SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Friday, 23 December 2016

Nasir Djamil: Cabut Bebas Visa WN Cina dan Negara Lain

thumbnailAnggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil
Jakarta (22/12) - Maraknya beragam kasus yang melibatkan warga negara asing, termasuk Cina harus menjadi perhatian pemerintah. Kasus-kasus itu dinilai bagian dari ketidaksiapan pemerintah pascapenerapan kebijakan bebas visa.
Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mengatakan harus ada tindakan lebih lanjut terkait kebijakan bebas visa terhadap warga negara asing, tidak hanya terhadap Cina tetapi juga negara lainnya.
“Bukan dievaluasi tapi dicabut kebijakan itu (bebas visa). Setelah dicabut baru dievaluasi,” kata dia kepada Republika.co.id, Senin (19/12).
Sebelumnya empat petani Cina menanam cabai ilegal di Bogor, Jawa Barat. Menurut Badan Karantina cabai tersebut mengandung bakter berbahaya untuk tanaman lain.
Nasir Djamil berpendapat kebijakan bebas visa yang saat ini diberlakukan di Indonesia tidak diikuti kesiapan aparatur dalam menghadapi dan menyeleksi warga asing yang masuk ke Indonesia.
“Dalam waktu sebulan dievaluasi sekaligus diterbitkan kebijakan baru yang mampu menjaga kedaulatan dan martabat Republik ini,” ujar politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Kebijakan bebas visa membuat warga negara asing datang dari berbagai pintu masuk di Indonesia. Sayangnya, kemudahan ini dapat memudahkan akses bagi para oknum dari mancanegara untuk melakukan kejahatan di Tanah Air.
Saat ini jumlah negara yang mendapatkan pemberlakukan bebas visa kunjungan dari Indonesia dinilai terlalu banyak yaitu 169 negara. Kebijakan tersebut justru dinilai berdampak kurang sehat bagi keamanan Indonesia.
Sejak menjabat 2014, tercatat tiga kali Presiden Joko Widodo melansir peraturan Presiden (perpres) yang berkaitan dengan bebas visa kunjungan. Pertama, Perpres No 69/2015 tentang Bebas Visa Kunjungan (45 negara) pada 9 Juni 2016. Kemudian, Perpres No 104/2015 tentang Perubahan atas Perpres No 69/2015 (75 negara). Terbaru, Perpres No 21/2016 (169 negara) tertanggal 2 Maret 2016. Alasan di balik kebijakan ini menurut Presiden adalah untuk meningkatkan devisa melalui pariwisata.

Sumber : republika.co.id

0 comments:

Post a Comment