Sunday, 20 April 2014
Jalan Panjang Sang 'Kuda Hitam'
Cepat sekah debut Partai Keadilan (PK) di blantika politik Indonesia. Sejak dideklarasikan 9 Agustus lalu di Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sampai pekan ini sudah melantik 19 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW). Rencananya, pada bulan ini rampung 22 DPW.
Semua acara pelantikan pengurus PK selalu dihadiri oleh puluhan ribu pendukungnya. Misalnya, saat pelantikan DPW DKI Jakarta, akhir September lalu. Tidak kurang 50.000 orang menyemut di Istora Senayan. Lebih besar dari massa PAN (Partai Amanat Nasio~ saat dideklarasikan di tempat yang sama.
Ratusan bus, mobil, dan motor konvoi menganak ular dari 38 kecamatan di seluruh penjuru Jakarta. Belum lagi rnassanya yang datang dengan kendaraan umum dan taksi. Tubagus Arif (29) misalnya. Aktivis masjid Tanjung Priok itu mengaku membawa 3.000 orang. "Saya mengerahkan 10 bus besar dan 20 mobil," katanya pada Saksi. "Dan ikut bersama kami, Hasan Kiat, tokoh Peristiwa Priok," katanya lagi.
Istora yang biasa hingar-bingar dengan acara olahraga atau konser musik, saat itu berubah. Memutih disapu lautan jilbab dan baju takwa pendukung PK. Suasana syahdu dan gempita takbir silih berganti. Dan, lambaian benderabendera kecil dikibarkan oleh seluruh sirnpatisan PK hingga menutupi ke manapun mata memandang.
Wajahwajah belia pendukungnya antusias mendengarkan pidato Dr. Ir. Nur Mahmudi Ismail, M.Sc., Presiden PK. Sesekali mereka melantangkan jawaban, "Insya Allah", saat Mahmudi menyerukan jargon i'dilu, yang berarti berbuat adillah kalian.
Fenomena yang sama juga dirasakan Pemimpin Redaksi Jawa Pos Dahlan Iskan di Gelora Pancasila, Surabaya saat meresmikan DPW di sana. "Bulu kuduk saya merinding. Suasana religius yang teduh lebih mendominasi daripada hingar-bingar yang biasa tampak di sebuah forum rapat besar partai," tulisnya di Suara Indonesia.
Melihat dukungan dan mendengar pengakuan itu, Presiden PK Nur Mahmudi optimistis partainya bisa meraih peringkat lima besar di pemilihan umum (pemilu) mendatang. Malah Chaerul Umam, sutraara film Fatahillah, menilai seharusnya satu besar.
Indikasi lain bisa dilihat dari hasil poling yang dilakukan koran Surabaya Pewarta Siang. Dalam jajak pendapat melalui telepon itu, 17-25 September, mulanya PK tidak diperhitungkan. Pada awalnya, PDI Perjuangan, PAN, PKB, PBB, PPP, dan Golkar meraih suara besar. Sejak hari ketiga, PK menggeser semua partai, kecuali PAN. Hasil akhirnya, PK melesat tak terkejar (1493), diikuti PAN (517), PBB (509), PDI Perjuangan (388), dan PKB (220), dan paling buncit PPP (80).
"Partai Keadilan betul-betul menjadi kuda hitam. Tidak diduga-duga partai itu melejit sendirian," komentar redaktur Pewarta Siang. Mengingat poling itu dilakukan di kawasan Jawa Timur, maka PK ternyata lebih unggul dari PDI Perjuangan yang punya dukungan kuat dari kalangan nasionalis.
Poling itu mematahkan ramalan William R. Liddle, pengamat dari Amerika Serikat yang menyebut "lima besar" dalam pemilu mendatang: Golkar, PDI Perjuangan, PKB, PAN, dan PBB. Sedikitpun, PK tidak dilirik. Namun, kalkulasi politik Liddle bisa saja melenceng dari kenyataan di lapangan. Maklum saja, Liddle memang tak mengetahui kondisi nyata yang sedang berubah.
Tak aneh, dalam wawancara dengan reporter RRI pada 23 September silam, Megawati menghitung PK sebagai rival berat PDI. "Saya dengar pernyataan Mega itu. Menurut Mega, PK didukung kaum intelektual muda yang militan,:" kata Mukhayar Rustamuddin, Ketua DPD PK Jakarta Timur. "Kami siap untuk menghadapi pemilu mendatang," ujar Mukhayar, dengan meyakinkan.
Indria Samego pengamat politik LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) memandang poling itu belum bisa membuktikan realitas yang sesungguhnya. Artinya, tergantung siapa respondennya dari kalangan massa kota dan terutama dari kalangan mahasiswa, "Saya kira wajar PK memperoleh dukungan," kata Indria. Sebab, massa PK lebih banyak dari kalangan itu. "Tapi, jumlah mereka tidak terlalu besar."
*http://abdulhalim.tripod.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment