SELAMAT HARI PAHLAWAN, #SEMOGA TERCATAT SEBAGAI SYUHADA'

Thursday 1 May 2014

Modus Pencurian Suara Dalam Pileg 2014

Kemarin saya kedatangan tamu Ketua PPK, Ustd. Ibnu Mas’ud, demikian namanya dalam FB. Dia cerita, bagaimana ”pencurian” suara terjadi secara masif dan menjadikan Pemilu Legilatif 2014 ini benar-benar bobrok. Jauh lebih bobrok dari Pemilu-Pemilu sebelumnya.
”Mengerikan…..,” katanya, menyimpulkan.
Ketika penghitungan suara usai pemungutan suara di TPS-TPS, masih bisa dikatakan jujur dan apa adanya sampai pada pengesahan dalam berita acara form C yang ditulis dalam plano. Selanjutnya hasil penghitungan suara dari TPS-TPS itu dibawa ke tingkat kelurahan atau desa.
Di sinilah, menurut Ketua PPK di kecamatan yang ada di Jakarta Timur itu mulai terjadi kecurangan dan jual beli suara. ”Dalam penghitungan suara di Kelurahan atau desa itu, direkab dalam plano tadi yang kemudian ditandatangani para saksi. Hasil ini masih benar seperti hasil dari kumpulan hitungan suara di TPS-TPS. Dan, para saksi parpol juga menandatanganinya, karena mereka melihat sudah benar. Dan, itu kemudian dimasukkan dalam kotak khusus,” ungkapnya.
Tetapi, katanya lebih lanjut, selain rekap itu ada yang juga diketik dalam komputer dan diprintnya. ”Pada hasil ketikan dan printnya itulah hasilnya berubah. Tetapi, para saksi jarang sekali menyadarinya. Mereka percaya, hasil print itu dianggapnya sama dengan tulisan tangan hasil rekap dalam plano tadi,” ungkapnya.
Padahal, menurut Ketua PPK itu, untuk selanjutnya hasil print itulah yang kemudian dibawa ke tingkat kecamatan hingga tingkat Kota atau Kabupaten. Dan, para saksi dalam penghitungan di tingkat kecamatan hingga Kota dan Kabupaten hanya berpedoman pada hasil print tersebut, bahkan hingga tingkat nasional,” ungkapnya.
Pencurian suara itu biasanya terjadi dalam satu partai. Artinya, caleg yang mana dari partai apa yang ingin menang, biasanya membelinya pada petugas-petugas di tingkat kelurahan atau desa. Sehingga perolehan suaranya akan gemok, sementara caleg-caleg separtainya akan bisa habis atau hanya disisakan beberapa suara.
Kenapa pencurian suara itu dilakukan untuk perolehan suara dari caleg dalam satu partai? ”Semua itu agar tidak terlalu mencurigakan,” ungkapnya.
Maksudnya? Dengan cara pencurian suara seperti itu, maka jumlah suara partai itu tetap seperti hasil di TPS. ”Tetapi hasil suara para calegnya berantakan. Caleg yang semula hasil suaranya di TPS A umpamanya 100, bisa jadi tinggal 10 atau 9. Selebihnya dimasukkan pada caleg yang membelinya ke petugas di kelurahan atau desa,’’ ungkapnya. ‘’Modusnya seperti itu,’’ tambahnya.
Dengan modus pencurian suara seperti itu, maka perolehan suara partai tetap sama dengan hasil di TPS, tetapi perolehan suara calegnya tidak sesuai lagi. ‘’Hanya caleg yang mau bayar ke petugas di kelurahan atau desa itulah suaranya akan menggelembung. Hasil print itu biasanya akan diamankan oleh petugas tingkat kecamatan, kota hingga kabupaten. Penghitungan tingkat nasional pun seperti itu. Hanya berpedoman pada hasil ketikan itu,’’ katanya kemudian.
Lantas bagaimana mengatasinya? Pertama, katanya lagi, para caleg harus punya saksi sendiri-sendiri atau saksi dari suatu partai harus mencatat hasil suara semua calegnya di seluruh Indonesia. Dan, itu harus jadi dokumen khusus dari masing-masing partai. Sehingga, jika terjadi ketidakcocokan dalam penghitungan tingkatDesa/Kelurahan, Kecamatan hingga kota dan Kabupaten serta tingkat nasional, dokumen itu bisa dijadikan bukti.
‘’Kalau terjadi hal Ini pasti akan terjadi keributan antar caleg dalam satu partai. Kalau sudah begitu, biasanya pimpinan partai tersebut berusaha meredamnya. Padahal, ini kejahatan pemilu yang sangat-sangat jahat,’’ katanya.
Selain itu, menurutnya, yang dihitung pada tingkat kecamatan atau kota/kabupaten hingga nasional, berita acara di TPS-TPS, bukan hasil rekap di Desa/kelurahan, kecamatan hingga Kota atau Kabupaten yang sudah penuh dengan kecurangan dan perampokan suara. ‘’Kerja begini memang memberatkan, tetapi itulah cara untuk menjadikan Pemilu benar-benar bersih dari kecurangan,’’ katanya kemudian.
Benar-benar sistematis perampokan dan pencurian suara dalam penyelenggaraan Pemilu 9 April 2014 ini. Masihkah ada upaya-upaya memperbaikinya? Semua tergantung para anggota legislative hasil Pileg tersebut. Itu berarti tidak akan ada perbaikan. Karena mereka yang terpilih dalam Pileg tersebut adalah para pencuri dan perampok suara milik sesama Caleg dalam partainya. Sehingga, ketika mereka membahas UU Pemilu, maka system yang ada sekarang akan dipertahankan. Dan, mereka akan meneruskan penggarongan dan pencurian suara koleganya untuk tetap bercokol sebagai anggota dewan di Senayan.
*kompasiana

0 comments:

Post a Comment