renggo Khadafi karena dikeroyok kakak kelasnya. Saya bukan bermaksud memperdebatkan bahwa Jokowi salah karena menganggap kepsek harus bertanggung jawab, tapi saya hanya jadi ingat tentang pertanggung jawaban Jokowi terhadap semua hal yang terjadi di Jakarta termasuk masalah bus berkarat yang merugikan negara sebesar Rp. 1,7trilyun yang diimpor mantan tim suksesnya, Michael Bimo Putranto.
Dengan logika pemecatan Kepsek SDN 09/Makasar sebenarnya Jokowi sudah memahami bahwa dia bertanggung jawab atas kehancuran Jakarta semenjak dipimpinnya, namun demikian Jokowi yang terus mencoba mengelak dari pertanggung jawaban sebenarnya sudah menunjukan bahwa dia tidak memiliki budi pekerti yang baik. Sehubungan dengan ini saya jadi ingat tentang rencana Jokowi melakukan revolusi mental terhadap rakyat Indonesia bila dia terpilih jadi presiden, dilihat dari budi pekerja Jokowi yang buruk, maka seharusnya dia melakukan revolusi mental terhadap dirinya sendiri, bukan demikian?
Setelah malam harinya sempat menggunakan jabatan Gubernur DKI Jakarta untuk bertemu dengan meneer dan mister yang memeliharanya di Restoran Oasis, hari ini, sebagaimana yang lalu-lalu, Jokowi kembali bolos kerja, kali ini untuk datang ke acara pengukuhan Hendropriyono bersama Megawati. Jokowi mau melakukan apapun tentu hak dia dengan catatan dia tidak menerima gaji dari pajak rakyat, masalahnya dan yang menjadi dasar keberatan saya adalah, sampai sekarang Jokowi masih terus menerima gaji dari rakyat padahal dia tidak melakukan apapun; dia tidak bekerja; dan yang dia lakukan hanya bolos; bolos; bolos; dan bolos kerja!!! Gaji Jokowi itu dikumpulkan dari keringat dan darah rakyat, sehingga enak saja dia makan gaji buta tanpa memberikan keuntungan apapun kepada rakyat. Model manusia seperti ini mau memimpin Indonesia? Sungguh mimpi buruk bila dia benar terpilih!!
Silakan berpikir secara jernih dan rasional, adakah satu saja prestasi Jokowi di Jakarta? tidak ada; adakah Jokowi bekerja untuk rakyat? tidak ada; apakah Jokowi pemimpin yang akan membangkitkan Indonesida dari keterpurukan? tidak mungkin.
Bila saya tidak silap, tahun lalu Amin Rais pernah menyampaikan bahwa menjadi pemimpin tidak cukup bermodal popularitas dan bila Jokowi hanya bermodal populer, maka pasti gagal seperti Joseph Estrada, presiden Filipina yang diturunkan rakyat sebelum masa kepemimpinannya habis. Saat itu pendukung Jokowi langsung kalap dan membabi buta menyerang Amin Rais, namun sekarang saya ingin mengajak yang berjodoh membaca artikel ini untuk merenung baik-baik, apakah selain populer Jokowi memiliki kelebihan sebagai pemimpin? Jawabannya sekali lagi TIDAK, Jokowi tidak memiliki kehormatan sebagai pemimpin karena dia pembohong; Jokowi tidak memiliki harga diri sebagai pemimpin karena dia menyerahkan leher kepada meneer dan mister di rumah agen CIA dan restoran mewah; Jokowi tidak memiliki kemampuan dan prestasi apapun untuk memimpin; dan yang paling penting populernya Jokowi adalah bukan sesuatu yang alamiah melainkan bersifat artifisial, palsu, kosmetik yang dibuat oleh para tim sukses dan cukong-cukong di belakang Jokowi.
Silakan berpikir bagi yang bisa berpikir.
*sumber: Kompasiana
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment